Berita

Muhammad Najib/Net

Politik

Mengapa Begitu Sulit Mencari Calon Wakil Presiden?

SABTU, 04 AGUSTUS 2018 | 12:53 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

MASA pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden untuk Pilpres 2019 sudah dimulai. Meskipun demikian, belum ada tanda-tanda kapan partai-partai politik yang sudah menyiapkan para jagonya akan datang ke KPU untuk memenuhi proses administrasi. Bahkan, KPU sudah memberikan isyarat jika sampai 10 Agustus sebagai batas akhir masa pendaftaran hanya ada satu pasang calon saja, maka masa pendaftaran akan diperpanjang selama empat hari.

Sampai saat ini baru Presiden Joko Widodo sebagai sejawat yang sudah mantap untuk maju kembali sebagai Capres. Sementara siapa Cawapresnya, akan ditentukan oleh siapa calon penantangnya. Sejumlah pengamat mengaitkan strategi ini dengan nasihat panglima perang sekaligus ahli strategi Tiongkok kuno bernama Sun Tzu yang sampai kini bukunya masih dibaca orang. Salah satu ungkapannya yang sangat terkenal adalah jika engkau mengenali dirimu dan mengenali siapa lawanmu maka engkau akan memenangkan pertarungan. Dengan merujuk pada paradigma ini, maka diperkirakan pasangan siapa cawapres pejawat baru akan diputuskan setelah pasangan calon penantangnya terbentuk.

Lalu siapa sebenarnya calon penantangnya? Sampai saat ini belum jelas. Jika sebelumnya muncul nama Anies Rasyid Baswedan, Gatot Nurmantyo, dan tentu saja Prabowo Subianto yang semakin hari semakin mendominasi wacana capres dari kelompok penantang. Akan tetapi, sejak pernyataannya yang bersayap di depan Ijtima Ulama; jika ada yang lebih baik maka dengan kebesaran jiwa demi ummat, bangsa, dan negara ia akan memberikan jalan. Ungkapan ini dapat dimaknai bahwa rencana Ketua Umum Gerindra untuk maju sebagai capres belum final.

Apalagi Hashim Djojohadikusumo adik kandung Probowo pernah mengungkapkan keraguannya disebabkan persoalan logistik. Di mata publik Hashim dipandang sebagai pengusaha yang bertanggungjawab terhadap urusan financial sang kakak selaku orang nomor satu di Gerindra.

Masalah lain yang harus dihadapi adalah persyaratan 20 persen kursi di DPR RI. Gerindra hanya memiliki 73 kursi setara dengan 13 persen. Karena itu ia membutuhkan tambahan untuk memenuhi syarat administratif sesuai undang-undangan. Hal inilah yang menyebabkan PAN yang memiliki 48 kursi (8,6 persen) dan PKS dengan 40 kursi (7,1 persen) menjadi begitu penting bagi Gerindra.

Jika hanya mempertimbangkan persoalan persyaratan, sebenarnya Gerindra cukup memilih antara PAN atau PKS. Akan tetapi Prabowo menginginkan keduanya sekaligus untuk menambah bobot dan dukungan publik sebagai penantang.

Masalah yang timbul kemudian, baik PAN maupun PKS masing-masing mengajukan cawapres. Jika PKS secara lugas dan terbuka menyatakan bahwa cawapresnya sebagai syarat mutlak koalisi, bahkan mengancam akan meninggalkan Gerindra bila permintaannya tidak dipenuhi. Sementara itu PAN walaupun lebih diplomatis dalam bernegosiasi, sebenarnya substansinya serupa.

Situasinya semakin rumit, setelah Demokrat ditolak untuk bergabung dalam koalisi pejawat, lalu memutuskan untuk mendukung Prabowo. Walaupun dalam pernyataannya SBY selaku Ketua Umum Demokrat menyerahkan persoalan Cawapres kepada Prabowo, akan tetapi orang-orang yang dikirim sebagai negisiator selalu menyodorkan nama AHY sebagai cawapres. Demokrat yang memiliki jumlah kursi lebih banyak dibanding PAN atau PKS, ditambah potensi logistik yang bisa dikonstribusi lebih menjanjikan, maka wajar jika kemudian AHY lebih menawan hati Prabowo.

Persoalan yang timbul jika pilihan ini diambil, para ulama dan Ummat Islam yang selama ini mengagung-agungkan Prabowo akan bertanya dimana representasi mereka? Sementara itu PAN dan PKS yang merasa ditinggal, bukan mustahil akan bersatu untuk mencari alternatif lain.

Ada tiga pilihan bagi keduanya; Pertama, mencari partai lain diantara partai-partai yang kini berada di pejawat untuk bergabung kemudian mengusung capres baru. Jika hal ini terjadi, maka nama Anies dan Gatot bisa hidup kembali.

Kedua, menawarkan tawaran yang lebih menarik kepada Demokrat dibanding yang ditawarkan Gerindra. Misalnya memberikan kursi capres untuk kader Demokrat. Jika hal ini yang terjadi, maka Prabowo akan jomblo.

Ketiga, jika plihan-pilihan ini gagal dilakukan, maka bukan mustahil PAN dan/atau PKS akan merapat ke sejawat, mengingat aturan yang ada mengharuskan semua partai politik yang mengikuti pemilu untuk memiliki capres dan cawapres.

Dengan kata lain tidak boleh abstain jika tidak ingin menerima sangsi. [***]

Penulis adalah Direktur Eksekutif CDCC (Center for Dialogue and Cooperation among Civilization)

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Waspadai Partai Cokelat, PDIP: Biarkan Rakyat Bebas Memilih!

Rabu, 27 November 2024 | 11:18

UPDATE

Disdik DKI Segera Cairkan KJP Plus dan KJMU Tahap II

Sabtu, 30 November 2024 | 04:05

Israel dan AS Jauhkan Umat Islam dari Yerusalem

Sabtu, 30 November 2024 | 03:38

Isu Kelompok Rentan Harus Jadi Fokus Legislator Perempuan

Sabtu, 30 November 2024 | 03:18

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kadin Luncurkan White Paper

Sabtu, 30 November 2024 | 03:04

Pasukan Jangkrik Gerindra Sukses Kuasai Pilkada di Jateng

Sabtu, 30 November 2024 | 02:36

Fraksi PKS Usulkan RUU Boikot Produk Israel

Sabtu, 30 November 2024 | 02:34

Sertijab dan Kenaikan Pangkat

Sabtu, 30 November 2024 | 02:01

Bawaslu Pastikan Tak Ada Kecurangan Perhitungan Suara

Sabtu, 30 November 2024 | 01:48

Anggaran Sekolah Gratis DKI Disiapkan Rp2,3 Triliun

Sabtu, 30 November 2024 | 01:17

Mulyono Bidik 2029 dengan Syarat Jakarta Dikuasai

Sabtu, 30 November 2024 | 01:01

Selengkapnya