Para lurah tidak perlu iri lagi dengan desa. Pemerintah Pusat berencana mengucurkan dana kelurahan sebesar Rp 3 triliun pada 2019. Namun, kebijakan tersebut masih terganjal payung hukum yang belum ada.
Kamis (25/10) siang, suaÂsana di Kelurahan Pondok Petir, Bojongsari, Depok, Jawa Barat sedang ramai. Beberapa orang berdiskusi santai di ruang tungÂgu Kantor Kelurahan yang tidak terlalu lebar itu.
Para warga sibuk membahas pembangunan infrastruktur di kelurahan yang berada di kawasan pinggiran Jakarta ini. Salah seorang warga sempat mengusulkan pelebaran infrastruktur di sepanjang Jalan Surya Kencana, Pondok Petir, Depok yang cukup sempit itu.
"Kami sedang memasukkan usulan pembangunan pelebaran jalan dari masyarakat," ujar Anwar Nasihin, Lurah Pondok Petir, Depok, kepada Rakyat Merdeka.
Di ruang kerja Lurah beberapa dokumen menumpuk di atas meja. Dokumen yang dibungkus map warna-warni itu isinya bermacam-macam, mulaidari progres pembangunan inÂfrastruktur di kelurahan yang berbatasan dengan Kota Tangsel ini, hingga berbagai usulan pembangunan infrastruktur di Kelurahan Pondok Petir yang berasal dari tingkat bawah atau Rukun Tetangga (RT).
Usulan-usulan tersebut keÂmudian dipilah-pilah berdasarÂkan kebutuhan yang nantinya akan dibawa ke Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di tingkat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Depok.
"Musrenbang dilakukan setaÂhun sekali. Setiap pembangunan pasti dari usulan warga di tingkat RT," ujar Anwar kembali.
Anwar mengatakan, prinsip pembangunan di seluruh keluraÂhan di Kota Depok, termasuk di Kelurahan Pondok Petir mengÂgunakan prinsip Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tingkat kecamatan. Di mana seluruh alokasi pembangunan di tingÂkat kelurahan ditentukan oleh kecamatan.
"Kelurahan tidak bisa mengÂatur pembangunan secara mandiÂri. Kalau desa bisa," ujarnya.
Namun, lanjut Anwar, kelurahan berhak mengusulkan pemÂbangunan infrastruktur yang nantinya akan dibahas dalam Musrenbang setahun sekali. Setiap tahun ada sekitar 40 item proyek infrastruktur yang diusulkan.
"Yang penting, kami hanya mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 2 miliar setiap taÂhun," ucapnya.
Jumlah tersebut, ujar Anwar, sudah termasuk untuk operaÂsional kelurahan, kesehatan, pendidikan hingga pembangunan infrastruktur. "Alhamdulillah, selama ini dana tersebut cukup," ucapnya.
Kendati demikian, menurutÂnya, setiap kelurahan juga bisa mendapat dana pembangunan lebih besar dari kouta yang telah ditetapkan bila kebutuhan untuk proyek yang dianggarkan memang besar.
"Tapi, biasanya akan disurvei dulu oleh dinas terkait. Bila suÂdah oke, akan langsung digarap sesuai dengan anggaran yang dibutuhkan," jelasnya.
Terkait dana kelurahan, Anwar mengaku baru mendengar melalui media dan belum ada petunjuklangsung dari atasanÂnya. Namun, bila anggaran tersebut betul diberikan pemerintah,tentu sangat membantu pembangunan infrastruktur di tingkat kelurahan.
"Kalau memang ada bantuan, kami bersyukur sekali sehingga infrastruktur di kelurahan akan semakin baik," harap dia.
Senada, Kelurahan Pamulang Timur, Pamulang, Tangerang Selatan (Tangsel) juga tidak mengelola uang secara mandiri. "Kami OPDnya di tingkat kecaÂmatan. Jadi kami mengusulkan pembangunan dulu baru anggaran turun," ujar Suhanda, Kepala Seksi (Kasi) Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan Pamulang Timur, Tangsel kepada Rakyat Merdeka.
