Berita

Diskusi etika politik kampanye bagi kepala daerah/MPR

Pro Kontra Etika Politik Kampanye Kepala Daerah

SELASA, 18 SEPTEMBER 2018 | 02:48 WIB | LAPORAN:

. Tahun politik Pilpres 2019 lambat laun mendekati hari H. Namun, dalam perjalanannya sudah banyak sekali berbagai fenomena dan kehebohan pra kontestasi pilpres. Salah satunya adalah soal dukungan kepala daerah kepada salah satu calon presiden.

Anggota MPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil mengungkapkan bahwa soal dukungan kepala daerah kepada capres sudah ada terlihat bahkan berkampanye untuk salah satu capres dan cawapres tahun 2004 saat gelaran pilpres secara langsung dan pengaturan soal itu juga sudah dilakukan sejak itu. Dan untuk tahun ini 2019 memang semakin gencar fenomena tersebut.

"Saat ini, sejumlah parpol sudah mengancang-ancang akan mengerahkan kepala daerahnya yang mereka usung saat pilgub, pilbup dan pilwakot untuk  membantu kemenangan capres yang diusung oleh partai bersangkutan," ujarnya dalam Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema 'Etika Politik Kampanye Bagi Kepala Daerah' di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (17/9).

Lanjut Nasir, hal tersebut menimbulkan satu pertanyaan di tengah masyarakat terkait posisi kepala daerah itu yakni kendala psikologis sang kepala daerah. Mungkin, kepala daerah perseorangan atau independen tidak akan mempermasalahkan dan tidak ada kendala psikologis mendukung atau tidak mendukung capres sebab tidak didukung parpol atau gabungan parpol.

"Namun, kendala psikologis itu akan muncul pada kepala daerah yang diusung parpol atau gabungan parpol bila dia tidak berkampanye untuk capres yang diusung parpol pengusung dia. Sebab, di Indonesia sudah terlanjur ada pepatah ada ubi ada talas ada budi ada balas. Jadi, kalau kita ingin dianggap berbudi luhur ya ikuti nenek moyang kita itu. Ini lah yang buat suasana menjadi ramai," paparnya.

Sebenarnya, aturan soal kampanye kepala daerah sudah ada dalam PKPU RI juga ada Permendagrinya yang membiolehkan kepala daerah berkampanye satu hari dalam seminggu kecuali hari libur dan itupun harus mengajukan cuti untuk melakukan kampanye kepada capres yang didukungnya.

"Tapi kalau kita merujuk sumpah dan janji kepala daerah memang tidak ada sumpah dan janji mendukung parpol yang mengusungnya tidak ada itu. Dia hanya berjanji bersumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa, lalu memegang jabatan kepala daerah itu seadil-adinya dan taat UUD dan peraturan lainnya dan berbakti kepada nusa dan bangsa," tandas Nasir.

Anggota MPR Fraksi Nasdem Irma Suryani Chaniago mengatakan, masalah kepala daerah mendukung dan menjadi juru kampanye capres sudah terjadi pada saat Pilpres 2014. Apakah saat itu mereka menyalahi etika dan fenomena itu tidak seramai sekarang pada Pilpres 2019.

"Jika aturan sudah menyatakan bahwa itu boleh ya buat apa diperdebatkan lagi. Yang penting tidak menyusahkan dan merugikan rakyat yang penting ada hak cutinya ada aturan-aturannya. Pada intinya, saya berpendapat pantas saja kalau teman-teman kepala daerah memberikan dukungan tapi dengan satu catatan tidak boleh pragmatis. Jangan karena pragmatisme mereka mendukung, dulu kamu sudah saya kasih kursi saya dukung sekarang balas budi. Mendukung itu harus dengan ikhlas harus berdasarkan kinerja dan fakta," paparnya.

Pengamat politik Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menambahkan bahwa ada empat hal terkait soal kepala daerah mendukung capres 2019 yang perlu diperhatikan yakni, pertama dari aturan, aturan mana yang dilanggar, kedua adalah soal petahana. Kenapa menguat dukungan itu apakah karena pertahanannya lemah atau sebaliknya pertahanan yang kuat. Yang ketiga adalah soal etika politik atau fatsun politik. Dan yang keempat adalah soal tekanan politik ada atau tidak.

"Memang aturan membolehkan dan tidak ada aturan yang dilanggar. Tidak ada aturan yang melarang mereka untuk melakukan kampanye kepada salah satu capres. Memang kepala daerah adalah pejabat publik yang dipilih oleh rakyat tapi mereka juga merupakan kader parpol yang konsekwensinya adalah mereka harus mendukung capres yang parpol itu usung, nah hal tersebut kita sulit membuktikan tapi bisa dirasakan jadi kalau anda diusung partai A akan ada konsekwensi harus memilih capres yang diusung partai A. Saya pikir di aturannya boleh tidak masalah asal dipatuhi semua aturan yang ada seperti ada cuti dan ajangan pakai fasilitas negara itu poinnya," imbuhnya. [wah]        

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya