Pelaku usaha mesti hati-hati dalam mengambil keputusan bisnis merespons menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sebab banyak kalangan memandang penguatan hanya bersifat sementara. Masih rentan alami fluktuasi.
Penguatan rupiah terhadap dolar AS kemarin cukup mengeÂjutkan. Rupiah melesat cukup tajam. Pada penutupan perdaÂgangan rupiah berada di level Rp 14.590. Penguatannya menÂcapai 1,45 persen dibandingkan posisi sebelumnya di Rp 14.804 per dolar AS. Penguatan rupiah terhadap dolar AS tertinggi di antara negara-negara Asia lain yang rata-rata menguat di bawah 1 persen. Penguatan rupiah ini melanjutkan penguatan sejak awal November.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, penguatan rupiah didorong pandangan pelaku pasar yang menilai rupiah undervalue atau di bawah harga sewajarnya. Hal itu membuat mereka tertarik mengoleksi rupiah dan menanamkan investaÂsinya di Indonesia.
"Ada investor menyatakan itu, modal asing akhirnya mulai masuk, sehingga rupiahnya muÂlai menguat," ungkap Darmin di Jakarta, kemarin.
Namun demikian, Darmin ragu rupiah akan terus mengaÂlami penguatan. Karena, bank sentral AS diproyeksi bakal menaikkan suku bunganya lagi. Kebijakan itu dapat membuat rupiah kembali lemah.
"Kita belum bisa bilang rupiahnya menguat, apakah itu seterusnya, tergantung proses dunia ini belum berhenti," jelasnya.
Untuk menjaga momenÂtum, Darmin mengungkapkan, pihaknya akan terus memperÂbaiki kebijakan fiskal yang meÂmang selama ini menjadi ranah pemerintah untuk membantu penguatan rupiah.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai, menguatnya rupiah menggambarkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan sangat sehat.
"Itu artinya investor, terutama
portfolio confidence terhadap kondisi Indonesia. Saya (udah) bilang kalau fundamental IndoÂnesia kuat, bila dibandingkan negara-negara yang suka disebut bermasalah. Sekarang itu tinggal bagaimana kita mengkomunikasikan hal itu," imbuhÂnya.
Wimboh mengatakan, saat ini pemerintah fokus untuk menjaga agar rupiah tetap stabil agar tidak mengalami pelemahan lagi. Beberapa kebijakan akan diperkuat misalnya memberÂlakukan transaksi jual beli valuta asing (valas) berjangka
Non- Deliverable Forward (NDF) di dalam negeri.
Wimboh menjelaskan, NDF sangat penting yang tujuan akhirnya untuk membantu stabilitas nilai tukar rupiah, meningkatkan likuiditas dan efisiensi di pasar keuangan domestik. Serta, meÂnambah alternatif instrumen lindung nilai (
hedging) guna memitigasi risiko nilai tukar.
"Kita akan sempurnakan struktur pasar dalam negeri. Kalau dulu NDF nggak ada, sekarang ada, dan ngapain harus ke Singapura? Di sini aja ada," ujarnya.
Penguatan Sementara Ekonom
Center of Reform on Economics (Core) IndoneÂsia Piter Abdullah Redjadalam mewanti-wanti agar semua pihak hati-hati menyikapi penguatan rupiah. Karena, menurutnya, penguatan mata uang garuda hanya bersifat jangka pendek.
"Saya yakini tidak akan jangka panjang. Penguatan sekarang ini lebih dipicu karena ada beberapa data ekonomi domestik yang positif. Dan, daÂlam waktu bersamaan tidak adanya tekanan baru dari global," katanya.
Piter memprediksi rupiah berÂpotensi melemah kembali pada akhir bulan November ini.
Piter mengaku terkejut denÂgan penguatan rupiah. Karena, penguatannya cukup signifikan.
Selain data ekonomi, Piter melihat, rupiah menguat juga dipengaruhi beberapa faktor. Antara lain, pertama, yield Surat Berharga Negara (SBN) yang cukup tinggi dibandingkan surat berharga AS.
Menurutnya, dengan yield yang tinggi, SBN menjadi lebih menarik. Kedua, adanya perkiraan
The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga sebesar sebelumnya. Hal ini dengan pertimbangan bahwa proyeksi inflasi di AS yang akan tertahan. Ketiga, menguatnya rupiah adalah terkait perang dagang.
Agenda pertemuan antara AS dengan China, lanjut Piter, meskipun tidak menjanjikan berakhirnya perang dagang tapi memunculkan harapan mengeÂnai berakhirnya kondisi tersebut atau setidaknya tidak akan memÂperburuk keadaan.
"Harapan-harapan ini menÂdorong sentimen yang lebih baik terhadap negara berkembang termasuk Indonesia," pungkasÂnya. ***