Gempa berkekuatan 6,4 skala richter (SR) mengguncang kawasan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (29/7).
Akibatnya,17 orang meninggal dunia, 401 menderita luka serta ribuan rumah rusak parah. Beberapa gempa kecil juga masih sering dirasakan warga yang tinggal di tenda-tenda pengungsian.
Salah satu daerah yang mengalami kerusakan parah berada di Dusun Melempo, Desa Obel-Obel, Kecamatan Sembelia, Kabupaten Lombok Timur (Lotim). Hampir seluruh rumah yang berada di dusun tersebut telah rata tanah. Dinding bangunan hancur berkeping-keping. Atap bangunan juga telah menyatu dengan lantai rumah.
Bilapun ada yang masih berdiri, bisa dipastikan rumah terseÂbut telah kosong ditinggal pengÂhuninya. "Kami sudah tidak beÂrani masuk rumah. Kena goyang sedikit saja langsung ambruk," tutur Nur Saad, salah satu warga Dusun Melempo kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Banyaknya warga yang tidak berani kembali ke rumahnya setelah gempa, membuat hampir seluruh halaman rumah dipenuhi tenda. Mereka memilih tidur di tempat sementara itu karena masih trauma guncangan dahÂsyat yang sewaktu-waktu bisa merobohkan tembok rumah.
Pasalnya, kondisi retakan tembok sangat parah, sehingga sewaktu-waktu bisa roboh. Hal itu diperparah dengan gempa susulan yang masih sering meÂlanda wilayah Sembalun dan sekitarnya. Tak pelak, kejadian tersebut semakin menambah rasa khawatir warga bila tidur di dalam bangunan yang suÂdah dalam kondisi tidak layak huni itu. "Kami baru berani ke rumah bila sudah dibangun kembali oleh pemerintah," ujar Saad kembali.
Kendati beberapa warga telah mendirikan tenda di depan ruÂmahnya masing-masing, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tetap membangun tenda besar di tengah-tenÂgah pemukiman. Tenda oranye itu untuk warga yang sudah tidak mempunyai rumah lagi akibat gempa.
Dengan kondisi seadanya, mereka tertidur pulas. Sebagian dari mereka ada yang memilih duduk berjejer di bawah tenda tanpa menghiraukan panasnya sinar matahari. Tidak ketingÂgalan, dapur umum juga didiriÂkan tak jauh dari tenda pengungÂsian untuk menjamin kebutuhan dasar warga.
"Kalau untuk kebutuhan pokok sudah cukup. Sekarang tingÂgal bantuan merenovasi rumah," ujar Saad.
Saad mengakui, rumahnya memang tidak ambruk terkena gempa. Tapi, retaknya sudah terlihat di beberapa titik tembok. "Tinggal menunggu waktu amÂbruk," kata dia.
Hal itu diperparah guncangan susulan yang masih sering dirasakan walaupun dalam skala keÂcil. "Sepertinya gempa bumi belum berakhir dan sering terasa bergetar meski kekuatannya tidak sebesar hari pertama," imbuhnya.
Namun demikian, Saad mengakubersyukur karena seluÂruh keluarganya selamat dari peristiwa mematikan tersebut. "Alhamdulillah, gempa terjadi pagi hari jam setengah 7. Kalau malam, pasti banyak korban," tuturnya.
Salah seorang warga Desa Obel-Obel lainnya, Inak Dewi mengaku masih membutuhkan bantuan makanan dan selimut. Sebab, kata dia, malam hari sanÂgat dingin di tempat pengungsian. "Jumlah selimut terbatas, makaÂnan juga kurang," ucapnya.
Dia berharap, bantuan makaÂnan seperti beras dan sayuran bisa lebih banyak diberikan agar para korban gempa bisa terbantu.
Selain itu, perempuan beruÂmur 43 tahun ini mengaku suÂdah tidak mau lagi kembali ke rumahnya karena hancur. "Kami sekeluarga terpaksa tinggal di pengungsian," ucapnya.
Selama ini, kata Inak Dewi, pengungsi di Desa Obel-Obel hanya bisa mengandalkan banÂtuan dari masyarakat luar karenaseluruh kegiatan ekonomi terhenti. "Kami harus tinggal di posko, walaupun kondisinya masih seadanya," ujar dia.
Alhamdulillah, Semua Warga Selamat, Sekarang Di Pengungsian Khairuddin, salah satu tokoh warga di Desa Obel-Obel menjelaskan, seluruh rumah miÂlik warga yang tinggal di Dusun Melempo hancur terkena gempa bumi. "Total ada 78 kepala keluarga (KK) yang rumahnya hancur," sebut Khairuddin.
