Berita

Foto/Net

Bisnis

Gonjang-ganjing Rupiah Diramal Hingga Juni 2019

KAMIS, 04 OKTOBER 2018 | 09:28 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Tekanan terhadap nilai tukar rupiah diramal bakal terus terjadi hingga pertengahan tahun depan. Namun demikian, Indonesia tidak sampai terkena krisis keuangan.

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri melihat, rupiah mengalami tekanan setidaknya hingga Juni 2019. Sebab Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) agresif menaikkan suku bunga acuan.

"Banyak orang berharap ru­piah akan terjadi penguatan, ka­lau saya tidak. Tidak perlu panik karena, pergerakan rupiah seka­rang mengikuti perkembangan gerakan mata uang dunia," ujar Chatib Basri di Jakarta, ke­marin.


Dia menerangkan, pada pe­riode 2007-2008 suku bunga acuan The Fed berada pada level 3,5 persen. Tapi, saat terjadi krisis global membuat The Fed menurunkan bunga hingga 0,25 persen untuk mendorong aliran modal keluar dan memacu per­ekonomian. Dalam sepuluh tahun terakhir, perekonomian dunia hidup dengan bunga rendah. Sedangkan sekarang, ekonomi AS mulai pulih. Hal itu terlihat dari jumlah pengangguran yang menurun dan inflasi meningkat. The Fed pun kembali melaku­kan penyesuaian. The Fed akan mengembalikan posisi suku bunga dalam keadaan semula. Jika saat ini suku bunga acuan 2,25 persen maka The Fed akan menaikkan suku bunga beberapa kali lagi hingga mendekati 3,5 persen.

"Artinya tahun ini Fed harus menaikkan setidaknya satu kali lagi, tahun depan dua atau tiga kali. Kalau saya bikin sekali naik 25 basis poin maka Fed Fund Rate pada akhir 2019 pada kisaran 3,25 atau mungkin 3 persen," terangnya.

Chatib menilai, meskipun nilai tukar rupiah melemah, Indo­nesia tidak sampai mengalami krisis keuangan. Sebab Bank Indonesia (BI) terus merespons kenaikan suku bunga The Fed.

Selain itu, lanjut Chatib, masyarakat Indonesia sudah dewasa merespons turun naik kurs. Tidak panik. Karena masyarakat sudah terbiasa dengan naik turunnya kurs.

Menurut Chatib, nilai tukar rupiah rentan melemah karena saat ini kebanyakan obligasi atau bond Indonesia dipegang oleh asing. Maka diharapkan kepemilikan lokal ke depan bisa lebih besar.

Chatib juga menilai Current Account Deficit (CAD) yang melebar hingga tiga persen. Penyebabnya defisit di sektor minyak dan gas. "Seharusnya kenaikan harga minyak dunia ikut disesuaikan harga BBM-nya, tapi praktiknya sampai 2019 harga BBM di Indonesia tidak naik," tuturnya.

Baru Permulaan

Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli memiliki padangan serupa dengan Chatib. Menurut Rizal, potensi pelemahan rupiah masih terus berlanjut.

"Apakah nilai rupiah Rp 15.000 per dolar AS sudah men­capai akhir? Kami mohon maaf, tidak. Ini baru permulaan," tegas Rizal Ramli.

Selain faktor kebijakan The Fed, Rizal menilai, tekanan ru­piah juga dipicu dampak perang dagang, dan defisit transaksi berjalan.

Rizal menilai, rupiah mengalami pelemahan karena lang­kah diambil pemerintah selalu terlambat sejak dua tahun lalu. "Pernyataan resmi (pemerin­tah) selalu menakjubkan. Tapi ekonomi nyungsep, stagnan 5 persen," sindir Rizal.

Dia mencontohkan, upaya pengendalian ribuan barang impor konsumsi. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak ber­dampak signifikkan dan malah membebani pelaku usaha kecil. "Menteri ekonomi tidak berani menghadapi yang gede-gede. Beraninya sama yang kecil-kecil," cetusnya.

Rizal menilai, untuk men­jaga nilai tukar rupiah, Indo­nesia membutuhkan stabilitas baru. Sebuah terobosan besar yang bisa mendongkrak kinerja ekonomi. Hal itu bisa dilakukan hanya dengan mengambil lang­kah besar dan berani.

Tekanan Menurun

Gubernur BI Perry Warjiyo mengamini tekanan rupiah masih akan terjadi hingga tahun depan. Hanya saja, dia memperkirakan tekanannya akan berkurang. Pertama, kenaikan suku bunga acuan The Fed tahun depan ntidak akan sebesar tahun ini. Kedua, tekanan terhadap nilai tukar rupiah akan berkurang karena investor tidak akan se­lamanya memegang tunai atau dolar AS.

"Saat ini sudah banyak inves­tor global yang sudah menanam­kan kembali dananya ke banyak emerging market termasuk ke Indonesia," ungkapnya

Dengan demikian, lanjut Perry, neraca perdagangan Indonesia akan menjadi lebih baik. Sehingga cadangan devisa bertam­bah. Dan, ketiga, defisit transaksi berjalan seiring kebijakan yang sudah diambil pemerintah ber­sama BI. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya