Berita

Rizal Ramli/Net

Wawancara

WAWANCARA

Rizal Ramli: Pajak Diuber Tapi Caranya Nggak Canggih, Ekonomi Jadi Nyungsep Karena Diketatin

SENIN, 12 NOVEMBER 2018 | 08:40 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui sulit untuk mencapai target pertum­buhan ekonomi sebesar 7 persen. Meski begitu, pemerintah terus mengupayakan berbagai cara untuk meningkatkan pertum­buhan ekonomi setiap tahun­nya. Meski begitu menurut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi di level 5 persen yang diraih saat ini diklaim sudah cukup bagus, jika melihat kelesuan kondisi ekonomi global yang terjadi saat ini, akibatnya ketidakpas­tian global. Benarkah alasan yang dikemukakan Menteri Sri Mulyani itu? Berikut pernyataan Ekonom Rizal Ramli;

Menurut Anda kenapa saat ini pemerintah sulit untuk merealisasikan target per­tumbuhan ekonomi sebesar 7 persen itu?
Satu, kebijakannya ini based on osterity, pengetatan. Diketatin budget dipotong terus, diuber pajak tapi cara ubernya enggak canggih. Akibatnya ekonomi yang ada melambat, makin nyungsep kalau diketatkan. Negara lain ka­lau ekonominya melambat misal Eropa, dia ciptakan stimulus supaya ekonominya pulih lebih cepat, nanti baru dipajakin, baru diuber di situ.


Stimulus seperti apa?
Macam-macam kemudahan­nya. Tapi ini kebalik, ini obatnya ala bank dunia. Kalau ekonomi negara berkembang dia selalu ketatkan. Kenapa diketatkan? Kalau diketatkan punya uang untuk punya bayar cicilan utang ke kreditor, itu saja motifnya. Tapi aset price akan jatuh, karena ekonomi melemah kan. Misalnya state makin rontok.

Jadi cara bank dunia ini eng­gak cocok buat di Indonesia ya?
Iya pengetatan itu enggak cocok. Contohnya waktu saya jadi menko itu kan bukan bi­dang ekonomi. Saya usulin satu revaluasi aset. Yang setuju cuma Pak Jokowi sama saya, yang lain enggak setuju. Tapi kami ber­hasil merevaluasi 16 aset. Aset BUMN itu naik Rp 800 triliun, sementara pajaknya 4 persen Rp 32 triliun. Maunya saya BUMN revaluasi aset, karena mereka berdasarkan data historis doang. Kalau dilakukan aset BUMN bi­sa naik hingga Rp 2.500 triliun. Kita bisa raising financing 100 million dollar. Kalau itu terjadi, kita enggak pusing hari ini.

Apa yang kedua?
Kedua yang saya usulin itu kan tadi, supaya semua ekspor harus masuk dulu ke dalam. Masa hanya 20 persen? Waktu itu sudah dirapatkan, saya ingat wakil gubernur Bank Indonesia (BI) si Mirza setuju, menteri keuangan waktu itu Bambang (Brodjonegoro) setuju. Darmin (Nasution) biasa mencla-mencle, si gubernur BI Agus (Martowarjojo) enggak berani. Akhirnya enggak jadi. Coba seandainya kebijakan saya dua tahun yang lalu dilaksanakan. Saya kan memang bukan menko perekonomian, tapi dilaksana­kan karena Pak Jokowi sudah setuju. Kalau itu dilaksanakan 80 persen ekspor yang di luar masuk, cadangan devisa kita jadi lebih gede, reserve kita lebih gede, ekonomi kita enggak akan gonjang-ganjing. Ada tiga hal utama yang saya sarankan waktu jadi menko maritim, walau bu­kan bidangnya, tapi saya sara­nkan dalam rapat kabinet.

Apa saja ketiga usul terse­but?
Satu hapuskan sistem kuota pangan, ganti sama tarif. Harga daging pasti turun, harga gula bakal turun, semua boleh impor. Itu sama saja dengan ibu-ibu yang belanja Rp 200 ribu per hari, bisa dikurangi jadi Rp 150 ribu per hari. Artinya kita kasih duit ke ibu-ibu ini Rp 50 ribu per hari, dalam sebulan sudah Rp1,5 juta. Di Indonesia ini kan ada 60 juta ibu-ibu, bisa hidup itu daya beli kita. Yang kedua revaluasi aset. Kita bisa rise financing hingga 100 miliar dollar. Kalau itu dilakukan hari ini kita enggak akan kayak pengemis. Yang ke­tiga tadi, ekspor tradingnya harus masuk ke dalam. Biar cadangan devisa kita bisa lebih gede. Tapi karena saat itu saya bukan menteri keuangan, saya enggak punya kuasa, jadi cuma bisa usul. Maka terjadilah apa yang harusnya tidak terjadi, hari ini ekonomi Indonesia setengah lampu merah. Tadi diumumin kan bank defisit, saya juga baru dengar. Ternyata naik 3,4 persen. Artinya apa? Ya per­tumbuhan ekonominya mandek, bukan berkurang. ***

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

PDIP Minta Seluruh Kader Banteng Tenang

Kamis, 20 Februari 2025 | 23:23

Megawati Instruksikan Kepala Daerah dari PDIP Tunda Retret ke Magelang

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:43

Wujudkan Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan, Pemerintah Luncurkan FAST Programme

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:27

Trump Gak Ada Obat, IHSG Terseret Merah

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:26

Uchok: Erick Thohir Akali Prabowo soal Danantara

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:24

Hasto Ditahan, Megawati Tidak Menunjuk Plt Sekjen PDIP

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:21

Resmi Pimpin Banten, Andra Soni-Dimyati Diingatkan Jangan Korupsi

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:18

KPK Tahan Hasto, PDIP: Operasi Politik Mengawut-awut Partai

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:17

Hasto Ditahan, PDIP: KPK Dikendalikan dari Luar Melalui AKBP Rossa

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:16

Adityawarman Adil Apresiasi BSF CGM 2025: Gambaran Kekayaan Budaya Kota Bogor

Kamis, 20 Februari 2025 | 21:56

Selengkapnya