Ma'ruf Amien (tengah)/Net
. Pengusaha besar nasional alias konglomerasi diajak untuk bermitra dengan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta pelaku usaha pemula.
Kemitraan ini perlu terus dilakukan guna memperpendek jarak kesenjangan atau distorsi antara pelaku usaha yang kuat dengan pelaku usaha yang lemah seperti pengusaha pemula (starup).
Ajakan itu disampaikan Calon Wakil Presiden nomor urut 01, Ma'ruf Amin yang juga penggagas Arus Baru Ekonomi Indonesia dalam acara Gala Dinner yang diadakan SIMAC dan AKURINDO di Nusa Dua, Bali, Kamis malam (11/10).
"Arus ekonomi baru yang kami gagas ini untuk menggantikan arus ekonomi lama yang hanya menciptakan konglomerasi. Ini bukan bertujuan melemahkan konglomerat tapi mendorong para konglomerasi ini untuk bermitra dengan para UMKM yang masih lemah supaya mereka menjadi kuat," kata Ma'ruf dalam keterangan tertulis.
Menurutnya, kemitraan yang sedang dibangun yakni kemitraan antara para pengusaha besar dengan para usahawan muda di pesantren-pesantren di seluruh Indonesia atau Santri Milenial Center (SIMAC).
"Kehadiran SIMAC diharapkan mampu menciptakan keseimbangan ekonomi dan bisa mengurangi kesenjangan antara pusat dan daerah, antara pengusaha yang kuat dan yang lemah bahkan antara penduduk nasional dan penduduk global. Para pelaku ekonomi umat ini harus dimitrakan supaya menjadi kuat semuanya," ujar Ma'ruf.
Dia memilih pesantren sebagai pusat penggerak arus ekonomi baru Indonesia karena potensi kalangan santri terutama para santri milenial sangat besar untuk menjadi usahawan baru yang moderen.
"Mereka selama ini belum tersentuh untuk menjadi wirausaha baik di bidang keuangan, budidaya pertanian dan perkebunan, budidaya kelautan, sektor rill dan sektor jasa. Apabila upaya kemitraan ini bisa kita wujudkan maka kita akan mencapai perubahan besar di sektor ekonomi," sebutnya.
Selain mendorong kemitraan, lanjut Ma'ruf, pihaknya mendukung upaya redistribusi aset nasional terutama tanah. Saat ini jumlah aset negara atau tanah yang belum dibagikan oleh pemerintah mencapai 12,7 juta hektar. Aset ini akan dibagikan kepada koperasi-koperasi dan pesantren-pesantren dimana santri milenial juga akan memperoleh kesempatan mengembangkan aset ini seperti melakukan penanaman komoditi dan dibeli oleh konglomerat yang menjadi mitra untuk diproduksi dalam negeri menjadi produk bernilai jual tinggi.
"Misalnya coklat di Sulawesi Selatan harganya Rp 1000. Diiekspor ke Singapura, diolah dan dijual kembali dengan harga Rp 20.000. Kalau diolah dalam negeri, mestinya nilai tambah sebesar Rp 19.000 itu bisa dinikmati oleh petani dan UMKM kita. Nah, yang seperti ini butuh kemitraan yang baik," tutupnya.
[rus]