KPK memeriksa Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir untuk ketiga kalinya dalam perkara suap kontrak kerja sama proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Riau-1.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, ada tiga agenda pemeriksaan terhadap Sofyan. Pertama soal pembahasan dan pengambilan keputusan proyek PLTU Riau-1. Kedua soal sejumlah pertemuan dan lobi-lobi untuk menggolkan Blackgold Natural Resources sebagai anggota konsorsium pelaksana proyek. Terakhir soal aliran dana kepada sejumlah pihak terkait.
"Bagaimana teknis pengamÂbilan keputusan proyek sampai siapa saja pihak-pihak yang perÂnah menemuinya (Sofyan)," kata Febri. Keteranga Sofyan dikorek untuk perkara tersangka Idrus Marham, mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar.
Usai menjalani pemeriksaan, Sofyan membantah adanya lobi untuk melibatkan Blackgold daÂlam proyek PLTURiau-1. "Oh enggak ada (lobi)," katanya.
Namun ia mengakui ada perÂtemuan membicarakan soal teknis proyek itu.
"Misalkan ada (pembahasan) tingkat suku bunga, iya," katanÂya. Sofyan mengatakan semua informasi itu sudah disampaikan kepada penyidik KPK.
Sebelumnya, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih mengungkapÂkan pernah bertemu Sofyan, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati, dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso. Saat itu, Nicke masih menjabat Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN.
Menurut Eni, pertemuan itu untuk melobi pihak PLN agar menggandeng Blackgold menjadi anggota konsorsium. Perusahaan yang sahamnya dimiliki Johannes Budisutrisno Kotjo ingin menjadi pemasok batubara PLTU Riau-1.
Eni belum mau buka-bukaan di mana pertemuan itu terjadi. Ia hanya mengatakan pertemuan itu terjadi beberapa kali di seÂjumlah tempat.
KPK telah memanggil Nicke. Sempat mangkir, Nicke akhirnya datang untuk menjalani pemeriksaanpada Senin, 17 September 2019. Ia tak berkomentar mengenai pemeriksaan dirinya.
Sementara Sofyan Basir teÂlah dua kali diperiksa lembaga antirasuah. Terakhir Sofyan diÂperiksa 7 Agustus 2018. Dalam pemeriksaan itu penyidik juga mencecar Sofyan dengan perÂtanyaan soal pertemuan dengan tersangka sampai aliran dana.
Dalam kasus ini, KPK meÂnetapkan tiga orang tersangka yakni Eni Maulani dan Johanes B kotjo. Eni diduga menerima uang Rp 6,25 miliar dari Kotjo untuk menggolkan Blackgold terlibat proyek PLTU Riau-1.
Dalam pengembangan perkara, KPK menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka. Mantan Menteri Sosial diduga juga terlibat dalam lobi-lobi. Ia dijanjikan 1,5 juta dolar Amerika bila berhasil menggolkan Blackgold menjadi anggota konsorsium proyek 900 juta dolar AS itu.
Kilas Balik
Setnov Akui Kenalkan Eni Dengan Johannes Kotjo
Tersangka kasus dugaansuap kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih menegaskan posisÂinya dalam kasus ini hanyalah petugas partai. Politisi Golkar ini mengaku dirinya diperintahkan atasannya di partai.
"Karena saya petugas partai,atasan saya yang memberikantugas kepada saya atas dasar itu," kata Eni Saragih saat meÂmasuki Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan unÂtuk menjalani pemeriksaan 26 September 2018.
Meski begitu, Eni enggan merinci siapa atasan yang diÂmaksud. Ia hanya menjelaskan kalau dirinya diminta untuk mengawal proyek ini.
Di pemeriksaan kali ini, Eni akan membeberkan kronologi sejak awal ia ditugaskan parÂtai sampai akhirnya ia harus mendekam di rutan KPK.
"Menjabarkan kronologis dari awal saya ditugasi partai untuk mengawal PLTU Riau ini samÂpai saya ada disini,†katanya.
Sebelumnya, Eni pernah membeberkan soal aliran uang PLTU Riau-1 ke Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar Desember 2017 lalu. Ia menyebut ada sekitar Rp2 miliar uang haram PLTU Riau-1 yang mengalir ke acara itu.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto meÂnyatakan tak pernah memberi perintah kepada Eni untuk menÂgawal proyek PLTU Riau-1. Ia mengklaim hanya mengenalkan Eni kepada Johannes B. Kotjo, pemegang saham PT Blackgold Natural Resources.
"Waduh saya sih enggak, kenalkan saja dan lain-lainnya Bu Eni dan Pak itu (Johannes Kotjo)," kata Novanto selepas memberi kesaksian di sidang kaÂsus suap pembahasan anggaranBadan Keamanan Laut (Bakamla) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 26 September 2018.
Untuk menelusuri pengakuan Eni, KPK memeriksa Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Melchias Markus Mekeng. Ia diÂduga mengetahui proyek PLTU) Riau-1. Bahkan, menurut Fadli Nasution, penasiha hukum Eni, Mekeng kerap menanyakan perkembangan proyek itu keÂpada kliennya.
Mekeng mulai menjabat ketua fraksi awal Maret 2018. Mekeng yang menetapkan Eni menduduÂki jabatan Wakil Ketua Komisi VII. Menggantikan Satrya W Yudha. "Pak Mekeng kerap menghubungi Bu Eni menanyaÂkan kelanjutan PLTU Riau-1 dan rencana PLTU lainnya di Pulau Sumatera," ungkap Fadli.
Mekeng membantah penÂgakuan pihak Eni. Menurutnya, kerja sama proyek PLTU Riau-1 bukan urusannya karena soal bisnis. "Saya tidak pernah terliÂbat apapun di dalam prosesnya dan tidak punya kepentingan apapun. Jadi buat apa saya nanya-nanya?" bantahnya.
Politisi asal Nusa Tenggara Timur itu mengaku tak punya bisnis di bidang kelistrikan. Sebab butuh modal besar yang di luar kemampuannya. "KPK suÂdah tahu semua tentang proyek ini dan siapa-siapa yang terlibat. Kita pegang kebenaran saja. Tidak usah menebar-tebar fitÂnah," pintanya.
Dalam pemeriksaan di KPK, Mekeng dicecar 10 pertanyaan. "Lebih banyak soal tugasnya Eni. Terus penunjukan Eni sama Idrus (Marham) sebagai apa. Lalu fungsinya Eni di Munaslub," kata Mekeng.
Menurutnya, penyidik sempat menyinggung soal dana untuk Munaslub yang diduga beÂrasal dari proyek PLTURiau-1. "Cuma saya bilang enggak ada urusannya Munaslub sama Eni," katanya. ***