Berita

Nasaruddin Umar/Net

Ormas Islam & Kelompok Radikal (32)

Belajar dari Pengalaman Suksesi Nabi
KAMIS, 16 AGUSTUS 2018 | 11:10 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

SEBAGAI konsekuensi tidak adanya peraturan baku tentang suksesi kepemimpi­nan, maka ketika Nabi wa­fat, ketegangan pun muncul. Siapa yang akan menggan­tikan Nabi Muhammad Saw dalam kapasitasnya seba­gai pemimpin atau kepala negara di Madinah atau dunia Islam? Di Kota Madinah sendiri ada dua etnis besar yaitu etnis Khazraj dan etnis Aus. Kedua suku ini memilih untuk melakukan per­temuan di Bani Tsaqifah untuk membicarakan siapa yang akan menggantikan posisi Nabi se­bagai Kepala Negara Madinah.

Masyarakat Madinah memang kaget. Tidak ada yang menyangka Nabi Muhammad Saw akan wafat begitu cepat. Namun karena se­bagai manusia biasa, ia wafat persis pada hari, tanggal, dan bulan kelahirannya, yaitu Senin 12 Rabiul Awal tahun 632 M. Ia wa­fat hari Senin dan baru dikuburkan pada hari Rabu. Tertundanya pemakaman Nabi selama tiga hari disebabkan karena dua hal. Pertama Umar ibn Khaththab berdiri dengan pedang ter­hunus di samping Nabi dan mengatakan siapa yang mengatakan Nabi wafat akan aku tebas lehernya, begitu dalam cinta Umar terhadap Nabi. Ia mengatakan, Nabi hanya pingsan sep­erti pingsannya Nabi Musa tiga bulan saat me­natap sinar Ilahi di Bukit Turisinin. Nabi tidak diizinkan dikuburkan oleh Umar. Penyebab kedua, rumitnya persoalan siapa yang akan menjadi pengganti Nabi sebagai kepala pe­merintahan dan sebagai pemimpin spiritual.

Sehari setelah Nabi wafat, berkumpullah sekelompok orang di Balai Pertemuan Bani Sa’adah di Bani Tsaqifah yang diprakarsai oleh suku Khazraj dari masyarakat Madinah (Ans­har). Mereka membicarakan suksesi kepemim­pinan pasca wafatnya Nabi. Mendapat laporan seperti ini, maka Abu Bakar bersama Umar bin Khattab dan Abu Ubadah dari kelompok Mu­hajirin (pengungsi dari Mekkah) menuju ke tempat itu. Di sana sudah ada kelompok suku Khazraj dan suku 'Aus.


Di dalam pertemuan yang cukup alot itu, kelompok Anshar mengajukan Sa'ad bin Uba­dah sebagai pemimpin baru. Akan tetapi Umar menyela di dalam pertemuan itu dan meminta agar pengganti Nabi Muhammad ialah Abu Ba­kar dengan pertimbangan, Rasulullah pernah bersabda: al-Aimmah min Quraisy (Pera pe­mimpin itu dari kalangan Quraisy). Selain itu Abu Bakar juga selalu diminta oleh Nabi meng­gantikannya menjadi imam salat semasa be­liau sakit. Lagi pula, menurut Umar, jika yang menjadi pemimpin dari golongan suku Khazraj belum tentu bisa diterima oleh suku 'Auz, yang selalu menjadi saingan suku Khazraj di Madi­nah. Perdebatan alot tentang siapa yang akan mengganti status Nabi sebagai Kepala Pe­merintahan membuat jasad Nabi tertunda di­makamkan sampai hari Rabu.

Para peserta pertemuan menyetujui penda­pat Umar dan Umar tidak menyia-nyiakan ke­sempatan itu. Ia langsung membaiat Abu Ba­kar sebagai khalifah (pengganti Nabi sebagai Kepala Pemerintahan). Baiat ini terkenal deng­an Bai'at Tsaqifah. Walaupun pada mulanya ada masalah kecil karena keluarga dekat Nabi tidak dilibatkan, seperti Fatimah, anak tunggal Nabi yang hidup, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin 'Affan, dll. Fatimah diketahui tidak ikut mem­baiat Abu Bakar. Ali, suami Fathimah, nanti membaiatnya sesudah Fatimah, isterinya me­ninggal.

Suksesi awal dalam kepemimpinan umat Is­lam ini melalui model musyawarah terbatas, yaitu musyawarah yang mewakili para pihak. Dari kelompok Anshar diwakili oleh kelom­pok suku Khazraj dan Suku 'Aus dan dari kel­ompok Muhajirin diwakili oleh Abu Bakar dan Umar ditambah beberapa sahabat muhajirin lainnya. Suksesi Nabi tidak terlalu rumit kar­ena kepiawaian Abu Bakar saat itu memang tak tertandingi. Kelompok Anshar dan Muhaji­rin beraklamasi menyetujui Abu Bakar sebagai pengganti Nabi. Abu Bakar melanjutkan kebi­jakan politik Nabi, sementara urusan spiritual mengikuti petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Abu Bakar tidak menemui banyak kesulitan karena selain lebih senior ia juga memiliki kapasitas sebagai ulama dan berpengalaman mendamp­ingi Nabi mengurus roda kepemimpinan dunia Islam. 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Denny Indrayana Ingatkan Konsekuensi Putusan MKMK dalam Kasus Arsul Sani

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30

HAPPI Dorong Regulasi Sempadan Pantai Naik Jadi PP

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22

Pembentukan Raperda Penyelenggaraan Pasar Libatkan Masyarakat

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04

Ijazah Asli Jokowi Sama seperti Postingan Dian Sandi

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38

Inovasi Jadi Kunci Hadapi Masalah Narkoba

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12

DPR: Jangan Kasih Ruang Pelaku Ujaran Kebencian!

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06

Korban Meninggal Banjir Sumatera Jadi 1.030 Jiwa, 206 Hilang

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

Bencana Sumatera, Telaah Konstitusi dan Sustainability

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

PB HMI Tegaskan Putusan PTUN terkait Suhartoyo Wajib Ditaati

Senin, 15 Desember 2025 | 23:10

Yaqut Cholil Masih Saja Diagendakan Diperiksa KPK

Senin, 15 Desember 2025 | 23:07

Selengkapnya