Rumah Sakit (RS) Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, jadi tempat identifikasi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610.
Rabu malam (31/10), satu jenazah korban berhasil diidentifikasi dan diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan.
Jannatun Cintya Dewi, meruÂpakan jenazah pertama yang berÂhasil diidentifikasi tim Disaster Victim Investigation (DVI) Polri. Jannatun yang tercatat sebagai warga Sidoarjo, Jawa Timur, berhasil diidentifikasi berkat data-data diri dan ciri khas terÂtentu yang ada di tubuhnya.
Momen penyerahan jenazah jadi saat yang menyedihkan bagi keluarga Jannatun. Bambang Supriyadi, ayah Jannatun, tak kuasa menahan air matanya saat menerima jenazah putrinya. Direktur Operasional Lion Air, Wisnu, jadi pihak yang menyerahkannya ke Bambang.
Sejak hari pertama, Bambang telah menunggu proses identiÂfikasi anaknya. Wajahnya terlihat lelah. Sambil beberapa kali menÂgusap air matanya, Bambang juga menerima surat hasil identifikasi kematian putri tercintanya.
Saat diserahkan kepada keÂluarga, jenazah Jannatun telah dibungkus peti berwarna hitam. Di peti tersebut, terdapat kertas putih bertuliskan nama lengkapÂnya, "JANNATUN CYNTIADEWI", lengkap dengan beÂberapa nomor kode lainnya.
Usai diterima keluarga, jenazahdimasukkan ke dalam ambulans. Jenazah kemudian diberangkatkan menuju kamÂpung halamannya di Sidoarjo pada Kamis pagi (1/11) untuk segera dimakamkan.
Kematian Jannatun menyisakan kepedihan mendalam bagi keluarganya. Bambang bercerita, putrinya sakit sebelum menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610. Dia bilang, sebelum ke Pangkal Pinang, anaknya yang bekerja sebagai pegawai Kementerian ESDM, lebih dulu dinas di Bali.
"Satu minggu sebelumnya, anak saya sempat pamit dinaske Bali. Disampaikan ke ibuÂnya, setelah dari Bali langÂsung ke Pangkal Pinang," jelas Bambang.
Saat dinas di Bali, katanya lagi, Jannatun menyampaikan kabar ke ibunya sempat merasaÂkan sakit pada bagian tubuhnya, sebelum ke Jakarta. "Di Bali dua hari, Kamis (25/10) dan Jumat (26/10). Di sana anak saya sakit," terangnya.
Setelah dari Bali, tambah Bambang, Jannatun melanjutkan perjalanan dinas ke Pangkal Pinang. Namun, ibunda Jannatun beranggapan bahwa perjalan diÂnas ke Pangkal Pinang akan dilakukan satu minggu kemudian setelah dari Bali.
"Dipikir ibunya ke Pangkal Pinang seminggu kemudian. Biasanya pamit lagi," tambahnya.
Saat sang ibu menunggu kabar dari anaknya, ternyata Bambang mendapatkan kabar duka dari Kementerian ESDM melalui telepon genggamnya pada Senin siang (29/10).
"Jam setengah 11, saya mendapatkan kabar perihal musibah yang dialami anak saya. Saya sampaikan ke ibunya, dia langÂsung pingsan," jelasnya.
Sidik jari dan cincin yang dipakai Jannatun turut membantu proses identifikasi, yakni dalam satu kantong, nomor register 00 Lion Tanjung Priok/0010/436 X 2018 yang ditemukan di antara body part atau bagian tubuh dalam kantong itu. Demikian Kepala Pusat Inafis Bareskrim Polri Brigjen Hudi Suryanto di RS Polri.
Lebih lanjut, kata dia, di dalamkantong terdapat tangan kanan dengan lima jari yang masih lengkap. Kemudian, itu menyambung dengan bagian tubuh dada bagian atas sampai ke ke perut.
"Itu menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan," jelasnya.
Atas temuan ini, lanjut Hudi, maka jenazah itu lebih mudah diidentifikasi. Selain itu, proses identifikasi juga terbukti berÂdasarkan hasil rekam sidik jari e-KTP yang menyatakan, bahwa itu benar milik Jannatun.
Selain itu, dari data antemorÂtem yang dilaporkan keluarga korban, tercatat Jannatun mengÂgunakan cincin emas di jari tengah.
"Sehingga, sesuai dengan kondisi bagian tubuh jenazah, maka RS Polri dapat mengiÂdentifikasinya sebagai Jannatun Cintya Dewi yang berasal dari Sidoarjo dan berusia 24 tahun," ucap Hudi.
Ratusan Keluarga Korban Tunggu Identifikasi Jenazah
Beberapa ratus meter dari tempat penyerahan jenazah di Instalasi Kedokteran Forensik RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, ratusan keluarga maupun kerabat korban pesawat Lion Air JT-610 masih menunggu proses identifikasi. Mereka menunggu di posko yang berada di depan Gedung Promoter RS Polri.
