Berita

Yusril Ihza Mahendra/Net

Wawancara

WAWANCARA

Yusril Ihza Mahendra: Putusan MK Justru Timbulkan Ketidakpastian Hukum Baru Dalam Penyelenggaraan Negara

SENIN, 30 JULI 2018 | 12:01 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini selalu rinci dan men­dalam saat menyampaikan ar­gumentasi hukumnya termasuk ketika menyanggah penerapan terhadap putusan MK tentang larangan bagi pengurus partai maju sebagai calon senator.

Menurut dia, putusan itu han­ya bisa diterapkan di pemilu mendatang, bukan pada pemilu 2019. Yusril menyandarkan argumentasi hukumnya pada ru­nutan kronologis keputusan yang dibuat oleh KPU, hingga putusan MK terbit. Berikut penjelasan Yusril terkait putusan MK terh­adap uji materiil Pasal 182 huruf (I) Undang-Undang Pemilu;

Bagaimana tanggapan Anda terkait putusan MK yang melarang fungsionaris par­tai nyalon menjadi anggota DPD?
Begini, putusan MK itu diba­cakan pada tanggal 18 Juli 2018 pukul 12.12 WIB. Sementara berdasarkan ketentuan yang dibuat Komisi Pemilihan Umum (KPU), pendaftaraan anggota DPD adalah 26 Maret sampai 11 Juni 2018. Lalu hasil verifikasinya diumumkan pada tanggal 19 Juli 2018. Kalau kita membaca rumusan Pasal 27 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK), putusan MK itu berlaku serta merta pada saat dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Artinya putusan itu berlaku sejak 18 Juli 2018, pukul 12.12 WIB. Namun penentuan pendaftaran calon legislatif tidak diatur da­lam undang-undang, melainkan dalam Peraturan KPU Nomor 14/2017 yang pembentukannya merupakan pendelegasian ke­wenangan dari Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. PKPU 14/2018 itu di­sahkan dan diundangkan pada 12 April 2018, ketika frasa '...dan pekerjaan lain' dalam Pasal 182 huruf (l) Undang-Undang Pemilu masih sah berlaku, karena belum dinyatakan oleh MK bertentangan dengan UUD 1945, dan kemudian dimaknai sendiri oleh MK.

Dilihat dari sudut teori hukum tata negara, PKPU 14/2018 dibentuk oleh KPU berdasar­kan prinsip bahwa undang-undang adalah konstitusional, sebelum dinyatakan oleh MK bertentangan dengan UUD 1945. Syarat dan pendaftaran bakal calon anggota DPD semuanya telah tertuang dalam PKPU 14/2018. Artinya PKPU ini masih sah berlaku sebagai norma hukum, meskipun 18 Juli 2018 frasa '...dan pekerjaan lain' dalam Undang-Undang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Sementara norma yang dia­tur dalam PKPU 14/208 tidak otomatis gugur dengan adanya putusan MK. PKPU itu sendiri baru gugur apabila dinyatakan bertentangan dengan norma undang-undang oleh Mahkamah Agung (MA) atau dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh KPU itu sendiri. Kenyataannya ada beberapa PKPU yang betul-betul bertentangan dengan undang-undang namun tetap berlaku, dan tidak diubah oleh KPU meskipun mendapat kritik dan kecaman.

Selain soal itu apalagi argu­mentasi hukumnya?
Selain persoalan perseption of constitutionality, berdasarkan norma Pasal 47 Undang-Undang MK, putusan MK tidaklah ber­laku retroaktif, atau berlaku surut ke belakang. Sementara itu, putusan MK tersebut ber­laku sejak 18 Juli 2018 pukul 12.12 WIB, sementara jadwal pendaftaran bakal calon ang­gota DPD telah berakhir 11Juli 2018. Kemudian pengumuman kelengkapan pendaftaran adalah tanggal 19 Juli 2018. Artinya proses pendaftaran bakal calon sebetulnya sudah selesai seminggu sebelum adanya putusan MK tersebut. Dengan selesainya proses pendaftaran seminggu sebe­lum adanya putusan MK, maka pendaftaran yang dilakukan oleh para pengurus parpol itu tidak gugur secara otomatis akibat adanya putusan tersebut.

Artinya menurut Anda pendaftaran mereka sah?
Betul. Kewajiban bagi pendaf­tar yang adalah fungsionaris par­tai dalam melakukan pendaftaran itu kan telah mereka penuhi. Sebab sampai berakhirnya waktu pendaftaran bakal calon anggota DPD, ketentuan yang melarang anggota partai untuk mencalonkandiri sebagai anggota DPD belum ada. Ketentuan verifikasi berkas pendaftarannya juga dilakukan berdasarkan ketentuan yang ada, yaitu ketentuan yang tidak melarang anggota parpol untuk mendaftarkan diri. Satu hari sebelum pengumuman baru ada keputusan yang melarang mereka untuk mendaftarkan diri sebagai anggota DPD. Kemudian tanggal 19 Juli KPU sudah menyatakan bakal calon yang berkasnya leng­kap, belum lengkap, dan yang tidak memenuhi syarat.

