Sejak awal reformasi, Pancasila dinilai jauh dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bukan saja tidak lagi menjadi nilai-nilai yang menjadi pegangan di tengah masyarakat, namun sebagian masyarakat pun tidak lagi memahami atau bahkan tidak hafal kelima sila itu.
Begitu isi disertasi Korbid Pemenangan Pemilu Sumatera DPP Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia yang dipaparkan dalam sidang terbuka promosi doktor di Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Bandung, Jumat (10/8) lalu.
Dalam disertasi berjudul “Reinterpretasi Nilai-Nilai Kekinian: Kebangkitan Pancasila Pasca Reformasi (Studi Model Pelembagaan Ideologi)†itu, Doli menilai bahwa Pancasila telah kehilangan makna pasca reformasi.
“Pada level negara pun juga terjadi kekosongan kebijakan mengenai Pancasila. Sejak dimulainya era reformasi pada 1998, baru tahun 2011 negara memulai kembali menghidupkan wacana akan pentingnya Pancasila, termasuk konsensus bangsa lainnya,†jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (11/8).
Doli melihat bahwa kekosongan yang terjadi sejak masa reformasi hingga tahun 2011 telah memberikan dampak yang sangat berbahaya bagi masa depan NKRI.
“Kohesivitas kebangsaan sesama anak bangsa melemah, potensi konflik sosial meluas, politisasi identitas menguat, dan kesenjangan ekonomi melebar. Situasi itu semakin diperparah dengan adanya gerakan ekspansi dari ideologi-ideologi lain,†jelasnya.
Fenomena ini dalam teori dimensi ideologinya Mostafa Rejai yang termaktub di buku “A Political Ideologies: Comparative Approach†disebut terjadi kemunduran (decline) Ideologi Pancasila.
Rejai, sambung Doli, juga mengemukakan bahwa sesungguhnya sebuah ideologi tidak akan pernah mati. Ideologi hanya mengalami kemunduran dan pada saatnya akan mengalami kebangkitan kembali (resurgence).
“Dalam konteks membangkitkan kembali Pancasila, yang harus dilakukan adalah melakukan pelembagaan ideologi Pancasila pada bidang politik, pendidikan, ekonomi, melibatkan generasi milenial, dan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi,†sambungnya.
“Itu yang disebut adanya metodologi baru dalam mengarusutamakan Pancasila di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,†kata mantan ketua umum KNPI itu.
Untuk melakukan tugas-tugas pelembagaan itu, masih lanjut Doli, maka perlu dibentuk lembaga negara baru yang termaktub dan keberadaannya dijamin konstitusi negara, disebut Dewan Pancasila. Dewan ini adalah sebuah lembaga negara, bukan unit presiden, badan, atau lembaga yang di bawah atau subordinat sebuah pemerintahan atau rezim.
“UKP-PIP yang sekarang menjadi BPIP belum punya kewenangan yang cukup dan tugas, pokok, serta fungsi yang lengkap,†tegas Doli.
Sidang promosi doktor Doli ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional seperti Akbar Tandjung, Ferry Mursyidan Baldan, dan beberapa anggota DPR RI, Kepala Daerah, termasuk Wakil Gubernur Sumatera Utara terpilih Musa Rajekshah.
[ian]