Berita

Recep Tayyip Erdogan/Net

Dunia

Makna Kemenangan Erdogan Untuk Indonesia

MINGGU, 12 AGUSTUS 2018 | 23:31 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

SESUAI perkiraan akhirnya Recep Tayyip Erdogan benar-benar keluar sebagai pemenang dalam pemilihan Presiden di Turki.

Walaupun kontestasi antara capres sangat keras, akan tetapi tidak sampai terjadi insiden antar pendukung.

Begitu juga tidak terdengar adanya kecurangan yang akan menodai hasil Pilpres yang akan berimplikasi pada legitimasi sang pemenang.


Akan tetapi kemenangan tipis yang diperoleh Erdogan harus dibaca sebagai pesan bahwa popularitasnya terus menurun, sementara lawan-lawan politiknya semakin banyak dan kuat, serta kondisi ekonomi terus menurun.

Karena itu, kedepan ia perlu mengubah gaya kepemimpinannya yang keras menjadi lebih akomodatif dan kompromi. Apalagi kemenangannya tidak hanya diperoleh dari AKP yang menjadi kendaraan politiknya, akan tetapi juga berkat dukungan partai lain seperti MHP dan BBP. Karena itu, ia juga dituntut untuk berbagi kekuasaan, agar demokrasi di Turki berjalan normal dan terus tumbuh dan berkembang.

Di bawah undang-undang baru, Erdogan akan menjadi Presiden Turki yang sangat kuat, dibanding sebelumnya dimana jabatan Presiden lebih bersifat simbolik, karena kekuasaan ada di Perdana Mentri. Dengan berubahnya sistem pemerintahan dari parlementer menjadi presidensiel, Presiden kini memiliki kekuasaan untuk menunjuk wakil presiden, mentri-mentri, hakim agung, membubarkan parlemen, mengeluarkan dekrit, dan menetapkan negara dalam keadaan darurat.

Sementara jabatan Perdana Mentri dihapuskan. Dengan demikian ancaman kudeta yang sering menghantui para pejabat Turki akan semakin kecil, sementara Presiden semakin leluasa merealisasikan agenda politiknya.

Implikasi lanjutan dari perubahan konstitusi yang diamandemen tahun lalu adalah jika sebelumnya Presiden dan Perdana Mentri harus memperkuat partai agar bisa menguasai parlemen, sembari terus mewaspadai militer dan para politisi sipil yang menjadi lawan-lawan politiknya, kini Presiden harus lebih mengayomi semua kekuatan politik yang ada, pandai bernegosiasi dan berkompromi, serta mau berbagi kekuasaan.

Jika ini dapat dilakukan, maka kemajuan Bangsa dan Negara Turki akan semakin nyata kedepan. Apa yang kini terjadi di Turki mirip dengan Indonesia saat memasuki Reformasi (demokratisasi) pada tahun 1998. Sejak pemilu 1999, tidak pernah ada partai politik yang berhasil menjadi pemenang dengan mayoritas mutlak dalam arti memperoleh suara lebih dari 50 persen di parlemen.

Akibatnya, saat pemilihan presiden partai-partai yang memiliki kandidat presiden dipaksa untuk berkoalisi dengan partai lain agar dapat memperoleh suara lebih dari 50 persen sesuai konstitusi. Sejak itu, walaupun sangat dinamis bahkan terkadang keras, demokrasi di Indonesia terus terjaga.

Di sisi lain, karena terlalu banyak negosiasi dan kompromi, Presiden di Indonesia sulit bersikap tegas. Akibatnya, ekonomi sulit berkembang bila dibanding Turki yang meskipun memasuki demokrasinya yang terakhir pada tahun 2003 saat AKP menang melalui Pemilu.

Disamping kemiripan sistem politik, dan situasi kepartaian di dua negara, antara Indonesia dan Turki juga memiliki berbagai kesamaan lain; Bentuk negara republik, mayoritas penduduknya beragama Islam dan bermajhab Suni. Bahkan ideologi partai-partai yang ada di Turki serupa dengan di Indonesia.

Sebagai contoh: CHP adalah berideologi nasionalis sekuler mirip dengan PDI Perjuangan, AKP partai nasionalis religius mirip dengan PAN dan PKB, Saadet dan BPP adalah Partai Islam mirip dengan PPP dan PKS. Karena itu, Indonesia dan Turki saat ini bisa saling berbagi pengalaman, saling belajar baik dari sukses maupun kegagalan, agar demokrasi membawa kemajuan negri dan kemakmuran rakyatnya. Dengan demikian bisa menjadi model bagi negara-negara muslim lain yang kini masih meragukan demokrasi. [***]

Penulis adalah Direktur Eksekutif Center for Dialogue and Cooperation among Civilization (CDCC)



Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Bangunan di Jakarta Bakal Diaudit Cegah Kebakaran Maut Terulang

Senin, 29 Desember 2025 | 20:13

Drama Tunggal Ika Teater Lencana Suguhkan Kisah-kisah Reflektif

Senin, 29 Desember 2025 | 19:53

Ribuan Petugas Diturunkan Jaga Kebersihan saat Malam Tahun Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 19:43

Markus di Kejari Kabupaten Bekasi Mangkir Panggilan KPK

Senin, 29 Desember 2025 | 19:35

DPP Golkar Ungkap Pertemuan Bahlil, Zulhas, Cak Imin, dan Dasco

Senin, 29 Desember 2025 | 19:25

Romo Mudji Tutup Usia, PDIP Kehilangan Pemikir Kritis

Senin, 29 Desember 2025 | 19:22

Kemenkop Perkuat Peran BA dalam Sukseskan Kopdes Merah Putih

Senin, 29 Desember 2025 | 19:15

Menu MBG untuk Ibu dan Balita Harus Utamakan Pangan Lokal

Senin, 29 Desember 2025 | 19:08

Wakapolri Groundbreaking 436 SPPG Serentak di Seluruh Indonesia

Senin, 29 Desember 2025 | 19:04

Program Sekolah Rakyat Harus Terus Dikawal Agar Tepat Sasaran

Senin, 29 Desember 2025 | 18:57

Selengkapnya