Berita

Kisman Latumakulita/Net

Politik

Kader Nasdem: Surya Paloh Kehilangan Legitimasi Sebagai Tokoh Politik

RABU, 07 NOVEMBER 2018 | 12:05 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

. Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh telah kehilangan legitimasi moral sebagai tokoh politik dan demokrasi. Pasalnya, prinsip dasar dan pilar utama demokrasi diabaikan bahkan ditabrak dengan sengaja atas nama saran dan pendapat dari majelis tinggi partai.

Demikian disampaikan kader Partai Nasdem, Kisman Latumakulita dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (7/11).

"Nama Partai Nasdem telah memberi sinyal kuat tentang dominannya pesan-pesan politik tentang demokrasi dalam penyelenggaraan tata kelola partai. Namun sayang, dalam praktiknya sangat melenceng jauh, bahkan keluar dari pondasi utama demokrasi," ujar Kisman.


Ditambahkan, berdasarkan Surat Keputusan Menkumham Nomor: M.HH.03.AH.11.01 tertanggal 6 Meret 2013 dan Pasal 21 AD/ART Partai Nasdem, Surya Paloh telah berakhir masa jabatannya sebagai ketua umum Nasdem tanggal 6 Maet 2018. Dengan demikian, semua keputusan yang ditandatangani Surya Paloh setelah tanggal 6 Meret 2018 tidak memiliki landasan hukum, bahkan ilagel.

Sangat sulit untuk dipahami dan dipercaya, kata Kisman, kalau Partai Nasdem sampai bisa mengabaikan kongres dengan alasan apapun. Bagaimana mungkin nama Partai Nasdem yang merupakan kependekan dari kalimat "Nasional Demokrat" tersebut seperti lupa, tidak tahu atau tidak memahami, dan tidak menganggap penting kongres partai sebagai prinsip-prinsip dasar dari mekanisme berdemokrasi.

Harusnya, kata Kisman, sebelum Maret 2018 Partai Nasdem sudah melakukan kongres untuk memilih ketua umum Partai Nasdem yang baru.

"Sayangnya, sampai hari ini kongres Partai Nasdem belum melakukan kongres untuk memilih Surya Paloh kembali sebagai ketua umum. Padahal kongres bisa saja dilaksanakan kurang dari setengah hari seperti Partai Gerindara ketika memilih Prabowo Subianto sebagai ketua umum pada 6 Februari 2015," ujar dia.

Menurut Kisman, kondisi ini membuat Surya Paloh kehilangan legitimasi sebagai tokoh politik dan demokrasi. Apapun yang diomongin Surya Paloh hari ini tentang demokrasi menjadi hambar, bahkan terkesan bohong-bohongan belaka. Penyebabnya tidak ada keseriusan atau kesungguhan Surya Paloh untuk menerapkan mekanisme demokrasi dalam mengelola partai.

Setelah mengetahui kondisi Surya Paloh dan Partai Nasdem yang ademokrasi ini, publik bisa saja membuat penafsiran yang bercama-macam. Misalnya, Partai Nasdem belum menjadi penguasa negara saja, tidak merasa perlu melaksanakan kongres partai. Jangan-jangan nanti kalau kader Partai Nasdem ditakdirkan menjadi penguasa negara, bisa juga menunda atau lupa untuk melaksanakan pemilu.

"Alasan menunda pemilu itu bisa bermacam-macam. Misalnya, kesibukan pemerintah dalam mengelola negara dan pemerintahan, sehingga pemilu perlu ditunda satu sampai dua tahun ke depan. Seperti alasan Partai Nasdem menunda kongres karena kesibukan menghadapi tahap-tahapan Pemilu 2019. Kalau meminjam instilah temanku Pandapotan Lubis, "apa kata dunia" kalau partai politik sampai mengabaikan kongres," kata Kisman.

Padahal kongres atau munas adalah forum pengambil keputusan tertinggi partai atas jabatan ketua umum. Selain itu, sebagai ajang perbaikan dan perubahan AD/ART sesuai kebutuhan politik kekinian. Kongres juga sebagai wadah untuk mengevaluasi kepengurusan partai selama lima tahun masa tugasnyan," kata Kisman.

Kenyataan ini tidak terjadi di Partai Nasdem. Seperti kata orang kampung, "lain yang dipidatokan oleh Ketua Umum, lain pula yang tertulis di manifesto Partai Nasdem, serta lain lagi yang dipraktekan di lapangan". Perbedaannya ibarat langit dan bumi. Sementara kepincangannya susah digambarkan dengan kata-kata. Sebab partai politik tanpa kongres atau munas ini tidak ditemukan rumusannya dalam kamus dasar dan buku-buku tentang partai politik di muka bumi ini.

"Satu-satunya partai politik yang ada di China dan sangat otoriter saja masih ada kongres. Begitu juga dengan parati politik yang didirikan dan dilahirkan oleh para pensiunan jenderal bintang empat dan bintang tiga di Indonesia juga masih ada kongres atau munas. Contohnya, Wiranto dengan Partai Hanura, Prabowo Subinto dengan Partai Gerindra, Susilo Bambang Yudhoyono dengan Partai Demokrat dan AM. Hendroprijono dengan PKPI," demikian Kisman. [rus]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya