Berita

Arief Budiman/Net

Wawancara

WAWANCARA

Arief Budiman: Tak Ada Istilah Orang Gila Punya Hak Pilih

RABU, 28 NOVEMBER 2018 | 08:22 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

KPU menjadi bulan-bulanan kritik netizen, menyusul munculnya ke­bijakan yang membolehkan ODGJ memilih di Pemilu 2019. Apalagi hingga kini petunjuk teknis pelaksa­naan kebijakan itu masih belum final di tingkat KPU. Petunjuk teknis itu terkait apakah ODGJ itu kudu mem­bekali diri dengan surat rekomendasi dokter atau tidak pada saat memilih. Berikut penjelasan Ketua KPU Arief Budiman.

Meski ramai dikritik, jadi KPU tetap akan memasukan ODGJ ke dalam DPT nih?
Kalau soal didata, semua pasti didata dalam daftar pemilih. Cuma untuk menggunakan hak pilih atau tidak mengunakan hak pilih, nah itu yang kami lihat dulu situasinya. Tapi semua yang sudah masuk daf­tar pemilih, pada prinsipnya bisa menggunakan hak pilih. Kecuali dia dinyatakan tidak mampu, atau tidak bisa mengunakan hak pilihnya, baru kemudian tidak menggunakan hak pilihnya.


Berarti orang gila bisa ikut milih di Pemilu 2019?
Tidak pernah ada istilah orang gila menggunakan hak pilihnya, itu enggak ada. Disabilitas itu macam-macam, salah satunya gangguan jiwa. Nah mereka itu yang nanti kemung­kinan bisa ikut memilih.

Apakah perlu surat rekomendasi dari RS atau dokter supaya dia bisa masuk daftar pemilih dan memilih?
Kalau untuk pendataan tentu tidak. Kalau pendataannya kan, sepanjang dia sudah memenuhi syarat sesuai ketentuan undang-undang, maka dia akan didata. Tetapi kalau pada saat menggunakan hak pilih nanti dia ternyata tidak mampu menggunakan hak pilihnya, maka harus ada ket­erangan itu, dan dia dinyatakan tidak mampu menggunakan hak pilihnya.

Tapi untuk bisa memilih perlu surat dari keterangan dari dokter atau tidak?
Perlu, kan sudah ada regulasinya. Untuk kondisi tersebut yang paling dibutuhkan adalah surat keterangan dokter yang menyatakan seseorang sanggup menggunakan hak pilih, sepanjang tak meng­ganggu bisa memilih. Kalau mengganggu ya tidak bisa.

Meski ada surat rekomendasi bisa milih dari ahli, tapi yang namanya gangguan mental itu kan cenderung tidak stabil. Kenapa KPU membolehkan mereka untuk memilih?
Mereka tetap boleh memi­lih, karena tidak semua yang terganggu kondisinya, tidak bisa menentukan pilihan. Ada juga gangguan yang tidak mempengaruhi kemam­puan untuk mengunakan hak pilih. Jadi tetap di­masukkan ke DPT kar­ena kesehatan mental atau jiwa itu sebetul­nya juga gradasinya banyak. Jadi hak pilihnya dulu yang dilindungi, sementara soal nanti mencoblosnya, itu harus dibuktikan dengan surat keterangan.

Saat hari H pencoblosan nanti jadi mereka harus bawa surat ket­erangan itu ke Tempat Pemungutan Suara (TPS)?
Bisa iya, bisa tidak. Karena sebet­ulnya teknisnya kan bukan hanya dilakukan pada hari pemungutan suara saja. Kan hari-hari sebelumnya bisa saja petugas diberitahu, yang ini enggak bisa, yang ini enggak bisa, lalu yang ini bisa.

Ketika mereka mencoblos apak­ah akan didampingi seperti kaum disabilitas lainnya?
Oh iya, KPU akan menyamakan perlakuan antara penyandang dis­abilitas mental dengan penyandang disabilitas lainnya. Jadi mereka akan mendapatkan bantuan dalam meng­gunakan hak pilihnya. Bantuan yang diberikan adalah pendampingan saat berada di dalam bilik suara. Bisa dari pihak keluarga atau petugas KPPS.

Berapa jumlah penyandang dis­abilitas mental?
Sampai saat ini sudah ada sebagian penyandang disabilitas mental yang masuk ke DPT Pemilu 2019, tapi belum semuanya. Itu masuk dalam data penyandang disabilitas secara umum yang jumlahnya masih tercatat sebanyak 400 ribu orang.

Ini kebijakan baru ya?
Enggak, tahun-tahun sebelumnya sudah kami lakukan juga.

Apakah akan ada sosialisasi ke kalangan disbilitas?
Iya nanti kami akan ke tempat para penyandang disbilitas, kami ketemu dengan mereka di sana. Sebetulnya bertemu itu sudah dilakukan berapa kali dengan organisasi semacam itu. Jadi mereka tinggal siapkan yang harus dipenuhi, karena saudaranya wajib didata, dalam data pemilih. Masalah seseorang bisa atau tidak bisa menggunakan daftar pemilihnya, kalau ada keterangan tertentu dia tidak bisa digunakan haknya.

Apakah akan ada kerjasama dengan instansi terkait seperti Kemensos?
Kalau itu bisa saja. Selain itu kami juga akan bekerja sama dengan orang biasa yang menangani itu. Jadi bukan hanya dengan lembaga pemerintah saja. ***

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

PDIP Minta Seluruh Kader Banteng Tenang

Kamis, 20 Februari 2025 | 23:23

Megawati Instruksikan Kepala Daerah dari PDIP Tunda Retret ke Magelang

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:43

Wujudkan Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan, Pemerintah Luncurkan FAST Programme

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:27

Trump Gak Ada Obat, IHSG Terseret Merah

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:26

Uchok: Erick Thohir Akali Prabowo soal Danantara

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:24

Hasto Ditahan, Megawati Tidak Menunjuk Plt Sekjen PDIP

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:21

Resmi Pimpin Banten, Andra Soni-Dimyati Diingatkan Jangan Korupsi

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:18

KPK Tahan Hasto, PDIP: Operasi Politik Mengawut-awut Partai

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:17

Hasto Ditahan, PDIP: KPK Dikendalikan dari Luar Melalui AKBP Rossa

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:16

Adityawarman Adil Apresiasi BSF CGM 2025: Gambaran Kekayaan Budaya Kota Bogor

Kamis, 20 Februari 2025 | 21:56

Selengkapnya