Berita

KH Asad Said Ali/Humas BNPT

Pertahanan

Asad Said: Sebenarnya Perdebatan Agama Dan Nasionalisme Sudah Selesai

MINGGU, 05 AGUSTUS 2018 | 14:32 WIB | LAPORAN:

Perdebatan tentang agama dan nasionalisme pernah terjadi sekitar 30-40 tahun sebelum kemerdekaan. Namun perdebatan itu telah selesai setelah diputuskan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar negara pada 18 Agustus 1945.

Dan terbukti Pancasila bisa menjadi jalan tengah terbaik dalam menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kita bangsa Indonesia sudah maju bahwa agama disandingkan dengan nasionalisme. Di negara muslim lain, itu tidak terjadi, kita justru tuntas menyelesaikannya. Kita menggunakan kaidah bahwa agama dan negara tidak mungkin dipisahkan makanya Indonesia bukan negara teokrasi, bukan sekuler, tapi negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Itulah Pancasila," kata mantan Wakil Ketua Umum PBNU, KH. Asad Said Ali di Jakarta.

Asad menceritakan, setelah diputuskannya Pancasila, sehari setelah Kemerdekaan Indonesia itu, diskusi tentang agama dan nasionalisme kembali muncul antara tahun 1956-1959 di lembaga Konstituante saat akan menentukan dasar negara dan UUD lagi.

Di situ terjadi perdebatan sengit, partai-partai Islam seperti Masyumi, NU, PSII, dan lain-lain, marah ketika partai nasionalis bentukan kelompok liberal, dan sosialis meminta kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa di sila pertama Pancasila, diganti menjadi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Artinya masyarakat boleh tidak beragama yaitu atheis. Mereka juga meminta agama tidak menjadi bagian dari negara.

Partai-partai Islam akhirnya keluar sehingga konstituante deadlock selama tiga tahun. Kemudian muncullah inisiatif dari NU yang mengusulkan kembali ke Pancasila dan UUD 1945 dan Ketuhanan Yang Maha Esa tetap seperti yang disepakati 18 Agustus 1945 yang diartikan tauhid yaitu bukan negara agama, bukan negara sekuler, tapi negara yang merujuk dan menghormati agama.

Menurutnya, persoalan itu muncul kembali ketika kran kebebasan dibuka pada 1998. Akibat globalisasi, liberalisasme neolib menjadi menang di dunia. Mereka menganggap liberalisme neolib sistem yang terbaik, sistem lain tidak ada.

"Sebenarnya diskusi soal agama dan nasionalisme sudah selesai. Itu muncul lagi karena globalisasi dan ada reformasi, di mana kelompok neolib ingin memaksa neo liberalisme, sedangkan kelompok radikal Islam, ingin negara Islam lagi. Ironisnya, negara diam sehingga perdebatan ini muncul lagi," terang Asad.

Ia tidak memungkiri bila hal-hal semacam ini sengaja dimunculkan sebagai propaganda kelompok radikal terorisme untuk menimbulkan kegaduhan di Indonesia. Menurutnya, ada banyak faktor yang membuat radikalisme dan terorisme masih bergentayangan di Bumi Nusantara seperti ketimpangan ekonomi, pengaruh globalisasi. Akibatnya ada yang terseret ikut liberal ada juga yang ikut-ikutan mau mendirikan negara Islam, juga polarisasi masyarakat yang sangat tinggi sehingga kebebasan menjadi seperti tanpa rem.

Untuk itu, ia mengajak seluruh bangsa untuk kembali ke kesepakatan para pendahulu bangsa, yaitu semangat bersama bangkitkan negara Pancasila dan kebersamaan sebagai suatu bangsa. Juga kebebasan beragama, serta sikap tidak boleh saling menyalahkan. Karena itu perlu suatu konsolidasi demokrasi.

"Saya harapkan mana aturan yang kira-kira tidak cocok ayo kita perbarui, tapi konteksnya untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa pada era globalisasi ini. Dengan berpegang pada Pancasila yang teraktualisasi sebagai ideologi terbuka, kita buka kran dimana batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Kalau kita berpegang pada semangat Pancasila, saya yakin semua bisa diselesaikan dengan baik," pinta mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini.

Intinya, lanjut Kiai Asad, semua pihak atau golongan harus dirangkul dan jangan distigma. Juga jangan memaksakan sesuatu yang tidak dipaksakan.

"Misalnya, kita harus menjadi barat atau kita harus menjadi Arab. Yang benar kita Indonesia. Mana yang baik dari demokrasi dan mana yang baik dari nasionalisme barat kita ambil, sementara yang jelek harus dibuang. Mana yang baik dari nilai-nilai agama kita ambil, yang tidak cocok jangan dipakai," tukasnya. [wid] 

Populer

Jokowi Kumpulkan Kapolda Hingga Kapolres Jelang Apel Akbar Pasukan Berani Mati, Ada Apa?

Kamis, 12 September 2024 | 11:08

Jagoan PDIP di Pilkada 2024 Berpeluang Batal, Jika….

Minggu, 08 September 2024 | 09:30

Slank sudah Kembali ke Jalan yang Benar

Sabtu, 07 September 2024 | 00:24

Soal Video Winson Reynaldi, Pemuda Katolik: Maafkan Saja, Dia Tidak Tahu Apa yang Dia Perbuat!

Senin, 09 September 2024 | 22:18

Ini Kisah di Balik Fufufafa Dikaitkan dengan Gibran

Rabu, 11 September 2024 | 01:15

Jemaah Suruh RK Turun dari Panggung Haul Mbah Priok

Senin, 02 September 2024 | 09:22

Akun Kaskus Fufufafa yang Hina Prabowo Diduga Gibran, Grace Natalie: Dipastikan Dulu

Rabu, 04 September 2024 | 04:44

UPDATE

Program Sekolah Swasta Gratis Rawan Penyelewengan

Jumat, 13 September 2024 | 06:04

Bamus Betawi 1982 Pilih Marullah Ketimbang Heru Budi

Jumat, 13 September 2024 | 05:52

Pesona Anies Redup Usai Kalah Pilpres, Parpol Langsung Belok Arah

Jumat, 13 September 2024 | 05:15

Bamsoet Tegas Bilang Menang Pilkada Perlu Didukung "Isi Tas"

Jumat, 13 September 2024 | 05:10

Aura Kebintangan Jokowi Luntur Pasca 20 Oktober

Jumat, 13 September 2024 | 04:12

Jurnalis Harus Hati-hati Beritakan PKPU dan Kepailitan

Jumat, 13 September 2024 | 04:07

Buruh Tewas Tertimpa Dinding Gudang Tembakau di Jember

Jumat, 13 September 2024 | 04:05

Bamsoet Tak Ingin Parpol hanya Jadi Milik Segelintir Kelompok

Jumat, 13 September 2024 | 03:33

Dewan Pers sebut Belum Ada Pemberitaan Negatif soal PKPU

Jumat, 13 September 2024 | 03:32

Satpam Rampok Taksi Online untuk Biaya Nikah

Jumat, 13 September 2024 | 03:14

Selengkapnya