Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) bersama organisasi masyarakat sipil yang peduli persoalan kebuÂtuhan disabilitas, menyusun policy paper. Paper ini akan disampaikan kepada pemerintah pusat.
Senior Advisor PATTIRO, Rohidin Sudarno menjelaskan, tujuan policy paper sebagai bahan pertimbangan perumusan rencana pembangunan nasional yang responsif terhadap kelomÂpok disabilitas. Kata dia, jumlah penyandang disabilitas relatif besar. Di Indonesia diperkirakan 10 persen dari total penduduk, atau lebih dari 24 juta orang.
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, ungkap Rohidin, penyanÂdang disabilitas mencapai 11 persen dari total penduduk usia 15 tahun ke atas. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 mengungkap, peÂnyandang disabilitas mencapai 21,5 jiwa atau 8,56 persen dari total penduduk Indonesia.
"Jumlahnya relatif besar, naÂmun penyandang disabilitas ini juga sering mendapatkan tantanÂgan dan keterbatasan akses atas partispasi dalam pembangunan, politik, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan yang layak," ujarRohidin, di Jakarta.
Dia mengatakan, penyandang disabilitas, sebagai bagian kelÂompok rentan, kerap ditinggalÂkan dalam perumusan kebijakan. Sehingga berpengaruh terhadap tingkat kerentanan yang tinggi terhadap pengabaian, dan berÂdampak kepada minimnya kesÂempatan dalam menikmati hasil pembangunan.
Berdasarkan permasalahan di atas, lanjut Rohidin, penting bagi negara untuk memastikan peÂnyandang disabilitas terpenuhi hak-haknya dan terlibat dalam proses pembangunan.
"Saat ini, Bappenas sedang menyusun
background study RPJMN 2020-2024. Karena itu, PATTIRO bermaksud memberiÂkan masukan dalam penyusunan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) di tiga tema strategis. Yaitu penÂdataan, pelayanan publik, dan perencanaan penganggaran," ujar jebolan Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) ini.
PATTIRO, lanjut Rohidin, merekomendasi agar dalam RPJMN 2020-2024 pemerintah melakukan pendataan penyanÂdang disabilitas yang akurat dan rinci. Pemerintah, kata dia, harus melaksanakan sosialisasi dan edukasi penyelenggaraan pelayanan publik yang ramah disabilitas kepada seluruh keÂmenterian/lembaga, pemerintah daerah dan unit pelayanan. Selain itu, ada kewajiban seluÂruh penyelenggara pelayanan publik, untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang inklusif disabilitas.
"Termasuk mengevaluasi peÂlayanan publik secara berkala. Dengan melibatkan organisasi penyandang disabilitas melalui survei kepuasan masyarakat, audit sosial dan forum konsultasi publik," katanya.
Pemerintah perlu memastiÂkan pemenuhan kuota 2 persen penyandang disabilitas sebagai aparat sipil negara (ASN) dari jumlah ASN secara keseluruÂhan. Terakhir, pemerintah harus mencantumkan secara eksplisit dalam pedoman perencanaan pembangunan di daerah tentang partisipasi organisasi penyandang disabilitas (DPO) dan penyandang disabilitas. Mulai tingkat desa, hingga kabupaten/kota.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menyebutÂkan, pemerintah berkomitmen melaksanakan agenda berkelanÂjutan dengan mengintegrasikan 169 target
sustainable developÂment goals (SDGs) ke dalam RPJMN 2020–2024. ***