Di dalam gedung itu terdapat layar televisi, makanan ringan dan minuman gratis untuk keluarga korban. Selain itu, terdapat sejumlah pos kecil dari instansi terkait, termasuk tempat pendampingan psikologi yang dilakukan pihak kepolisian.
Umumnya, para keluarga maupun kerabat korban duduk di kursi posko itu sambil melihat televisi yang menayangkan berÂita-berita tentang jatuhnya peÂsawat Lion Air JT-610. Mereka ingin melihat perkembangan informasi tentang jatuhnya peÂsawat tersebut.
Mereka berada di posko itu menantikan kabar terbaru tenÂtang jenazah korban, mengingat proses identifikasi hingga kini masih dilakukan. Mereka berÂharap, agar anggota keluarganya bisa segera ditemukan. Dengan begitu, mereka bisa membawa jenazah anggota keluarganya untuk segera dimakamkan. Jika anggota keluarganya memang sudah meninggal.
Dalam situasi itu, para keluargakorban wajahnya tampakmerasakan kesedihan mendalam, karena kehilangan anggota keluÂarganya. Namun, mereka masih berusaha tabah menghadapinya.
Sementara itu, pendiri maskapai penerbangan Lion Air, Rusdi Kirana mengatakan, keluargakorban pesawat jatuh akan diberikan uang di luar kompensasi. Uang tersebut bisa digunakan untuk berbagai kebutuhanmereka seÂlama menunggu proses evakuasi dan identifikasi korban.
"Mulai besok kita akan berikanuang Rp 5 juta untuk biaya hidup mereka di sini," ujar Rusdi, Selasa (30/10).
Selain itu, kata Rusdi, pihak Lion Air akan memberikan uang sebesar Rp 25 juta untuk keÂluarga korban yang jenazahnya sudah ditemukan.
Rusdi mengatakan, uang terseÂbut untuk biaya pemakaman jenazah. "Ini semua di luar klaim asuransi kita. Kita memahami mereka di sini memiliki kebutuÂhan. Itu yang terbaik yang bisa saya lakukan," ujarnya.
Di luar uang tersebut, Rusdi mengatakan, pihak Lion Air membiayai segala kebutuhan keluarga korban, mulai dari hotel dan makanan. Selain itu, 120 staf Lion Air mendampingi keluarga korban setiap harinya.
"Kita ada psikiater yang kerÂjasama dengan universitas, kalau ada yang beban, itu bisa konsul," ucap Rusdi.
Latar Belakang
Dari 56 Kantong 1 TeridentifikasiHingga kemarin, atau empat hari masa pencarian korban peÂsawat Lion Air JT-610, sebanÂyak 56 kantong sudah dibawa ke RS Polri, Jakarta Timur. Jumlah tersebut berdasarkan keterangan Kepala RS Polri Kombes Musyafak. "Dari Rabu sore (31/10) sampai Kamis paÂgi, bertambah delapan kantong jenazah. Jadi, total 56 kantong jenazahditerimaRS Polri," ujar Musyafak, kemarin.
Adapun hingga hari keempat pasca kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP, RS Polri baru mengidentifikasi satu jenazah. Jenazah atas nama Jannatun Cintya Dewi (24) asal Sidoarjo, Dusun Rumpon, RT01/01, Sukodono, Jawa Timur.
Musyafak menjelaskan, proses identifikasi masih berlanjut yang dilakukan oleh tim DVI RS Polri. Mereka dibantu sejumlah dokter forensik dari TNI dan perguruan tinggi negeri.
Namun, proses identifikasi DNAmenjadi proses yang cukÂup memakan waktu. Akibatnya, hingga kemarin jumlah jenazah yang teridentifikasi baru satu.
"Hasil pemeriksaan setiaphari, apakah ada yang teridentifikasi atau tidak. Tidak menutup kemungkinan ada perkembangan, tetapi kita menunggu hasil DNA, barangkali kalau ada data baru," ujar Musyafak.
Di sisi lain, proses pencarian kotak hitam pesawat tersebut membuahkan hasil. Lokasi awal penemuan black box tersebut, terdeteksi multi beam sonar.
Kemudian dilanjutkan dengan penurunan alat ROV dan setelah dianalisa lebih lanjut, baru diyakini benda tersebut adalah black box. Dansatgas SAR TNI AL Kolonel Laut Isswarto menuturkan, sejumlah personel TNI AL diterjunkan unÂtuk mengevakuasi kotak hitam.
Setelah satu setengah jam, kotak hitam yang terdiri dari flight data recorder (FDR) itu berhasil diangkat ke atas kapal Baruna Jaya. "Kotak hitam ini kami angkat tercampur dengan banyaknya serpihan puing pesawat di dasar laut," ucap Isswarto.
Kata Isswarto, kotak hitam tersebut diangkat dari kedalaÂman 25 meter hingga 32 meter. Kondisi di dasar laut yang berlumpur, mengharuskan kotak hitam segera dievakuasi agar tidak tertimbun lumpur semakin dalam. ***