Berita

Presiden Jokowi/Net

Publika

Citra Dan Paradoks Kebijakan

SENIN, 07 JANUARI 2019 | 03:28 WIB | OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI

KESAN utama pada penampilan Joko Widodo sebagai Presiden adalah merakyat. Tidak seorang pun yang tidak terpesona oleh penampilan yang serba merakyat seperti itu. Sungguh menarik hati pada kesan pertama. Berpakaian sederhana. Sangat jarang mengenakan pakaian jas formal. Memakai sarung. Makan bersama para pengawal. Menyantap hidangan makanan yang serba sama.

Pada kesempatan kunjungan kerja di tempat berbeda dengan mengendarai sepeda motor bebek berboncengan berdua dengan Ibu Negara menyeberangi jembatan. Memegang payung sendiri waktu meninjau kemajuan pembangunan irigasi, sekalipun peninjauan kerja diiringi hujan deras membasahi badan. Berbelanja ke pasar tradisonal membeli tempe mentah yang jauh lebih tebal dibandingkan kartu Anjungan Tunai Mandiri, sambil memantau perkembangan perubahan harga-harga bahan pokok sehari-hari.

Dalam kunjungan ke negara sahabat, menampilkan singgah makan siang di rumah makan sederhana milik warga negara Indonesia dibandingkan diliput sedang menikmati jamuan makan kenegaraan.


Persoalan kemudian timbul, yaitu penampilan yang mencitrakan serba merakyat itu berbeda sama sekali dengan pilihan kebijakan anggaran yang digunakan dalam mengatur APBN. Akibatnya adalah kegiatan merakyat bukan berarti otomatis menyajikan kebijakan perekonomian yang lebih bersifat sosialis, yaitu merakyat untuk kepentingan 'wong cilik', melainkan sebaliknya.

Misalnya, realisasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan non BBM yang semula sebesar Rp 391,96 triliun pada tahun 2014 dikurangi menjadi sebesar Rp 166,4 triliun tahun 2017. Demikian pula realisasi bantuan sosial semula sebesar Rp 97,93 triliun diturunkan menjadi Rp 55,3 triliun pada periode yang sama. Dana Bagi Hasil maupun Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbangan juga direalisasikan menurun.

Realokasi anggaran subsidi dan bantuan sosial, maupun dana bagi hasil serta dana otonomi khusus itu hanya sedikit yang digunakan untuk menaikkan belanja modal. Realisasi belanja modal dari Rp 147,35 triliun hanya dinaikkan menjadi Rp 208,66 triliun pada periode yang sama. Sebaliknya realisasi pengeluaran pembayaran bunga utang tanpa menyebutkan pembayaran utang pokok, itu diperbesar dari Rp 133,44 triliun tahun 2014 menjadi sebesar Rp 216,57 triliun tahun 2017.

Artinya, citra penampilan yang serba merakyat tadi tidak terealisasikan dalam keberpihakan APBN pada wong cilik. Sebaliknya, kegiatan pengurangan subsidi dan bantuan sosial berakibat pada peningkatan biaya hidup wong cilik. Tagihan listrik naik. Ongkos transportasi naik. Biaya sekolah swasta naik. Sementara itu kreditur diuntungkan oleh realokasi anggaran.

Paradoks kebijakan yang berbeda 180 derajat dengan citra penampilan serba merakyat terlihat disitu. Pada sisi yang lain, untuk memberikan kesan pengelolaan anggaran yang baik, berupa defisit anggaran yang lebih rendah, maka proyek-proyek andalan infrastruktur menggunakan utang global di luar catatan APBN.

Penulis adalah peneliti INDEF dan pengajar di Universitas Mercu Buana.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya