Jembatan Ponulele atau Jembatan Kuning, Palu, Sulawesi Tengah yang hancur akibat gempa dan tsunami mulai dibersihkan. Jembatan sepanjang 250 meter yang menghubungkan Jalan Cumi-cumi, Palu Barat dan Raja Moili, Palu Timur akan bersih dalam dua pekan ke depan.
Sebelum proses pembersihan dilakukan, beberapa pekerja mengecek struktur jembatan yang ambruk terlebih dahulu. Setelah dicek dan dirasa aman, beberapa alat berat diturunkan ke lokasi.
Kemudian, tiga bekhoe memÂbersihkan puing-puing yang berÂserakan di sisi barat jembatan. Puing–puing berbagai ukuran itu kemudian dipinggirkan di sudut lapangan. Selanjutnya, beberapa truk besar membawa puing-puing tersebut ke tempat lain.
"Proses pembersihan puingsudah dilakukan sejak Jumat (19/10)," ujar Donny Simorangkir, komandan lapangan pembersihan Jembatan Ponulele dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) kepada Rakyat Merdeka.
Setelah puing-puing di pinggirjembatan bersih, puluhan pekerjayang mengenakan seragam lengkap dengan sepatu boot danhelm lapangan, bergegas menuju tiang-tiang jembatan yang amÂbruk. Jembatan yang sebelumnya menjadi kebanggaanmasyarakat Palu itu, lantas dipotong-potong menjadi bagian kecil sepanjang dua meter agar mudah diangkut menggunakan truk.
Langkah tersebut dilakukan karena rangka jembatan berÂdiameter sekitar empat meter ini, masih teronggok di tengah-tengah teluk. Sehingga, sulit dipindahkan bila tidak dipotong-potong menjadi bagian kecil.
"Proses pembersihan rangka jembatan paling cepat dua minÂggu," prediksi Donny.
Runtuhan jembatan yang ambrukakibat gempa berkekuatan 7,4 skala richter (SR) itu, cukup mengganggu aliran sungai di Teluk Talise. Air sungai yang menuju ke laut Palu itu, tidak bisamengalir deras karena terÂhambat besi jembatan yang menutupi sebagai besar sungai ini.
Tidak hanya itu, beton seleÂbar enam meter juga ikut menutupijalan air. "Proses pemotongan tergantung aliran sungai. Kalau air pasang dan angin berhembus kencang, pekerjaan dihentikan sementara. Kalau kondisi tenang, baru dilanjutkan," ujar Donny.
Di sekitar lokasi pembersihan jembatan, angin berhembus cuÂkup kencang. Beberapa pekerja memilih duduk di sisi jembatan sembari menunggu hembusan angin mereda. Setelah menunggu sekitar satu jam, puluhan pekerja yang dilengkapi tabung-tabung berukuran besar dan alat las itu, kembali memotong bongkahan jembatan berukuran besar.
"Pembersihan jembatan hanya dilakukan pagi hingga sore hari untuk keselamatan pekerja," ujar Donny.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama, Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengatakan, proses pembongkaran dan pengangkatan Jembatan Ponulele dilakukan Tim Siaga Bencana ESDM bersama Tim dari Adibrantas sejak Jumat (19/10). "Crane berkekuatan 60 ton dari Bayan Resources sudah memasuki hari keempat dalam mengangkat dan memindahÂkan jembatan kuning yang terÂdampak bencana 28 September lalu," ujar Agung.
Menurut Agung, proses pengangkatan besi Jembatan Ponulele dilakukan Tim Siaga Bencana ESDM menggunakan Crane berkekuatan 60 ton, Zoomlion. "Ada sebanyak 107 orang tim rescue yang dilibatkan dalam proses pembersihan jemÂbatan tersebut," ucap dia.
Selain menggunakan crane, lanjutnya, Tim Siaga ESDM juga dibantu alat berupa rock breaker untuk mempercepat membongkar pondasi jembatan tersebut.
"Crane itu setiap hari bekerjamemindahkan potongan Jembatan Ponulele ke tempat yang aman, kemudian bertahap dibaÂwa ke tempat lain menggunakan truk," ujarnya.
Agung menambahkan, renÂcananya, proses pengangkatan Jembatan Ponulele juga akan dibantu menggunakan Crane berkekuatan 180 ton, Kobelco untuk pengangkatan bagian tengah. "Tapi masih menungÂgu kesediaan jangkar sandar kapal di wilayah Teluk Talise," ucapnya.
Lokasi Jembatan Baru Masih Dalam Kajian Direktur Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Iwan Zarkasi mengatakan, pihaknya tengah mengkaji sejumlah desain dan konsep pembangunan yang paling ideal agar Jembatan Ponulele bisa dibangun kembali.
Kementerian PUPR, kata dia, akan menitikberatkan pada kajian terhadap kondisi tanah di lokasi jembatan yang ambruk tersebut, apakah masih memungÂkinkan untuk dibangun di tempat yang sama dengan memperhatiÂkan potensi geologis tanah.
"Akan direkonstruksi, tetapi kami masih mengkaji kondisi tanahnya untuk dibangun kembali sebaiknya seperti apa," ujar Iwan.
Iwan menjelaskan, Jembatan Ponulele merupakan jembatan lengkung sepanjang 250 meter yang membentang di atas Teluk Talise dan mulai beroperasi pada 2006. "Nilai investasi jembatan yang ambruk tersebut mencaÂpai Rp 60 miliar, berasal dari anggaranpemerintah kota setÂempat," ucapnya.
Saat ini, Iwan mengaku belum bisa memperkirakan biaya pembangunan jembatan Ponulele yangbaru karena kajian masih dilakukan.
Menurut Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Sugiyartanto, kajian mengenai struktur tengah jembatan diinÂtensifkan oleh kementeriannya untuk mengetahui kekuatan fonÂdasi dan geologis tanah setelah bencana alam tersebut.
"Dalam diskusi awal, ada opsi untuk membuat jembatan gantung yang hanya bisa dilewati manusia sebagai monumen unÂtuk mengenang jembatan terseÂbut," ujar Sugiyartanto.
Menurut Sugiyartanto, pembangunan jembatan permanen bisa dilakukan pada 250 meter menuju ke arah hulu, sehingga dapat meminimalisir potensi pergeseran fondasi dan struktur tanah. Dengan demikian, pembangunan jembatan baru, dinilai lebih aman.
"Jembatan itu nantinya akan tetap pertahankan keindahannya, tetapi mungkin tidak dilewati kendaraan. Kalau dibangun sepÂerti jembatan lama, harus memÂpertimbangkan anggaran dan takut risiko lagi," tuturnya.
Kendati demikian, Sugiyartanto menambahkan, pihaknya akan mengomunikasikan hal tersebut dengan pemerintah kota setempat terlebih dahulu, sembari mengkaji desain rekonstruksi jembatan. "Karena ini aset mereka," tandasnya. ***