Berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding, ratusan aset milik First Travel dirampas negara. Aset tersebut terdiri dari berbagai jenis, termasuk properti atas nama ketiga terdakwa Andika Surachman, Anniesa Hasibuan dan Siti Nuraidah atau Kiki Hasibuan.
Salah satu properti yang dirampas, yakni sebuah rumah di perumahan bertipe klaster di Vasa Residence RT 10 RW 4 Nomor 55D, Jalan Kebagusan IV Dalam, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Rumah itu disebut terÂdaftar atas nama Kiki Hasibuan.
Jumat (30/11),
Rakyat Merdeka kembali menyambangi ruÂmah tersebut. Dari pengamatan, hampir tak ada perbedaan berarti sejak pertama kali rumah terseÂbut disita, sebagai salah satu barang bukti kasus penipuan berkedok biro perjalanan umrah pada tahun lalu itu.
Untuk memasuki klaster terseÂbut, harus melewati pos keamanan. Rumah milik Kiki tak begitu jauh dari pos keamanan tersebut. Hanya sekitar 15 meter. Rumahnya berada di sisi sebelah kanan dari satu-satunya pintu masuk ke perumahan tersebut.
Tak tampak ada yang istimeÂwa di klaster tersebut. Seluruh model rumah tampak sama dengandesain modern minimalis. Masing-masing rumah terdiri dari dua lantai dengan luas sekiÂtar 122 meter persegi. Kesamaan lainnya adalah, seluruh dinding rumah di klaster tersebut dicat abu-abu dengan variasi putih.
Saat disambangi, pemandanganberbeda ditemui dibandÂing saat pertama disita. Tak ada lagi garis polisi yang melintang di bagian depan rumah. Garasi rumah terisi beberapa sepeda motor milik warga perumahanitu. Sedangkan sampah dedaunan berserakan di halaman depan, tanda rumah tak berpenghuni.
Lebih ke dalam, terdapat sebuah plang penyitaan dari pihak Kepolisian. Ukurannya tak begitu besar, hanya sekitar 150 x 50 centimeter (Cm). Isinya berupa pemberitahuan mengenai penyitaan rumah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Keberadaan rumah itu pun tampak tak lagi menarik perhatian warga sekitar seperti sebelumnya. Warga setempat melakukan aktivitas seperti biasa. Bahkan, lingkungan di perumahan itu cenderung sepi dari interaksi sesama warga.
Zainal, petugas keamanan setempat menyebut, tak ada kegiatan berarti di rumah terseÂbut sejak pertama kali rumah itu disita. Kata dia, situasi di rumah itu pun tak banyak berubah. Hanya garis polisi saja yang menurutnya copot karena terjanÂgan cuaca panas dan hujan.
"Kalau rumah dan isinya, tak ada yang berubah. Paling cuma garis polisi itu yang rusak. Itu juga bukan gara-gara dicopot, memang rusak sendiri, kena hujan kena panas," tutur Zainal.
Petugas keamanan lainnya, Naim mengatakan, rumah terseÂbut dibeli setahun sebelum Kiki ditangkap polisi. Tahun 2016. Namun, rumah itu tidak langÂsung jadi. Meski demikian, kata Naim, Kiki tidak pernah tinggal di rumah tersebut.
"Saya tak pernah lihat dia tinggal atau nginep di rumah itu. Padahal, sudah dibeli dari setahun sebelum ditangkap. Baru benar-benar bisa ditempati sembilan bulan setelah dibeli. Kalaupun dia datang, paling lama cuma satu jam," kata Naim saat ngobrol.
Karena tidak pernah berbinÂcang dalam waktu lama dengan Kiki, Naim pun tidak terlalu mengenal sosok salah satu bekas direktur First Travel itu.
"Saya dan warga sini tak terlalu kenal karena dia tak pernah tinggal di sini. Kalaupun menyapa, paling kalau keluar masuk saja, pas dia buka jendela mobil," terangnya.
Kiki Lunasi Cicilan Rumah Juli 2017
Murni, Ketua RT setempat mengatakan, Kiki Hasibuan sudah menempati rumahnya itu selama dua bulan sebelum ditangkap.
Namun, sampai saat itu, Kiki belum melapor kepadanya. "Jangan mentang-mentang dia orang kaya terus tak melapor. Sebagai warga baru, lapor itu kewajiban," ujarnya.
Hingga ditangkap, Murni mengaku belum pernah bertemu dengan Kiki. Perilaku Kiki juga berbeda dengan para tentangga di klaster itu. Pasalnya, para warga perumahan tersebut seringmengundangnya apabila ada selamatan.
"Silahturahmi saja belum pernah, apalagi lihat batang hidungnya. Mukanya saja saya tak tahu," ucapnya.
Makanya, saat penggeledahan beberapa waktu lalu, Murni semÂpat memarahi petugas keamanan setempat. Itu lantaran sudah beberapa bulan menempati ruÂmah itu, Kiki belum melapor ke dirinya.
"Makanya, waktu itu langsung saya marahi yang jaga di situ," ucapnya.
Sebelumnya, tenaga penjualan perumahan itu Ferdian Ardi mengatakan, Kiki membeli rumah tersebut pada awal tahun 2016. Waktu dia beli, lanjut Ferdian, nilainya lebih dari Rp 1 miliar.
