Warga Ibukota merasa gembira sejumlah uji coba kendÂaraan cepat masal (Mass Rapid Transit/MRT) fase I Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI) telah dilakukan.
Diharapkan semua proses uji coba itu berjalan dengan lancar, sehingga saat beroperasi komersial pertengahan Maret 2019, warga Jakarta sudah bisa menikmati MRT transportasi bebas hambatan tersebut.
Mengenai tarif MRT, Dino, warga Pamulang yang bekerja di bilangan Kuningan ini meminta tarif MRT tetap disubsidi seperti Transjakarta, sehingga murah. Ini untuk menarik minat warga mau beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan massal.
Dia mengusulkan, tarif MRT berdasarkan per stasiun, bukan satu tarif jauh dekat. "Kalau jadi angkutan prestisius, harganya mahal, siapa yang mau naik? Harus murah. Ini kan transporÂtasi massal. Kalau bisa jangan satu harga, kan ada yang turun di Haji Nawi, Fatmawati, nggak sampai ke HI," pintanya.
Daisy (33) warga Ciputat, Tangerang Selatan yang bekerja di kawasan Sudirman mengaku tak terlalu galau berapa pun tarif MRT. Baginya, MRT benar-benar menjadi solusi menembus kemacetan dari pinggiran SelaÂtan Jakarta menuju pusat kota di Jakarta Pusat.
"Saya tak sabar MRT beroperasi. Kalau begini nggak ada macet-macetan lagi kan karena jalur sendiri. Kalau TransjaÂkarta, jalur sendiri tetap diÂserobot. Tarifnya ya dihitung saja pantasnya berapa, saya sih tak masalah," kata Daisy saat berbincang.
Dari kalangan anggota deÂwan juga meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melibatkan DPRD menentukan penetapan tarif MRT. Politisi Kebon Sirih mendesak ada subÂsidi untuk tarif ini. Intinya, tarif tidak memberatkan masyarakat sebagai pengguna.
"Ini menyangkut masyarakat banyak, sudah semestinya deÂwan diajak berdiskusi dalam menentukan tarif MRT," kata anggota DPRD DKI Jakarta Prabowo Soenirman di Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Menurutnya, tarif MRT harus diupayakan semurah mungkin, namun tidak membebani peruÂsahaan MRT. Tarif yang murah ini akan menarik minat warga beralih ke transportasi massal.
"Jika tarif tinggi, warga lebih memilih pakai motor dan kenÂdaraan pribadi, buat apa ada MRT," tandasnya.
Menanggapi ini, Sekretaris Perusahaan PT MRT Tubagus Hikmatullah menuturkan, berÂdasarkan peraturan, besaran tarif harus sudah ditentukan paling lambat tiga bulan sebeÂlum operasi alias akhir tahun ini. Untuk ini, PT MRT sudah melakukan survei online denÂgan 10.073 responden yang tersebar di radius 10 mil di wilayah Jakarta.
Hasilnya, selain menemukan fakta bahwa 65,5 persen responÂden bersedia berpindah ke MRT, sebanyak 19,6 persen bersedia membayar tarif di atas dari Rp 8.500.
Direktur Operasional dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Agung Wicaksono mengungÂkapkan, pihaknya sudah menÂgajukan usulan tarif kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Dari survei yang dilakukannya bersama konsulÂtan internasional, willingness to pay atau kesediaan membayar warga, sebesar Rp 8.500 per 10 kilometer.
PT MRT juga akan menentuÂkan tarif berdasar jarak. "Jadi Anda bisa tahu di 16 kilomeÂter fase Iini kira kira berapa harganya? Kita akan terapkan berbasis jarak. Jadi tidak sama Lebak Bulus sampai Blok M, atau Blok M sampai Bundaran HI, harganya berbeda-beda. Ada formulanya," terang Agung.
Penerapan tarif berbasis jarak, sambung Agung, untuk menarik warga yang bepergian dengan jarak tempuh yang dekat agar memilih memakai MRT. "Misalnya orang pergi dari Bundaran HI ke SCBD, kalau lebih murah kan pasti naik MRT daripada naik taksi atau ojek. Karena memang target kita agar orang beralih ke angkutan massal," tandas Agung.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William PSabandar mengusulkan ada tim khusus untuk membahas tarif.
"Kita sudah mengusulkan pemprov membentuk tim untuk melihat harga yang akan diberiÂkan," katanya.
William menambahkan, tidak akan ada rencana untuk mengÂgratiskan tiket terlebih dahulu. Saat mulai beroperasi komersial Maret 2019, warga Jakarta akan langsung dikenakan tarif.
"Kalau namanya operasi komÂersial sudah akan ada tarif. Tapi saat rail run, uji coba operasi, kita akan undang kelompok masyarakat mencoba. Nanti saat operasi komersial, sudah berbaÂyar," paparnya. ***