Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sejumlah pejabat dan staf Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang sebagai saksi kasus korupsi Bupati Rendra Kresna.
Para saksi itu Tridiyah (manÂtan Kepala Badan Lingkungan Hidup/BLH), Sampurno (Sekretaris BLH), Dwi July (Kepala Subbagian Keuangan BLH), Sophia L (Bendahara BLH), serta staf Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah: Thory S dan M Imron.
"Pemeriksaan saksi-saksi di Mapolres Malang," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah. Penyidik komisi antirasuah juga memanggil saksi dari kalangan swasta. Yakni Riki H, Priyatmoko dan Cipto Wiyono.
Priyatmoko dan Cipto tiba di Polres Malang lewat tengah hari. Tridiyah menyusul. "Saya hanya memberikan keterangan saat (menjabat) di BLH," kata perempuan yang kini Kepala Inspektorat Pemkab Malang.
Sementara Bupati Malang Rendra Kresna bakal menjalani pemeriksaan di kantor KPK. "Kami sudah menerima surat panggilan untuk Pak Rendra," ungkap penasihat hukum Gunadi Handoko.
Dalam surat panggilan dicanÂtumkan status Rendra sebagai tersangka. Penyidik menjadÂwalkan pemeriksaan pada hari Senin, 15 Oktober 2018. "Kami pastinya akan kooperatif dan memenuhi panggilan penyidik," tandas Gunadi.
KPK menetapkan Rendra sebagai tersangka suap dan gratifikasi dari proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan taÂhun 2011. Politisi Partai Nasdem itu diduga menerima fulus Rp7 miliar.
Duit Rp3,45 miliar dari Ali Moertopo. Sisanya, Rp3,55 miliar dari Eryk Armando Talla. "KPK menemukan bukti perÂmulaan yang cukup adanya dua tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam keterangan pers Kamis, 11 Oktober 2018.
Rendra dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Korupsi. Sedangkan Ali dan Eryk Pasal 5 ayat 1 huruf atau Pasal 5 ayat 1 b atau Pasal 13 beleid yang sama.
Rendra mengaku kenal baik Ali dan Eryk. Keduanya rekaÂnan proyek Pemkab Malang. "Ali asli warga Malang. Aktivis pemuda. Dia yang mengerjakan proyek DAK pendidikan itu," bebernya.
"Eryk itu seorang pemborong, siapapun (di Malang) pasti kenal."
Menurut Rendra, Eryk yang mengadu ke KPK soal pemÂberian uang. "Saya tak tahu kenapa dia melaporkan saya," herannya.
Pria yang gemar berkopiah itu membantah mengatur lelang proyek agar digarap Ali dan Eryk. "Saya tak mengikuti prosesnya," kilahnya.
Rendra berdalih bupati bukan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek. Wewenang itu ada di dinas-dinas. "Kalau ada kesalahan dari dinas dan itu menguntungkan orang lain, saya siap bertanggung jawab. Itu berarti saya tak kuat kontrolnya sebagai bupati."
Ia bersedia menjalani proses hukum di KPK. Termasuk dijeÂbloskan ke tahanan. "Itu risiko sebagai bupati," ujar pria yang murah senyum itu.
Pada pemeriksaan nanti, Rendra bakal menjelaskan soal temuan uang 15 ribu dolar Singapura di rumah pribadinya. Valuta asing itu tersimpan di amplop. Terdiri dari 15 lembar pecahan 1.000 dolar Singapura.
Menurutnya, uang yang disita KPK itu bukan hasil gratifikasi. Tapi barang koleksi. Setiap lembarnya memiliki kesamaan nomor seri. "Mana mungkin itu gratifikasi kalau nomor serinya sama 999," jelas Rendra.
Kilas Balik
3 Kepala Daerah Di Malang Raya Jadi "Pasien" KPK Bupati Malang Rendra Kresna menjadi kepala daerah ketiga di wilayah Malang Raya yang menjadi "pasien" KPK. Rendra ditetapkan sebagai tersangka penerimaan suap dan gratifikasi Rp 7 miliar.
Dua kepala daerah lainnya: Wali Kota Malang Mochamad Anton dan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko telah disidang.
Anton dihukum 2 tahun penÂjara, denda Rp 100 juta dan dicabut hak politiknya selama 2 tahun. Ia terbukti menyuap anggota DPRD agar menyetujui pengesahan APBD.
Pemberian rasuah disamarkandalam bentuk program pokok pikiran (pokir) anggota dewan.Anggaran program pokir dibiayai APBD yang akan disahkan.
Anton memutuskan menerima vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya. Begitu pula jaksa KPK. "Fakta hukum yang disampaikan hakim sama dengan tuntutan. Itu sepenuhnya diambil alih dalam pertimbangan majelis hakim majelis untuk menilai beÂrat ringan hukuman," kata Jaksa Arief Suherimanto.
Sama seperti Anton, Walikota Batu Eddy Rumpoko juga divoÂnis ringan. Terdakwa perkara suap proyek mebel dan seragam itu dihukum 3 tahun penjara, denda Rp 300 juta dan dicabut hak politiknya 3 tahun.
Pengadilan Tipikor Surabaya menyatakan Eddy Rumpoko terÂbukti menerima uang dan mobil mewah dari pengusaha Filipus Djap senilai Rp 1,9 miliar.
Timbal baliknya, Eddy Rumpoko memberikan Filipus 7 proyek tahun anggaran 2016. Total nilai proyek itu Rp 11 miliar.Tahun berikutnya, Filipus mendapat proyek pengadaan mebel Rp 5,26 miliar dan seÂragam dinas Rp 1,44 miliar.
Eddy Rumpoko memerintahÂkan Ketua Kelompok Kerja IV Unit Layanan Pengadaan, Edi Setiawan membantu perusahaan Filipus memenangkan lelang proyek.
Kasus ini terbongkar setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Penyidik menyita uang Rp200 juta dari tangan Eddy Rumpoko, Rp100 juta dari Edi Setiawan, dan bukti pemÂbayaran Rp300 juta pelunasan Toyota Alphard.
KPK memutuskan banding dan dikabulkan. Pengadilan Tinggi Jawa Timur memperberat hukuman Eddy Rumpoko menjadi 3,5 tahun penjara, denda Rp200 juta dan dicabut hak poliÂtiknya 3 tahun.
Meski begitu, KPK belum puas atas putusan ini. "Kami ajukan kasasi," kata Jaksa KPK Arin Karniasari. Alasannya, vonis banding masih di bawah tuntutan hukuman 8 tahun penjara. ***