Suasana kebatinan kelompok oposisi perlahan mulai mencair. PKS, dan Demokrat legowo tak memaksakan jagonya sebagai cawapres. Apalagi, memosisikannya sebagai harga mati. Justru Gerindra yang hingga saat ini keukeuh mencapreskan Prabowo Subianto. Pengamat usul, supaya koalisi lebih cair, Prabowo capres harusnya jangan harga mati juga.
Dimulai dari PKS. Ketua Dewan Pimpinan PKS Mardani Ali Sera hanya memberi syarat agar seluruh partai koalisi pendukung Prabowo terbuka membahas siapa yang akan maju dalam Pilpres 2019. Tidak ada lagi harga mati soal nama yang disodorkan PKS. Padahal, ada sembilan nama yang awalnya diajukan PKS. Yaitu Ahmad Heryawan, Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, Irwan Prayitno, Sohibul Iman, Salim Segaf Al Jufri, Tifatul Sembiring, Al Muzzammil Yusuf, dan Mardani Ali Sera.
"PKS tidak akan memaksa yang sembilan itu kalau sudah dibahas bareng-bareng di satu meja," ujar Mardani kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, kemarin.
Mardani mengkalkulasikan, perkembangan koalisi masih di level lima dari angka 10, alias belum terlalu dalam. Nama-nama capres atau cawapres pun belum dirundingkan dalam satu meja. Jadi, kata Mardani kalau sampai saat ini semua partai ingin mengajukan kadernya adalah hal yang wajar-wajar saja.
Pun dengan Demokrat, sekalipun menjagokan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres, tapi tidak menetapkan AHY sebagai harga mati. Politisi Demokrat Herman Khaeron menegaskan, AHY bukan harga mati juga berasal dari ketegasan SBY.
"Nah ini yang ingin diletakkan. Sehingga kemudian Pak SBY bertemu secara marathon dengan pak Prabowo (Ketum Gerindra), dengan Pak Zulhas (Ketum PAN), nanti dengan Pak Sohibul Iman (Ketum PKS), dan kemudian tidak perlu juga ada statement yang mendelegitimasi bahwa ini mundur dari perjanjian, tidak ada. Dan ini menjadi hak partai partai," ujar Khaeron di DPR, kemarin.
Wakil komandan Kogasma itu juga menyatakan pihaknya siap duduk bersama PKS, PAN, dan Gerindra untuk membangun koalisi tidak lebih untuk kepentingan rakyat. Menurutnya setelah koalisi dibentuk, empat partai ini akan bersama-sama memilih calon pemimpin bangsa yang diharapkan oleh masyarakat.
"Prinsip dalam membangun koalisi itu adalah tentang kepercayaan yang kemudian mengedepankan dulu prinsip kebutuhan dan harapan masyarakat, baru nanti memikirkan pemimpin yang tepat," katanya.
Pertemuan empat partai ini juga dirasa perlu oleh PAN. Ketua DPP PAN Yandri Susanto menyiratkan pertemuan akan segera terealisasikan. "Ya dari diskusi tadi malam (Ketum PAN bertemu Ketum Demokrat), sepertinya seperti itu (ada pertemuan dalam waktu dekat)," kata Ketua DPP PAN Yandri Susanto di Kompleks Parlemen, kemarin.
Yandri menilai, pertemuan keempat partai itu sangat penting untuk membahas format koalisi. Serta membahas secara rinci capres-cawapres yang akan diusung di pesta demokrasi tersebut. "Karena penting untuk menyamakan visi-misi kemudian format koalisi siapa yang akan diusung capres dan cawapres," ucap dia.
Anggota Komisi II DPR ini juga menegaskan pertemuan Ketua Umum PAN dengan SBY sama sekali belum membahas perihal cawapres yang akan diusung. Termasuk perihal kemungkinan AHY sebagai cawares Prabowo.
"Belum dibahas (cawapres). Jadi Pak SBY sampaikan dalam waktu dekat ini, kita mungkin perlu duduk satu meja, untuk membicarakan masalah persoalan bangsa ini bagaimana, kemudian bagaimana solusinya," pungkasnya.
Kubu Gerindra juga menanggapi sinyal akan adanya pertemuan empat partai ini. Namun, Partai Gerindra berharap calon mitra koalisinya, PAN, PKS, dan Demokrat, tidak mematok harga mati soal cawapres. Sebab, menurut Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, akan sulit mematangkan format koalisi dan komposisi capres-cawapres jika parpol mitra koalisi tidak mengesampingkan ego sektoralnya.
"Harus ada kelegawaan, harus ada kerelaan, dari partai-partai (calon koalisi). Kalau enggak, ya repot. Tapi tentu harus ada pengertian dan harus ada take and give," kata Muzani di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Karena itu, Muzani berharap parpol calon koalisi bisa lebih mengutamakan pembicaraan yang realistis terkait masalah bangsa, baik dari aspek ekonomi, politik, dan hukum.
"Kita juga harus memahami, harus realistis bahwa ada setiap partai punya problem yang harus dipikirkan bagaimana solusi itu bisa diatasi," ujar Wakil Ketua MPR itu.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menegaskan, posisi capres sudah mengerucut kepada Prabowo Subianto 100 persen dan tidak bisa diganggu gugat. "Sejauh ini sudah final, untuk capres sudah mengerucut ke Pak Prabowo, saya kira dari sisi elektabilitas juga Pak Prabowo yang tertinggi begitupun dari sisi partai juga demikian," ujar Fadli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin
Fadli juga membantah anggapan yang menyebut nama Prabowo Subianto sudah tidak memberi efek kejut lagi bagi masyarakat. Dia menilai, sosok yang dibutuhkan di Pilpres 2019 mendatang bukanlah yang membawa efek kejut semata, melainkan yang mampu membawa kemenangan bagi koalisinya.
"Ini bukan soal efek kejut saja, kita mau menang bukan mencari sensasi atau kejutan," pungkasnya.
Pengamat politik dari UIN Jakarta, Adi Prayitno menyarankan sebelum adanya pertemuan empat partai, seluruh pihak menyampingkan ego dahulu. "Ini belum koalisi terbentuk, sudah mengusungkan capres. Bahkan harga mati, harusnya nanti dulu. Duduk baru tentukan bersama," ujar Adi kepada
Rakyat Merdeka. Menurutnya, kelompok penantang Jokowi belum bulat bersatu. PKS misalnya, masih membargain posisi cawapres. PAN, mengusulkan Zulkifli Hasan sebagai capres. "Jadi, belum ada yang mengusung Prabowo capres, kecuali PKS itu pun dengan syarat cawapres," katanya.
Adi menyarankan, untuk menghadapi Jokowi di Pilpres 2019 harus menyatukan kekuatan matang. "Demokrat masuk ini penting buat elektabilitas," pungkasnya. ***