Berita

Prof Yusril Ihza Mahendra/Net

Wawancara

WAWANCARA

Prof Yusril Ihza Mahendra: Jadi Kuasa Hukum Jokowi Bukan Putusan Ideologi, Tapi Masyarakat Terlalu Reaktif

KAMIS, 15 NOVEMBER 2018 | 08:31 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Manuver Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Prof Yusril Ihza Mahendra belakangan ini menjadi sorotan umat Islam. Mantan Menteri Hukum dan HAM ini sebelumnya tercatat sebagai kuasa hukum organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang diubarkan pemerintahan Presiden Jokowi. Terbaru, Yusril justru memutuskan menjadi kua­sa hukum duet capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin.

Menurut Yusril, apa yang di­lakukannya adalah bagian dari perjuangannya menegakkan nilai-nilai demokrasi. Berikut pernyataan Yusril seputar beber­apa isu yang menerpa dirinya;

Anda mengatakan, manu­ver yang Anda lakukan saat ini bagian dari menegakkan nilai-nilai demokrasi. Bisa dijelaskan?
Ya sebenarnya demokrasi itu merupakan sistem yang tidak sempurna. Tapi dalam sejarah perkembangan intelektual ma­nusia, kita belum menemukan sebuah sistem yang lebih baik dibandingkan sistem demokrasi itu sendiri. Memang kenyataan­nya demokrasi sangat menyulit­kan. Mesti ada pemilu begini dan begitu mungkin diktator lebih cepat. Namun, di mana pun yang namanya diktator mesti buruk. Tapi demokrasi yang kita ang­gap sejalan dengan masyarakat kita, sekiranya dalam pelaksan­annya sangat dipengaruhi oleh pemikiran Arab, Islam, maupun Barat.

Tapi saya berpendapat, demokrasi ini terus menerus se­bagai sebuah sistem. Jadi harus kita revisi dan perbaiki demi meningkatkan kualitas dalam kehidupan bernegara di Tanah Air kita ini.

Tapi sebelumnya kenapa Anda mau membela HTI yang notabenenya kerap meng­gaungkan paham khilafah ketimbang demokrasi?
Saya membela HTI bukan berarti saya setuju dengan pa­ham tersebut. Saya banyak baca buku Syekh Taqiuddin dan begitu banyak saya men­dalaminya. Jadi tidak semua pikiran-pikiran khilafah saya setuju. Akan tetapi ketika HTI dizolimi, saya berkewajiban membela mereka. Bahkan saya terus bela sampai hari ini.

Dengan dua pandangan (demokrasi dan khilafah), Anda tidak khawatir bakal terjadi konflik cara berpikir. Sekarang kan Anda jadi kua­sa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin?
Meskipun saya jadi kuasa hukum Pak Jokowi-Ma'ruf, namun saya tetap jadi kuasa hukum HTI. Saya menilai tidak ada konflik of interest antara keduanya. Karena yang kami gugat, dalam hal ini HTI ada­lah Menteri Hukum dan HAM sebagai legal entity. Sedangkan pejabat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) itu bisa digugat kalau mengeluarkan keputusan TUN yang bersifat final dan tidak memerlukan persetujuan atasannya.

Di satu sisi saya menjadi pihak pengacara Pak Jokowi-Ma'ruf sebagai paslon bukan sebagai presiden. Presiden juga bisa saja karena Menkumham sudah merupakan legal entity tersend­iri. Terkadang masyarakat tidak paham hal-hal seperti ini tapi langsung bereaksi keras sep­erti saat ini. Jadi saya maklum sajalah.

Beberapa kalangan yang sebelumnya mendukung Anda saat ini justru kecewa lantaran Anda mau menjadi kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin. Bagaimana itu?

Ya karena tidak setuju saya jadi kuasa hukum (Jokowi-Ma'ruf) sehingga melihat saya seperti musuh saja. Bahkan, sudah ada yang mengeluarkan fatwa darah saya halal disem­belih dan segala macam. Ini kan jadi aneh.

Jadi, menurut saya politik itu melihatnya harus dengan cerdas. Seseorang itu bisa saja mengam­bil keputusan dan keputusan itu dilihat sebagai keputusan strate­gis. Tentunya pertimbangan-per­timbangan politik dan ideologi berbeda, namun kita bisa saling menghormati. Apalagi tidak ada masalah ideologi. Ini hanya masalah praktis dan masalah pertimbangan.

Terlebih seorang advokat harus bekerja dengan kode etik dan undang-undang advokat. Jadi ini bukan ideologi melainkan masalah profesional dan pertimbangan-pertimbangan praktis saja.

Oh ya dalam waktu dekat PBB akan menggelar rapat kerja nasional (rakernas). Apa saja yang dibahas?

Banyak hal yang dibahas antara lain terkait dengan strate­gi menghadapi pemilu. Mungkin juga isu saya jadi pengacara Pak Jokowi dibahas dalam Mukernas. Beberapa waktu lalu, di Bandung dihadiri 1.000 orang terdiri dari para caleg PBB dan pengurus PBB se-Jawa Barat. Masalah ini saya jelaskan sejelas-jelasnya. Setelah itu bisa dikatakan ham­pir tidak ada lagi perdebatan yang substansial. ***

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

PDIP Minta Seluruh Kader Banteng Tenang

Kamis, 20 Februari 2025 | 23:23

Megawati Instruksikan Kepala Daerah dari PDIP Tunda Retret ke Magelang

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:43

Wujudkan Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan, Pemerintah Luncurkan FAST Programme

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:27

Trump Gak Ada Obat, IHSG Terseret Merah

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:26

Uchok: Erick Thohir Akali Prabowo soal Danantara

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:24

Hasto Ditahan, Megawati Tidak Menunjuk Plt Sekjen PDIP

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:21

Resmi Pimpin Banten, Andra Soni-Dimyati Diingatkan Jangan Korupsi

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:18

KPK Tahan Hasto, PDIP: Operasi Politik Mengawut-awut Partai

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:17

Hasto Ditahan, PDIP: KPK Dikendalikan dari Luar Melalui AKBP Rossa

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:16

Adityawarman Adil Apresiasi BSF CGM 2025: Gambaran Kekayaan Budaya Kota Bogor

Kamis, 20 Februari 2025 | 21:56

Selengkapnya