Menurut Suhanda, seluruhkebutuhan pembangunan inÂfrastruktur di Kelurahan Pamulang Timur harus diusulkan terÂlebih dahulu dari tingkat RT dan RW. Setelah itu, usulan tersebut akan di bawa ke Musrenbang di Bappeda Tangsel yang dilakukan setahun sekali.
"Usulan tahun ini digarap tahundepan. Yang penting, kuota pembangunan tidak lebih dari Rp 3 miliar setiap tahun," ucapnya.
Namun demikian, tambah Suhanda, pihak kelurahan masih bisa mengajukan proyek pemÂbangunan melebihi kuota yang telah ditetapkan, asalkan meÂmang infrastruktur tersebut sangat dibutuhkan masyarakat. Seperti, pelebaran Kali Setia Budi dan pelebaran Jalan Provinsi Setia Budi yang menghabiskananggaran lebih dari Rp 5 miliar.
"Biasanya proyek tersebut langsung ditangani Pemprov Banten," ujarnya.
Terkait dana kelurahan, Suhanda mendukung kebijakan tersebut karena memang sangat membantu pembangunan inÂfrastruktur di tingkat kelurahan. Masalahnya, kata dia, saat ini adalah payung hukum kebijakan tersebut masih belum ada sehingga akan menyulitkan dalam pelaksanaannya.
"Kalau dana desa kan sudah ada aturannya, sehingga penggunaan anggaran sudah diatur secara rinci," katanya.
Kenapa Desa Dapat, Kelurahan Tidak
Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Airin Rachmi Diany mengaÂtakan, usulan dana kelurahan sudah disampaikan sejak tiga tahun lalu setelah program dana desa dikucurkan pemerintah.
Ide tersebut, kata dia, merupaÂkan usulan dari para lurah untuk menyejahterakan masyarakatÂnya. "Jadi, warga bertanya, kenapa desa dapat, kelurahan engÂgak dapat. Ini disampaikan para lurah ke kami. Padahal, kompleksitas permasalahan desa dan kelurahan sama," ujar Airin.
Padahal, Airin menganggap tidak ada perbedaan masalah antara perkotaan dengan desa. Masalah-masalah seperti inÂfrastruktur, sumber daya manuÂsia, hingga kemiskinan juga ada di perkotaan.
"Kalau tidak ditangani, akan timbul kriminalitas," kata dia.
Airin mengatakan, dana kelurahan bisa juga digunakan untuk memperbaiki infrastruktur jalan di perkotaan yang sebagian besar merupakan jalan nasional.
"Wilayah kota-kota itu banyak jalan nasional ataupun jalan provinsi, yang terkadang karÂena penanganannya terlambat jalannya menjadi rusak. Yang dikomplain para wali kota," keluhnya
Jika hanya ada Dana Desa, Airin mengatakan, pembangunan di daerah tidak akan merata karena kelurahan tidak mendaÂpat hal yang sama dengan yang didapat di desa. Apalagi, lebih dari 50 persen penduduk Indonesia ada di kota.
"Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) juga mesti ditingÂkatkan, karena persaingan ada di perkotaan. Juga untuk menguÂrangi pengangguran," ucap Wali Kota Tangerang Selatan ini.
Meski selama ini kelurahan mendapatkan alokasi dana dari APBD, Airin mengakui jumÂlahnya belum bisa mengatasi permasalahan di perkotaan. Sehingga, keberadaan dana kelurahan diharapkan bisa menÂjadi wujud keadilan pemerintah. "Tentu kami berharap 2019 tetap diluncurkan," ujarnya.
Airin mengaku tidak memperÂmasalahkan besaran dana keluÂrahan, meskipun nantinya lebih kecil dari dana desa. Baginya, keadilan adalah yang paling penting dibandingkan nominal dari dana kelurahan yang dikucurkan Pemerintah Pusat.
Terkait dengan 5 kota di DKI, Airin belum mengetahui apakah masuk dalam penerima dana kelurahan atau tidak. Sebab, DKI memiliki landasan undang-undang yang berbeda dengan kota lainnya.
