Melchias Marcus Mekeng/Net
Nama Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Melchias Marcus Mekeng disebut dalam sidang perkara mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih.
Politisi asal Nusa Tenggara Timur itu mengarahkan Eni untuk membantu persoalan PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT), yang diputus kontraknya oleh Kementerian ESDM.
"Semua fakta persidangan itu menjadi masukan bagi KPK. Sampai sejauh ini masih diÂanalisis atau proses validasi," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.
Dia belum bisa memberi kepastian, apakah penyebutan nama Mekeng bakal berefek ceÂpat pada peningkatan status saksi yang disandangnya. Demikian halnya saat diminta menjelaskan apakah elite partai beringin itu turut kecipratan uang dari Samin Tan, pemilik PT AKT.
Pada sidang perkara Eni peÂkan lalu, Direktur PT Borneo Lumbung Energi & Metal, Nenie Afwani mengaku diperÂintah Samin menyiapkan sejumÂlah dokumen terkait persoalan PT AKT.
Perusahaan milik Samin itu dicabut izin pertambangan batuÂbaranya. Penyebabnya melakuÂkan pelanggaran.
Samin meminta bantuan keÂpada Mekeng untuk melobi Kementerian ESDM. Mekeng lalu memperkenalkan Samin dan Nenie dengan Eni.
"Saya tidak tahu (siapa Mekeng). Saya tahu beliau temanÂnya Pak Samin," ujar Nenie.
Eni membenarkan kesakÂsian Nenie. Ia memang disuruh Mekeng untuk membantu Samin dalam persoalan ini.
"Memang diperintah oleh Bapak Mekeng, Ketua Fraksi Partai Golkar," katanya menangÂgapi kesaksian Nenie.
Samin yang juga menjadi saksi sidang ini, tak mengelak mengenal Mekeng. Ia menÂgaku berkawan sejak lama. Samin yang meminta Mekeng mengenalkan dengan anggota DPR yang bisa mengurusi perÂsoalan tambang.
Akhirnya, Mekeng memperÂtemukan Samin dengan Eni, yang menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR. Komisi ini merupakan bermitra dengan Kementerian ESDM.
"Saya diminta ketemu beliau (Eni) di kantor Pak Mekeng. Kemudian dikenalkan dengan Bu Eni," aku Samin.
Namun Samin membantah pernah memberikan imbalan Rp 5 miliar untuk melobi Kementerian ESDM.
"Yang diserahkan itu dokuÂmen, banyak sekali dokumen yang diserahkan," kelitnya.
Jaksa KPK mencecar apakah Samin pernah memberikan ke Eni sebagai
'corporate social reÂsponsibility (CSR)' perusahaanÂnya. Lagi-lagi Samin berkelit, "Tidak pernah sama sekali."
Jaksa kemudian menanyakan percakapan WhatsApp antara Eni dengan Samin Tan. Eni mengucapkan terima kasih Eni kepada Samin atas bantuan Rp 4 miliar yang diterima lewat Nenie. "Enggak pernah saya jawab tuh. Enggak ada jawaban dari saya," elak Samin.
Jaksa KPK juga menyinggung pesan WhatsApp Eni pada 5 Juni 2018 berisi permintaan tambaÂhan dana Rp 1 miliar untuk keÂpentingan suaminya Al Khadiz yang ikut Pilkada Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Samin berdalih tak ingat. Tapi mengakui nomor WA itu miliknya. "Mungkin saja saya terima, tapi saya tidak ingat."
Dalam perkara ini, Eni didakwa menerima suap Rp 4,75 miliar dari Johanes B Kotjo untuk mendapatÂkan proyek PLTU Riau 1.
Kemudian didakwa menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura dari berbaÂgai pihak. Termasuk Rp 5 miliar dari Samin.
"Sejak menerima gratifikasi yang seluruhnya Rp 5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura tersebut, terdakwa tidak pernah melaporkan ke KPK sampai batas waktu 30 hari kerja," kata Jaksa Lie. Perbuatan Eni kena delik Pasal 12 B ayat 1 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Mekeng enggan berkomentar mengenai namanya yang diseret-seret dalam persoalan PT AKT. "Semua sudah saya sampaikan ke penyidik," ujarnya. ***