Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri peran Idrus Marham dalam kasus suap proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Mulut Tambang Riau 1.
Direktur Utama PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara kembali diÂpanggil. "Saksi diperiksa unÂtuk melengkapi berkas perkara tersangka IM (Idrus Marham)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.
Sebelumnya, Iwan bolak-balik dipanggil untuk perkara tersangka Eni Maulani Saragih, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR; dan Johannes B Kotjo, pemegang saham
Blackgold Natural Resources. Pemeriksaan terhadap Iwan berkaitan dengan sejumlah perÂtemuan membahas amandemen perjanjian proyek PLTU Riau 1.
Idrus memerintahkan Eni agar terus mengawal
Blackgold. Eni lalu menemui Dirut PLN Sofyan Basyir untuk menanyakan soal belum ditandatangani perjanjian pembelian listrik (power purÂchase agreement/PPA).
PPA merupakan kelanjutan dari kontrak induk (
head agreeÂment) konsorsium proyek yang telah diteken pada September 2017. Iwan salah satu pihak yang menandatanganinya.
Eni mendampingi Kotjo meÂnyampaikan keberatanatas masa pengendalian 15 tahun setelah pembangkit beroperasi.
Blackgold dan
China Huadian Engineering Corporation (CHEC) ingin masa pengendalian20 tahun.
Tak tercapai titik temu, penanÂdatanganan PPA pun terkatung-katung. Kotjo akhirnya meneriÂma masa pengendalian 15 tahun. Ia akan membujuk CHEC agar juga bisa menerimanya.
Pada 7 Juni 2018 akhirnya diÂlakukan amandemen perjanjian konsorsium. Amandemen ditanÂdatangani PT PJB Indonesia (anak usaha PT PJB), CHEC dan Blackgold.
Atas jasa Eni dan Idrus, Kotjo akan memberikan fee 2,5 persen dari nilai kesepakatan proyek 900 juta dolar Amerika Serikat.
Iwan berdalih tak tahu ada
fee atas keberhasilan proyek ini. "Saya baru tahu ada
fee proyek belakangan. Setelah ada penangÂkapan oleh KPK," katanya.
Bantahan Iwan tak mempengaruhi penyidikan kasus ini. "Apapun keterangan saksi menÂjadi tanggung jawab hukum yang bersangkutan," ujar Febri.
KPK akhirnya membongkar praktik rasuah proyek PLTU Riau 1. Eni dan Kotjo ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Eni diduga menerima uang dari Kotjo mencapai Rp 4,8 miliar secara bertahap.
Eni dan Kotjo dicokok saat peÂnyerahan uang keempat: Rp 500 juta. Sebelumnya, Eni telah menerima Rp 2 miliar, Rp 2 miliar dan Rp 300 juta.
Basaria membeberkan pembeÂrian uang itu merupakan bagian komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diterima Eni dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.
Eni dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Kotjo Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat huruf b atau Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Perkara Kotjo sudah disÂidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kilas Balik
Eni Minta Rp 10 M Untuk Pilkada
Mantan Ketua DPR Setya Novanto dan Dirut PT PLN Sofyan Basir disebut ikut memÂbantu Johannes B Kotjo mendaÂpatkan proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Kotjo adalah pemegang saham
PT Blackgold Natural Resources (BNR). Untuk mendapatkan proyek itu, Kotjo menyuap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham Rp 4,75 miliar.
"Dengan maksud supaya peÂgawai negeri atau penyelengÂgara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," Jaksa KPK Ronald Ferdinand Worotikan membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 4 Oktober 2018.
Awalnya sekitar tahun 2016 Kotjo menemui Setnov di ruang kerjanya agar dibantu dipertemukan dengan pihak PT PLN. Atas permintaan itu, Setnov mengenalkan Kotjo dengan Eni.
Setnov memerintahkan Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek. "Untuk itu terdakwa (Kotjo) akan memberikan fee yang kemudian disanggupi Eni," sebut jaksa.
Eni mengundang Sofyan Basir yang ditemani Supangkat Iwan Santoso (Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN) menemui Setnov di rumahnya.
Dalam pertemuan itu, Setnov meminta proyek PLTGU Jawa III. Namun, kata Sofyan, proyek itu sudah ada penggarapnya. Sofyan menawarkan proyek PLTU MT Riau 1.
Eni lalu mengenalkan Kotjo kepada Sofyan. Kata Eni, Kotjo pengusaha tambang yang terÂtarik menjadi investor proyek PLTU Riau1. Sofyan meminta penawaran diserahkan dan dikorÂdinasikan dengan Supangkat Iwan Santoso.
Kotjo bersama Eni kembali bertemu Sofyan di Lounge BRI. Dalam pertemuan itu, Kotjo memastikan Sofyan bersedia membantunya mendapatkan proyek 1.
"Sofyan Basir menyampaikan bahwa terdakwa akan mendapÂatkan proyek PLTU MT Riau 1 dengan skema penunjukan langsung, tetapi PT Pembangkit Jawa Bali harus memiliki saham perusahaan konsorsium minimal 51 persen," beber jaksa.
Jika mendapatkan proyek tersebut, Kotjo akan mengganÂdeng
China Huadian Engineering Corporation (CHEC) sebaÂgai pemodal. Sementara PT Samantaka Batubara (anak usaha Blackgold) menjadi peÂmasok batubara.
Kotjo bakal mendapat
fee 2,5 persen dari perkiraan nilai proyek 900 juta dolar AS. Jumlahnya sekitar 25 juta dolar AS. Uang itu tak dimakan sendiri. Kotjo bakal membagi-bagikan kepada pihak terkait.
Belakangan, Setnov ditahan KPK. Eni menyampaikan progres proyek kepada Idrus Marham sebagai Plt Ketua Umum Partai Golkar.
Eni meminta bantuan Idrus untuk menagih fee kepada Kotjo. Duit Rp 4 miliar dikucurkan daÂlam dua tahap.
Eni meminta uang lagi. Kali ini Rp 10 miliar untuk dana kampanye suaminya yang menÂjadi calon Bupati Temanggung. Kotjo menolak memberikan.
Idrus turun tangan dengan mengirimkan pesan WhatsApp kepada Kotjo. Isi pesannya, "Maaf bang, dinda butuh bantuan untuk kemenangan Bang, sangat berharga bantuan Bang Koco.. Tks sebelumnya." Akhirnya Kotjo memberikan Rp 250 juta kepada Eni. ***