"“Apakah dapat atau tidak, saya belum tahu. Kalau DKIkan Daerah Khusus Ibu Kota," pungkasnya.
Latar Belakang
Setiap Kelurahan Dikasih Rp 357 Juta Per Tahun Presiden JokoWidodo mengÂgagas dana kelurahan sebesar Rp 3 triliun.
Dana tersebut diambil dari posdana desa yang sebesar Rp 73 triliun. Munculnya Dana Kelurahan berasal dari usulan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) keÂpada Presiden Jokowi dalam perÂtemuan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Juli 2018. Dengan anggaran sebesar itu, setiap kelurahan akan mendapÂatkan dana sebanyak Rp 357 juta setiap tahun.
Namun, anggaran yang sudah dialokasikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 ini, belum memiliki payung hukum yang jelas.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) Eko Subowo mengaÂtakan, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 137 Tahun 2017 tentangKode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Seluruh Indonesia, jumlah kelurahan saat ini sebanyak 8.479.
"Di Jakarta ada 267 kelurahan, dan di luar Jakarta ada 8.212 kelurahan," jelas Eko.
Menurut Eko, tidak ada ketenÂtuan perundang-undangan yang dilanggar terkait dana kelurahan. Saat ini, kata dia, dana keluraÂhan masih dibahas pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemkeu) dan DPR.
"Jika disetujui masuk APBN, tidak ada undang-undang yang dilanggar," tegasnya.
Ia menjelaskan, program tersebut telah cukup lama didiskusikan pemerintah dan pihak terkait. Seperti, Apeksi, Presiden, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, payung hukum untuk dana kelurahan masih dibahas di Direktorat Jenderal Perimbangan Kemenkeu.
"Kita akan meihat baik aturan, regulasi dan mekanisme, sistemÂnya, alokasi dan dasarnya," ujar Mardiasmo.
Mardiasmo menambahkan, prinsipnya dana kelurahan ini memiliki konsep dan tujuan serupa dengan dana desa yang sudah dijalankan sejak awal peÂmerintahan Jokowi-JK. Bahkan, anggarannya pun diambil dari dana desa. Dana desa yang jumlahnya Rp 73 triliun pada 2019, sebanyak Rp 3 triliun dipotong dan dialihkan untuk dana kelurahan.
Masalahnya, kata dia, selama ini dana desa bisa dijalankan lewat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sementara untuk kelurahan, belum ada undang-undang yang mengatur.
"Idenya bapak Presiden, dana kelurahan ini akan kita coba, baru kita rapatkan semuanya agar menyeluruh," ujarnya.
Menurut Mardiasmo, ada dua opsi payung hukum yang tengah dibahas. Pertama, membuat undang-undang tentang dana kelurahan. Namun, cara ini akan memakan waktu yang lama dan harus dibahas bersama DPR.
"Kalau padanannya adalah Undang-Undang Desa, yaitu Undang-undang Kelurahan, itu tidak mudah," tandasnya.
Opsi kedua adalah melalui pembuatan atau revisi peraturan pemerintah (PP). Cara ini bisa lebih cepat karena pemerintah tak harus membahasnya bersama DPR. Namun, saat ditanya PP apa yang akan direvisi, Dia juga belum bisa menjawab.
"Kita mencoba dari PP yang ada," katanya.
Terpisah, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika mengatakan, pemerinÂtah tengah menyempurnakan payung hukum penyaluran dana tersebut. Jika aturan definitif suÂdah rampung, penyaluran dapat dilakukan pada 2019.
"Sekarang pemerintah dan DPR sedang melakukan proses untuk membangun skema peÂnyaluran dana kelurahan. Kalau itu sudah selesai dan ada aturan yang definitif, pemerintah tahun depan bisa salurkan dana keluÂrahan dengan aturan yang lebih jelas," ujar Erani.
Erani mengatakan, aturan baru akan mencakup mekanisme sistem penyaluran dana, sistem pemanfaatan dan skema pengaÂwasan dana. Pemerintah secara detil akan mengatur agar dana keÂlurahan dapat diserap maksimal seperti dana desa. ***