Kendati begitu, Khairuddin mengaku bersyukur karena tidak ada warganya yang meninggal dunia. "Kalau yang luka patah kaki dan kepala bocor terkena runtuhan, banyak," sebutnya.
Pria 45 tahun ini mengaku bersyukur empat anaknya selamat dari musibah tersebut. Ia menÂceritakan, saat gempa terjadi, dirinya sedang sibuk memasak nasi di dapur untuk menyiapkan sarapan bagi empat anaknya. Saat guncangan hebat terjadi, ia lantas berteriak meminta seluruh anaknya keluar dari rumah.
"
Alhamdulillah, seluruhnya selamat dan sekarang tinggal di pengungsian," ujar pria yang sudah menduda ini.
Setelah situasi mulai reda dan dirasa aman, pria yang sehari-hari bertani ini, kemudian mengecek kondisi rumahnya. "Ternyata rumah sudah rata dengantanah. Seluruh barang elekÂtronik juga tidak ada yang bisa diselamatkan," tutur Khairuddin sembari menyeka air matanya yang menetes.
Dia berharap, pemerintah membangun rumahnya kembaliyang hancur terkena gempa. Sebab, Khairuddin mengaku tidak mempunyai uang untuk membanÂgun. "Pekerjaan saya hanya petani yang mendapat uang Rp 500 ribu setiap bulan," sebutnya.
Apalagi rumah tersebut, kata dia, dibangun dari hasil jerih payahnya selama bertahun-tahun bertani, namun hancur seketika. "Semoga saya bisa menghadapi ini semua," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Geofisika Mataram, NTB Agus Riyanto menyatakan, guncangangempa dengan kekuatan rendah masih sering terjadi di wilayah Lombok.. "Pagi ini terjadi gempasusulan dengan kekuatan renÂdah, tidak seperti hari pertama gempa," kata Agus, kemarin.
Menurut Agus, hasil analisa BMKG menunjukkan bahwa gempa bumi ini berkekuatan magnitudo 2,5. Episenter (pusat gempa) terletak pada kordinat 8,78 lintang selatan (LS) dan 116,26 bujur timur (BT), atau tepatnya pada jarak 9 Km arah barat daya Lombok Tengah, di kedalaman 12 km .
Dengan memperhatikan lokasi episenter, kedalaman hiposenter, dan mekanisme sumbernya, kata dia, maka gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal. "Jadi, sumber gempa ini, dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik," tandasnya.
Begitu juga, lanjut dia, guncangangempa bumi ini dilaporkan telah dirasakan di daerah Bayan pada skala intensitas ISIG-BMKG (IIMMI). "Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut di sana," imbuhnya.
Latar Belakang
10 Ribu Orang Mengungsi 5 Ribu Rumah Rusak Gempa bumi berkekuatan 6,4 skala richter (SR) mengÂguncang Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (29/7).
Gempa terjadi tepat di koorÂdinat 8,4 Lintang Selatan (LS) dan 116,5 Bujur Timur (BT), atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 47 km arah timur laut Kota Mataram, NTB, denÂgan kedalaman pusat gempa 24 Km.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, korban meninggal mencapai 17 jiwa, korban luÂka-luka berjumlah 401 orang.
Selain itu, gempa tersebut juga mengakibatkan 5.448 unit rumah rusak. Seperti 15 unit gedung fasilitas pendidikan, 5 fasilitas kesehatan, 55 tempat peribadatan, 37 unit kios dan satu jembatan.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, korban meninggal bertambah satu orang, sehingga total korban meninggal menjadi 17. Korban terakhir atas nama Ina Indra berusia 70 tahun.
"Korban dirawat di RS Lombok Utara. Sebelumnya sakit saat gempa, kemudian meninggal hari ini, sehingga total korban meninggal 17 orang," kata Sutopo dalam keterangannya.
Jumlah pengungsi, menurut Sutopo, saat ini mencapai 10.062 orang. Lokasi penÂgungsian ribuan orang itu kini tersebar di 13 titik. "Kerusakan terparah akibat gempa itu terjadi di Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara," sebut dia.
Sutopo menjelaskan, untuk keperluan pemberian bantuan pemulihan rumah rusak, saat ini pendataan terus dilakukan. Hasil pendataan rumah rusak berbasis data nama pemilik dan alamat oleh pemerintah desa dan kecamatan terseÂbut, kemudian akan ditetapÂkan melalui Surat Keputusan Pemprov NTB. "Presiden Joko Widodo sudah memerinÂtahkan agar bantuan untuk ruÂmah rusak segera diberikan," tandasnya. ***