Berita

Publika

Fungsi Diskresi Di Tengah Duka Sulteng

RABU, 03 OKTOBER 2018 | 16:18 WIB

BELUM hilang rasanya dari ingatan kita, bencana alam yang melanda Nusa Tenggara Barat. Kini bencana alam yang tak terduga pun datang menimpa saudara kita di Sulawesi Tengah, tepatnya di kota Palu dan Donggala.

Diperkirakan jumlah korban yang meninggal berkisar 1374 hal ini diungkapkan Kepala BNPB Willem Rampangile. Dengan terjadinya gempa dan tsunami yang telah memporak porandakan keadaan di Palu dan Donggala sehingga otomatis dapat dikatakan kota Palu dan Donggala lumpuh.

Hal ini didukung dengan komunikasi di lokasi sangat terbatas. Kemudian ada beberapa berita yang mengabarkan bahwa ada aksi penjarahan yang dilakukan oleh sebagian oknum, yang melakukan penjarahan di minimarket, gudang elektronik, serta yang lucunya pelaku membawa kabur mesin ATM.


Di tengah duka yang dirasakan oleh penduduk Sulawesi Tengah akibat bencana alam. Peran aktif Pemerintah dalam mengatasi dan menaggulangi bencana alam sangatlah dibutuhkan, baik peran aktif dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.

Pada tahap implementasi menurut penulis pemerintah haruslah cermat dalam bertindak, hal ini dikarenakan keterbatasan regulasi. Atau dengan bahasa yang lebih sederhana pemerintah hanya terpaku pada ketentuan yang telah ada.

Namun kita tidak boleh melupakan bahwa pemerintah memiliki instrumen diskresi atau freies Ermessen sebagai konsekuensi dari kekurangan dan kelemahan di dalam penerapan asas legalitas.

Secara tata bahasa freies Ermessen dari kata frei artinya bebas, lepas, tidak terikat. Freies artinya orang yang bebas, tidak terikat. Sedangkan Ermessen artinya mempertimbangkan dan menilai, menduga dan memperkirakan.

Freies Ermessen berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga dan mempertimbangkan sesuatu.

Istilah ini dipergunakan dalam bidang pemerintahan atau yang bisa disebut juga sebagai kekuasaan diskresi (diskresionare power) yang merupakan ruang gerak pemerintah (administrasi negara) untuk bertindak tanpa harus terikat pada undang-undang.

Pemberian diskresi terhadap pemerintah merupakan konsekuensi dari konsep negara kesejahteraan (welfare state). Di mana pemerintah terlibat langsung dalam proses pelayanan publik. Esensi dari setiap wujud diskresi adalah kebebasan. Kadar serta luasnya cakupan diskresi berbeda-beda, tergantung pada luasnya kewenangan yang melekat pada jabatan.

Terkait duka yang melanda Sulawesi Tengah, pemerintah dapat menggunakan instrumen diskresi untuk mengatasi dan menanggulangi keadaan pasca peristiwa bencana alam. Sebagaimana dikatakan oleh Gamawan Fauzi yang merupakan mantan Menteri Dalam Negeri, mengatakan bahwa diskresi dapat digunakan manakala:

Pertama, adanya kondisi darurat yang nyata sangat akut dan tiba-tiba; Kedua, ketiadaan pilihan lain kecuali melakukan suatu tindakan yang berpotensi melanggar hukum. Ketiga, kerugian yang ditimbulkan akibat dilakukannya tindakan tersebut sangat kecil dibandingkan dengan tujuan atau maksud dilakukannya tindakan tersebut. Keempat, tindakan tersebut hanya untuk hal yang bersifat kepentingan umum yang harus segera dilindungi, dan pihak yang dirugikan juga dalam jumlah yang sangat sedikit. Kelima, adanya kompensasi.

Hal selaras dikemukakan oleh Sjahran Basah yang mengemukakan bahwa diskresi dapat dipergunakan dalam hal:

Pertama, ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik. Kedua, merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara. Ketiga, sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum. Keempat, sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri. Kelima, sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba.

Berdasarkan pemaparan tersebut penulis berasumsi bahwa diskresi atau freies Ermessen dapat dipergunakan sebagai dasar bertindak untuk dan atas nama kepentingan umum sebagaimana tujuan diskresi yang disebutkan Pasal 22 ayat 2 UU 30/2014 yang bunyinya bahwa setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk: a. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; b. Mengisi kekosongan hukum; c. memberikan kepastian hukum; dan d. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Dengan demikian penulis berharap keadaan Sulawesi Tengah khususnya Palu dan Donggala dapat kembali kondusif seperti sediakala. [***]


Adam Setiawan, S.H.

Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum UII


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya