Berita

Foto/Net

On The Spot

Permukiman Balaroa Disiram Disinfektan Dari Helikopter

Jadi Pemakaman Massal Setelah Amblas
SELASA, 23 OKTOBER 2018 | 10:33 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Permukiman Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah luluh lantak, amblas akibat likuifaksi. Permukiman padat penduduk itu diputuskan untuk ditimbun dan ditetapkan sebagai pemakaman massal.

Tiga pekan setelah bencana gempa dan tsunami, permuki­man Balaroa akhirnya di-water bombing menggunakan material disinfektan.

Penyemprotan cairan yang dilakukan di areal seluas 47,8 hektare ini, merupakan bagian dari kegiatan tanggap darurat. Tujuannya untuk membunuh kuman dan bakteri, serta mengantisipasi penyakit diare dan kolera sebagai dampak korban yang masih banyak tertimbun di reruntuhan bangunan.


Banyaknya korban yang tidak berhasil diselamatkan, mengaki­batkan penyakit mulai menjang­kiti para pengungsi tidak jauh dari lokasi bencana.

Untuk mengatasi masalah itu, Kamis (18/9) pagi, satu unit helikopter MI-8 berkeliling melakukan water bombing di wilayah terdampak likuifaksi seperti Petobo, Balaroa, dan Jono Oge selama enam jam.

Penanganan seluruh wilayah terdampak likuifaksi tidak hanya melalui pengemboman udara, tetapi juga penyemprotan di darat pada wilayah yang dapat dijang­kau. "Penyemprotan ini untuk pengendalian penyakit menular yang bisa memicu wabah munt­aber," kata Ketua Tim Kesehatan Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad) Kolonel CKM Ahmad Zumaro di Palu akhir pekan lalu.

Zumaro menyatakan, efek cairan disinfektan yang disem­protkan ke wilayah terdampak likuifaksi, tidak berbahaya bagi manusia. Sebab, cairan tersebut hanya untuk membunuh kuman, bakteri serta penyakit diare, kolera, malaria dan demam berdarah. "Jadi, tidak berbahaya bagi masyarakat yang berada dalam rumah atau dalam tenda pengungsian," ucapnya.

Permukiman Balaroa yang awalnya seluas 238 hektare luluh lantak terkena likuifaksi. Ribuan rumah amblas ke tanah sedalam lima meter. Sebagian lagi mun­cul di atas permukaan tanah hingga dua meter. Nyaris tidak ada satu pun rumah yang selamat akibat gempa berkekuatan 7,4 skala richter itu. Mayoritas ban­gunan rumah hanya menyisakan atap dari seng. Bagian lantai dan bangunan sudah ambles ke dalam tanah.

Kondisi jalan raya juga sudah tidak berbentuk lagi. Aspal men­gelupas dan terbelah, bercam­pur dengan tanah liat. Banyak kendaraan roda empat dan dua berserakan di areal permuki­man yang sudah tidak layak huni ini.

Beberapa orang yang kehilan­gan rumahnya hanya bisa me­mandangi dari kejauhan, sembari meratap pilu. "Rumah saya ada di tengah-tengah. Seluruhnya am­blas ke dalam tanah," ucap Selvi sambil menunjuk lokasi rumahnya yang sudah rata tanah.

Sebelum ada gempa, Selvi mengenang bahwa permukiman ini padat penduduk. Bahkan, nyaris tidak ada lahan kosong. "Setelah gempa banyak keluarga yang hilang," ujar wanita 35 tahun ini sambil menyeka air matanya.

Selvi menambahkan, sebelum menjadi Perumnas Balaroa, la­han ini seluruhnya adalah sawah, kebun sagu dan rawa-rawa. Karena itu, banyak penduduk yang mengajak anak-anaknya membuat sagu mulai siang sam­pai sore. "Mata air juga mudah ditemui di lahan ini," kenang­nya.

Namun, sejak Perumnas Balaroa berdiri, kata wanita berjilbab ini, kampung terse­but berubah total. Lahan yang awalnya berupa persawahan dan perkebunan, menjadi perkam­pungan padat penduduk. ‘Ada sekitar 900 kepala keluarga yang berada di kampung ini,” sebut dia.

Setelah gempa terjadi, menu­rut Selvi, Kampung Balaroa kembali seperti dulu sewaktu ia kanak-kanak. Lahannya kosong tanpa satu bangunan pun berdiri. "Lebih dari separuh warga hilang dan belum ditemukan hingga saat ini," tutupnya.

Penyakit Kejiwaan Mulai Muncul

Menurut Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan Ahmad Yurianto, cara terbaik untuk me­makamkan jenazah yang belum ditemukan lebih dari sepekan, seperti di permukiman Balaroa, adalah dikubur di tempat mereka meninggal.

"Itu bentuk penghormatan terhadap jenazah. Penggalian jenazah juga sangat berisiko ter­hadap penyebaran dan penularan bakteri-bakteri berbahaya bagi kesehatan lingkungan sekitar," ujar Yurianto.

Kata dia, pemerintah setem­pat akan menutup lokasi terse­but dan menjadikan kawasan terbuka hijau. "Dua monumen juga akan dibangun di atas tanah tersebut," ujarnya.

Yurianto mengatakan, saat ini mulai muncul kasus penyakit di pengungsian. Hal ini dipicu keterbatasan sanitasi, air dan makanan. Penyakit gangguan pencernaan muncul seperti kasus diare, dan sanitasi menjadi fak­tor terbesar.

"Lokasi pengungsian yang tidak layak, MCK tidak sehat, kebutuhan air bersih kurang. Ini basisnya," tandas dia.

Bahkan, lanjutnya, penyakit kejiwaan juga mulai muncul. Salah satunya, orang yang sudah tidak mengenali keluarganya. "Makanya, psikoterapi juga kita lakukan," ucap Yurianto.

Ia menambahkan, pemban­gunan MCK berada di bawah kewenangan sarana prasarana yang dipimpin Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sedangkan pen­gelolaan pengungsi dipimpin Kementerian Sosial, sehingga harus ada kerja sama agar pen­gungsi sehat. "Tidak bisa dik­erjakan satu sektor saja," pungkasnya. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya