Foto: KHBP Filadelfia Bekasi
Ratusan umat kristiani dari Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Bekasi, bersama Gereja Kristen Indonesia Yasmin (GKI Yasmin) Bogor kembali menggelar ibadah bersama di seberang Istana Negara, Jakarta.
Ibadah yang ke 185 kalinya itu bertepatan hari Natal, Selasa (26/12) lalu, yaitu perayaan kelahiran Yesus Kristus sebagai Juruselamat umat manusia, sebagaimana kepercayaan umat kristiani.
Anggota Tim Advokasi Jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, Judianto Simanjuntak mengatakan, sejak tahun 2012, sudah sebanyak 185 kali ibadah jemaat kedua gereja itu di seberang Istana Negara. Dikarenakan kedua gereja di tempat berbeda, Bekasi dan Bogor, telah ditutup paksa.
Hingga kini, rumah ibadah mereka tidak diizinkan oleh Pemerintah Jawa Barat untuk menjalankan peribadatan kristiani. Padahal, menurut Judianto, melalui proses hukum yang sah di Indonesia, kedua gereja itu sudah diputus pengadilan secara sah boleh dipergunakan untuk peribadatan mereka.
"Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, final dan mengikat tidak dilaksanakan. Putusan itu diabaikan oleh Walikota Bogor dan Bupati Bekasi juga karena tekanan massa intoleran. Padahal, putusan pengadilan jelas menegaskan bahwa Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia berhak mendirikan bangunan gereja atau rumah ibadah di lokasi lahan miliknya," tutur Judianto dalam keterangannya.
Judianto menerangkan, dalam kasus GKI Yasmin, putusan Mahkamah Agung (MA) masih ditambah dengan rekomendasi yang bersifat wajib dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI), yang juga menegaskan sah-nya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja GKI Yasmin.
Dalam kasus HKBP Filadelfia, pengadilan melalui putusannya memerintahkan Bupati Bekasi untuk mencabut Surat Keputusan Bupati Bekasi tentang penghentian Kegiatan Pembangunan dan Kegiatan Ibadah HKBP Filadelfia di lahan miliknya Tambun, Bekasi.
Pengadilan melalui putusannya juga memerintahkan Bupati Bekasi untuk memproses permohonan izin yang telah diajukan HKBP Filadelfia, serta memberikan ijin untuk mendirikan rumah ibadah bagi HKBP Filadefia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Tetapi tidak dilaksanakan sampai kini.
Kok di negeri ini lebih sulit mendapatkan jawaban pemerintah, daripada jawaban Tuhan," katanya.
Walikota Bogor dan Bupati Bekasi menurut dia, jelas melakukan pelanggaran hukum, bahkan pembangkangan hukum. Mereka telah membuat jemaat dari dua gereja ini melaksanakan ibadah yang ke 185 kali, sejak Februari 2012.
Bahkan, lanjut dia, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung telah mengajukan surat kepada Presiden Republik Indonesia, tertanggal 25 Juli 2016.
Dalam surat tersebut, PTUN Bandung meminta presiden untuk memerintahkan bupati Bekasi untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Faktanya, sampai saat ini, Presiden Joko Widodo pun tidak melaksanakan dan tidak mengindahkan surat PTUN Bandung yang ditujukan kepada presiden itu," tegasnya.
Menurutnya, air mata, tangisan, jeritan dan kecemasan Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia masih merupakan bagian keseharian hidup mereka selama bertahun-tahun ini.
"Karena tidak dapat menikmati hak atas kebebasannya sebagai warga negara, yaitu hak atas kebebasan beribadah, mendirikan rumah ibadah, sebagaimana dijamin dalam konstitusi, di Undang-Undang Dasar 1945," ujar Judianto.
Presiden Jokowi dan Pemerintah Daerah di Jawa Barat, yakni Walikota Bogor dan Bupati Bekasi, harus menunjukkan kehadiran negara ini untuk tidak tunduk kepada kelompok intoleran yang merusak penegakan konstitusi NKRI.
"Pak Pesiden Jokowi, Walikota Bogor, Bupati Bekasi, dengarkan Suara Rakyat. Jangan patuh kepada kelompok intoleran," ujarnya.
[wid]