Lalu setelah adanya putu­san MK ini jika KPU menilai pendaftaran mereka tetap dianggap tidak sah dan di­batalkan bagaimana?
Apabila ini harus dibatal­kan karena putusan MK, ma­ka jelaslah putusan MK ini menyebabkan ketidakpastian hukum. Dalam pertimbangan hukumnya MK menyatakan, karena proses pendaftaran calon anggota DPD telah berlangsung, maka calon yang berasal dari parpol akan terkena dampak dari putusan ini. Oleh karena itu KPU dapat menyatakan yang bersangkutan sebagai calon ang­gota DPD, sepanjang yang ber­sangkutan telah mengundurkan diri dari parpol, yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri tersebut. Maka selan­jutnya tidak boleh ada anggota DPD yang menjadi anggota parpol, karena bertentangan dengan UUD 1945.

Dengan adanya pertimbangan hukum di atas, artinya MK telah jauh melampaui kewenangannya. MK adalah lembaga yang diberi kewenangan oleh UUD, untuk menguji undang-undang terhadap UUD. Sebagai lembaga yang kewenangannya negative legislation, MK hanya berwenang memutuskan, apakah norma yang diuji bertentangan atau tidak dengan norma kon­stitusi. Bagaimana putusan MK itu adalah sepenuhnya menjadi kewenangan badan pembentuk undang-undang, atau aparatur penyelenggara lainnya.

Jadi menurut Anda MK tidak bisa memberikan arahan tertentu dalam putusannya?

Betul, MK tidak dapat mem­berikan semacam perintah, atau arahan kepada lembaga untuk melakukan tindakan tertentu, seperti yang dilakukan terh­adap KPU saat ini. Jadi enggak ada kewenangan memerintah KPU seperti bagaimana pertim­bangan hukum di atas. Sebab pertimbangan hukum tersebut adalah pertimbangan belaka, dan bukan diktum atau keputu­san MK. Pertimbangan hukum yang nyata-nyata melampaui kewenangan adalah tindakan sewenang-wenang. Oleh sebab itu, pertimbangan seperti itu tidak perlu dipatuhi oleh KPU. Karena putusan MK tersebut justru menyebabkan ketidak­pastian hukum yang baru da­lam penyelenggaraan negara. Ternyata putusan MK itu tidak bisa diterapkan karena tahapan­nya sudah berjalan. Apalagi yang diuji itu adalah undang-undang yang menyatakan peker­jaan lain itu adalah fungsionaris partai. Ini membingungkan kami juga, karena rupanya fungsionaris partai itu pekerjaan. Kalau pekerjaan harusnya jelas siapa majikannya, dan siapa yang ngasih gaji. Berarti benar Pak Jokowi ini, dia itu kan katanya petugas partai. Nah kami ini seka­rang rupanya dianggap sebagai pekerja partai. Padahal harus­nya tidak begitu pengertiannya. Fungsionaris tidak boleh diang­gap sebagai pekerja partai.

Putusan MK itu kan menyang­kut KPU yang sedang mem­verifikasi, bukan menyangkut anggota yang mendaftarkan. Orang yang mendaftar itu ber­dasarkan peraturan yang belum ditambahkan oleh MK. Oleh karena itu, pendapat hukum saya pendaftaran mereka adalah tin­dakan yang sah, dan tidak gugur dengan adanya putusan tersebut. Jadi MK itu hanya bisa menya­takan pasal ini bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD 1945. Mereka tidak bisa mengajari KPU harus begini, kemudian begitu, itu tidak ter­masuk kewenangan MK. Hakim hanya memutuskan, bagaimana penyelenggaraannya terserah pihak lainnya. ***

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Kejanggalan LHKPN Wakil DPRD Langkat Dilapor ke KPK

Minggu, 23 Februari 2025 | 21:23

Jumhur Hidayat Apresiasi Prabowo Subianto Naikkan Upah di 2025

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:56

Indeks Korupsi Pakistan Merosot Kelemahan Hampir di Semua Sektor

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:44

Beban Kerja Picu Aksi Anggota KPU Medan Umbar Kalimat Pembunuhan

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:10

Wamenag Minta PUI Inisiasi Silaturahmi Akbar Ormas Islam

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:08

Bawaslu Sumut Dorong Transparansi Layanan Informasi Publik

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:52

Empat Negara Utama Alami Krisis Demografi, Pergeseran ke Belahan Selatan Dunia, India Paling Siap

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:46

Galon Polikarbonat Bisa Sebabkan Kanker? Simak Faktanya

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:34

Indra Gunawan Purba: RUU KUHAP Perlu Dievaluasi

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:31

Kolaborasi Kunci Keberhasilan Genjot Perekonomian Koperasi

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:13

Selengkapnya