"Rumah juga tak dibayar lunas tapi dicicil, bertahap dan dilunasi Juli 2017," ucap Ferdian.
Kanit V Subdit V Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, AKBP M. Rivai Arvan menjelaskan, Kiki ikut membantu kedua tersangka melakukan penipuan terhadap jamaah.
"Membantu tindak pidana tipu gelap ini," ujar Rivai.
Rivai juga mengungkapkan bahwa Kiki membeli aset-aset atas nama dirinya.
"Banyak, ada rumah, ada moÂbil," ucap Rivai.
Latar Belakang
Terdakwa Ajukan Kasasi, Minta Aset First Travel Dikembalikan ke Jemaah
Saat ini, kasus yang membelit First Travel memasuki proses kasasi di Mahkamah Agung (MA). Langkah itu dilakukan setelah Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat menolak banding yang diajukan para terdakwa kasus tersebut.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok memutus, terdakwa kasus peniÂpuan biro perjalanan umrah First Travel Andika, Anniesa Hasibuan dan Kiki Hasibuan terbukti bersalah melakukan pidana pencucian uang.
Dalam putusan tersebut, Andika divonis 20 tahun penjara,Anniesa 18 tahun penÂjara dan Kiki 15 tahun penjara. Namun, ada hal yang menarik pada putusan tersebut, dimana majelis hakim memutus sebagian aset First Travel akan disita untuk negara.
Ketua Majelis Hakim Soebandi menyatakan, jaksa penuntut umum (JPU) meminta supaya barang bukti tersebut dikembaÂlikan kepada calon jemaah First Travel melalui pengurus aset korban First Travel, tanggal 16 April 2018 yang dimuat dalam akta notaris untuk dibagikan seÂcara proporsional dan merata.
"Namun, hakim tidak sepÂendapat dengan tuntutan penunÂtut umum terkait barang bukti nomor 1-529," ujar Soebandi di Pengadilan Negeri Depok, Rabu (30/5).
Selain itu, Majelis Hakim menilai akan terjadi ketidakpasÂtian hukum bila aset-aset yang diminta jaksa dalam tuntutan, dikembalikan kepada calon jeÂmaah yang menjadi korban.
"Namun oleh karena penguÂrus pengelola aset korban First Travel menyatakan menolak, baik melalui surat dan di perÂsidangan, maka untuk mencegah terjadinya ketidakpastian hukum atas barang bukti tersebut, maka adil dan patut apabila barang bukti poin 1-529 dirampas untuk negara," tegas Soebandi.
Selanjutnya, pada Agustus lalu, dua terdakwa, Andika dan Anniesa mengajukan banding. Namun, banding ditolak PT Jawa Barat. Mereka tetap divoÂnis 20 tahun dan 18 tahun kuÂrungan penjara karena terbukti menipu sekitar 63.310 calon jemaah umrah dan haji dengan nilai total Rp 905 miliar.
Ketua Majelis PT Jabar Arief Supratman didampingi hakim anggota Ade Komarudin dan Abdul Fattah menolak banding yang diajukan dua pelaku dan menguatkan vonis PN Depok, sehingga Andika Surahman tetap divonis 20 tahun penjara dan istrinya Anniesa D Hasibuan divonis 18 tahun penjara, jugadihukum membayar denda masing-masing Rp 10 miliar subÂsider 3 bulan kurungan.
Keduanya mengajukan bandÂing pada 6 Juli 2018 usai majelis hakim PN Depok memvonis. Sedangkan Kiki Hasibuan yang divonis 15 tahun kurungan penÂjara, tidak mengajukan banding.
Tak sampai di situ, Andika dan Anniesa mengajukan kasasi. Permohonan kasasi ke MA telah diajukan sejak September lalu dan kini sedang menunggu puÂtusan MA. Kedua terdakwa keÂberatan asetnya dirampas negara, dan meminta aset-aset tersebut dikembalikan pada jemaah.
Di sisi lain, ratusan jemaah yang jadi korban, menolak aset First Travel dirampas negara. Jumat lalu, mereka menggelar aksi demonstrasi di MA agar aset First Travel yang disita dikembalikan, agar mereka bisa berangkat ke tanah suci.
Dari pengamatan, massa korÂban Fist Travel menggelar aksi di depan Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara. Massa berdatanganke lokasi setelah long march dari Masjid Istiqlal.
Massa yang datang kebanyakan mengenakan busana berÂwarna putih, terdiri dari kaum pria dan wanita. Mereka juga membawa berbagai poster, memprotes aset First Travel dirampas negara. Polisi terlihat berjaga di lokasi.
Beberapa poster yang dibawa massa bertuliskan, 'kembalikan aset First Travel kepada kami karena itu adalah hak kami'. Massa yang didominasi kaum ibu juga ada yang berdoa dan melantunkan kalimat
'Labbaik Allahumma Labbaik, labbaika la syarika laka labbaik...'. Sejumlah kuasa hukum jeÂmaah First Travel juga hadir di lokasi, salah satunya Riski Rahmadiansyah. Riski mengataÂkan, penyitaan aset First Travel oleh negara sangat merugikan jemaah. "Itu tak masuk akal, karena memang tindak pidana yang dibuktikan adalah pencuÂcian uang. Tapi pencucian uang itu harus dibuktikan dulu, apa ada kerugian negara di situ. Ternyata tidak ada kerugian negara," ujarnya. ***