Berita

Johannes Kotjo/Net

X-Files

KPK Telusuri Peran Idrus Dalam Amandemen Kontrak

Kasus Suap Proyek PLTU Riau 1
SENIN, 15 OKTOBER 2018 | 09:52 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri peran Idrus Marham dalam kasus suap proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Mulut Tambang Riau 1.

Direktur Utama PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara kembali di­panggil. "Saksi diperiksa un­tuk melengkapi berkas perkara tersangka IM (Idrus Marham)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.

Sebelumnya, Iwan bolak-balik dipanggil untuk perkara tersangka Eni Maulani Saragih, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR; dan Johannes B Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources.

Pemeriksaan terhadap Iwan berkaitan dengan sejumlah per­temuan membahas amandemen perjanjian proyek PLTU Riau 1.

Idrus memerintahkan Eni agar terus mengawal Blackgold. Eni lalu menemui Dirut PLN Sofyan Basyir untuk menanyakan soal belum ditandatangani perjanjian pembelian listrik (power pur­chase agreement/PPA).

PPA merupakan kelanjutan dari kontrak induk (head agree­ment) konsorsium proyek yang telah diteken pada September 2017. Iwan salah satu pihak yang menandatanganinya.

Eni mendampingi Kotjo me­nyampaikan keberatanatas masa pengendalian 15 tahun setelah pembangkit beroperasi. Blackgold dan China Huadian Engineering Corporation (CHEC) ingin masa pengendalian20 tahun.

Tak tercapai titik temu, penan­datanganan PPA pun terkatung-katung. Kotjo akhirnya meneri­ma masa pengendalian 15 tahun. Ia akan membujuk CHEC agar juga bisa menerimanya.

Pada 7 Juni 2018 akhirnya di­lakukan amandemen perjanjian konsorsium. Amandemen ditan­datangani PT PJB Indonesia (anak usaha PT PJB), CHEC dan Blackgold.

Atas jasa Eni dan Idrus, Kotjo akan memberikan fee 2,5 persen dari nilai kesepakatan proyek 900 juta dolar Amerika Serikat.

Iwan berdalih tak tahu ada fee atas keberhasilan proyek ini. "Saya baru tahu ada fee proyek belakangan. Setelah ada penang­kapan oleh KPK," katanya.

Bantahan Iwan tak mempengaruhi penyidikan kasus ini. "Apapun keterangan saksi men­jadi tanggung jawab hukum yang bersangkutan," ujar Febri.

KPK akhirnya membongkar praktik rasuah proyek PLTU Riau 1. Eni dan Kotjo ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Eni diduga menerima uang dari Kotjo mencapai Rp 4,8 miliar secara bertahap.

Eni dan Kotjo dicokok saat pe­nyerahan uang keempat: Rp 500 juta. Sebelumnya, Eni telah menerima Rp 2 miliar, Rp 2 miliar dan Rp 300 juta.

Basaria membeberkan pembe­rian uang itu merupakan bagian komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diterima Eni dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.

Eni dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan Kotjo Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat huruf b atau Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Perkara Kotjo sudah dis­idangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kilas Balik
Eni Minta Rp 10 M Untuk Pilkada
Mantan Ketua DPR Setya Novanto dan Dirut PT PLN Sofyan Basir disebut ikut mem­bantu Johannes B Kotjo menda­patkan proyek pembangunan PLTU Riau-1.

Kotjo adalah pemegang saham PT Blackgold Natural Resources (BNR). Untuk mendapatkan proyek itu, Kotjo menyuap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham Rp 4,75 miliar.

"Dengan maksud supaya pe­gawai negeri atau penyeleng­gara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," Jaksa KPK Ronald Ferdinand Worotikan membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 4 Oktober 2018.

Awalnya sekitar tahun 2016 Kotjo menemui Setnov di ruang kerjanya agar dibantu dipertemukan dengan pihak PT PLN. Atas permintaan itu, Setnov mengenalkan Kotjo dengan Eni.

Setnov memerintahkan Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek. "Untuk itu terdakwa (Kotjo) akan memberikan fee yang kemudian disanggupi Eni," sebut jaksa.

Eni mengundang Sofyan Basir yang ditemani Supangkat Iwan Santoso (Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN) menemui Setnov di rumahnya.

Dalam pertemuan itu, Setnov meminta proyek PLTGU Jawa III. Namun, kata Sofyan, proyek itu sudah ada penggarapnya. Sofyan menawarkan proyek PLTU MT Riau 1.

Eni lalu mengenalkan Kotjo kepada Sofyan. Kata Eni, Kotjo pengusaha tambang yang ter­tarik menjadi investor proyek PLTU Riau1. Sofyan meminta penawaran diserahkan dan dikor­dinasikan dengan Supangkat Iwan Santoso.

Kotjo bersama Eni kembali bertemu Sofyan di Lounge BRI. Dalam pertemuan itu, Kotjo memastikan Sofyan bersedia membantunya mendapatkan proyek 1.

"Sofyan Basir menyampaikan bahwa terdakwa akan mendap­atkan proyek PLTU MT Riau 1 dengan skema penunjukan langsung, tetapi PT Pembangkit Jawa Bali harus memiliki saham perusahaan konsorsium minimal 51 persen," beber jaksa.

Jika mendapatkan proyek tersebut, Kotjo akan menggan­deng China Huadian Engineering Corporation (CHEC) seba­gai pemodal. Sementara PT Samantaka Batubara (anak usaha Blackgold) menjadi pe­masok batubara.

Kotjo bakal mendapat fee 2,5 persen dari perkiraan nilai proyek 900 juta dolar AS. Jumlahnya sekitar 25 juta dolar AS. Uang itu tak dimakan sendiri. Kotjo bakal membagi-bagikan kepada pihak terkait.

Belakangan, Setnov ditahan KPK. Eni menyampaikan progres proyek kepada Idrus Marham sebagai Plt Ketua Umum Partai Golkar.

Eni meminta bantuan Idrus untuk menagih fee kepada Kotjo. Duit Rp 4 miliar dikucurkan da­lam dua tahap.

Eni meminta uang lagi. Kali ini Rp 10 miliar untuk dana kampanye suaminya yang men­jadi calon Bupati Temanggung. Kotjo menolak memberikan.

Idrus turun tangan dengan mengirimkan pesan WhatsApp kepada Kotjo. Isi pesannya, "Maaf bang, dinda butuh bantuan untuk kemenangan Bang, sangat berharga bantuan Bang Koco.. Tks sebelumnya." Akhirnya Kotjo memberikan Rp 250 juta kepada Eni. ***

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Terobosan Baru, Jaringan 6G Punya Kecepatan hingga 100 Gbps

Selasa, 07 Mei 2024 | 12:05

172 Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah Serentak Gelar Aksi Bela Palestina Kutuk Israel

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:54

Usai Terapkan Aturan Baru, Barang Kiriman TKI yang Tertahan di Bea Cukai Bisa Diambil

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:37

MK Dalami Pemecatan 13 Panitia Pemilihan Distrik di Puncak Papua ke Bawaslu dan KPU

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:29

Tentara AS dan Pacarnya Ditahan Otoritas Rusia

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:18

Kuasa Pemohon dan Terkait Sama, Hakim Arsul: Derbi PHPU Seperti MU dan City

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:11

Duet PDIP-PSI Bisa Saja Usung Tri Risma-Grace Natalie di Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:56

Bea Cukai Bantah Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:37

Pansel Belum Terbentuk, Yenti: Niat Memperkuat KPK Gak Sih?

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:35

Polri: Gembong Narkoba Fredy Pratama Kehabisan Modal

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:08

Selengkapnya