. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) didesak lakukan penindakan terhadap pelaku pencemar Limbah Bahan Berbaya Beracun (B3) berupa sisa dan bekas makanan-minuman kadaluarsa di Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia.
Desakan ini disampaikan Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan (KJPL) Indonesia.
Ketua KJPL Indonesia, Teguh Ardi Srianto mengatakan, tim melakukan pantauan selama dua bulan terakhir (terhitung mulai awal Juni-Juli 2018), di Kawasan Tambak Cemandi, Sedati, Sidoarjo, tepatnya di area kawasan pertambakan, bekas kolam pancing di koordinat 7°22’17.1″S 112°48’34.9″E.
"Selama pantauan dilakukan di lokasi, ada beberapa temuan yang dicatat Tim KJPL Indonesia, di antaranya tentang aktifitas pembakaran sisa makanan-minuman kadaluarsa, diduga dari satu diantara toko modern yang memiliki banyak outlet di Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (1/8).
Menurut Teguh, bahan makanan dan minuman kadaluarsa yang ditimbun di lokasi lalu dibakar, antara lain berupa biskuit dalam kemasan kaleng, kental manis kaleng, buah dalam kaleng, susu dalam botol plastik, beragam jenis snack atau makanan ringan dalam kemasan plastik juga beragam sisa minuman kadaluarsa dalam kemasan botol kaca dan plastik berbagai merek.
"Aktifitas penimbunan dan pembakaran sisa makanan-minuman kadaluarsa itu, sudah dilakukan selama 4 (empat) bulan terakhir, dan dilakukan satu di antara warga Cemandi, Sedati, Sidoarjo yang punya lahan di koordinat 7°22’17.1″S 112°48’34.9″E," tukasnya.
Teguh melanjutkan, penimbunan makanan-minuman kadaluarsa itu dilakukan setiap hari dengan intensitas yang sangat sering, dengan menggunakan sarana transportasi truk dengan bak tertutup yang langsung menuju ke lokasi penimbunan dan pembakaran di koordinat 7°22’17.1″S 112°48’34.9″E.
"Beberapa petani garam yang ditemui di sekitar lokasi mengaku sangat terganggu dengan asap yang ditimbulkan dari aktifitas pembakaran sisa makanan-minuman kadaluarsa yang dilakukan di koordinat 7°22’17.1″S 112°48’34.9″E, hampir setiap hari mulai pagi sampai sore bahkan malam hari," tambahnya.
Selain itu, sambung Teguh, dampak dari sisa pembakaran makanan dan minuman kadaluarsa, banyak area pertambakan yang tergenang cairan sisa kegiatan pembakaran dan airnya berubah warna jadi merah ke kuning-kuningan bahkan berbau menyengat.
"Sesuai Pasal 69 ayat 1 huruf (e) dan (f) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah jelas diatur, kalau setiap orang dilarang membuang limbah dan B3 di media lingkungan hidup," sergahnya.
Aturan lain, kata Teguh, dalam Pasal 180 Ayat 1 huruf (b) Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyebutkan adanya larangan pembuangan limbah B3 di daerah sensitif, di antaranya di kawasan lindung laut, daerah rekreasi, kawasan pantai berhutan bakau, lamun dan terumbu karang, taman nasional, taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Kemudian kawasan rawan bencana alam, alur pelayaran, pemijahan dan pembesaran ikan, alur migrasi ikan, daerah penangkapan ikan, alur pelayaran, dan atau daerah khusus militer.
“Sementara itu, makanan-minuman kadaluarsa merupakan satu diantara sumber limbah B3 yang cara penanganannya sangat khusus dan tidak sembarangan dalam memusnahkannya, karena sudah jelas di atur dalam PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,†tutup Teguh.
[jto]