Artidjo Alkostar, Hakim Agung yang disebut-sebut ditakuti narapidana korupsi, pensiun pada 22 Mei 2018.
Tidak lama setelah itu, sejumÂlah narapidana (napi) korupsi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Antara lain, bekas angÂgota DPR dan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, bekas Menteri Agama Suryadharma Ali, bekas Anggota DPRD DKI Jakarta M Sanusi, Andi Zulkarnaen (Choel) Mallarangeng dan bekas anggota DPRD Sumatera Utara Guntur Manurung.
Saat ini, seluruh PK yang diaÂjukan pemohon masih dalam taÂhap persidangan di pengadilan.
Termasuk, bekas Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. Usai sidang, Jero membantah langkah pengajuan PK karena Artidjo telah pensiun. "Kami sudah merencanaÂkan PK sejak lama. Tapi, untuk daftar PK28 Juni," tuturnya.
Dalam sidang, Artidjo menÂgajukan 10 novum (bukti baru) agar lolos dari jeratan hukum. Senin (23/7), Jero Wacik mulai menjalani sidang perdana permoÂhonan PKdi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakarta Pusat. Sidang yang digelar pukul 11.15 WIB hingga 12.45 WIB ini, berlangsung santai tanpadiwarnai perdebatan panÂjang dari pihak pemohon mauÂpun termohon.
Mengenakan batik lengan panjang dipadu celana bahan hitam, Jero sangat bersemangat saat memasuki Ruang Cakra yang beÂrada di Lantai 2 Gedung Tipikor, Jakarta. Sebelum sidang dimuÂlai, Jero yang menenteng tas hitam besar menyempatkan diri duduk di kursi pengunjung demi menemui rekan-rekan lamanya yang memberikan dukungan. Di tempat itu, bekas Menteri Kebudayaan dan Pariwisata ini, sempat cipika-cipiki denganteman-teman lamanya di Kementerian ESDM.
Tidak lama kemudian, Ketua Majelis Hakim Muhammad Arifin bersama dua hakim angÂgota, Ni Made Sudani dan Agus Salim memasuki ruang sidang. Para pemohon, yaitu Jero Wacik bersama dengan tim kuasa hukumdan juga termohon dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah duduk di kursi yang tersedia.
Sebelum pembacaan pemÂbelaan, Ketua Majelis Hakim terlebih dahulu membacakan biodata pemohon, yaitu Jero Wacik. Setelah selesai pembaÂcaan biodata, Jero lantas memÂbaca surat pembelaan selama 40 halaman yang dibaca secara bergantian dengan tiga tim kuasa hukum dari Kantor Pengacara I Made Saputra dan rekan. Selama pembacaan pembelaan, Jero lebih banyak menyimak sembari memejamkan mata.
Dalam permohonannya, Jero mengaku telah menyiapkan 10 novum atau bukti baru yang akan diajukan dalam permoÂhonan PK ini. Antara lain, ia menyebut ada kekhilafan penÂegak hukum sejak awal dirinya ditetapkan menjadi tersangka pemerasan terhadap bawahan di Kementerian ESDM.
"Penetapan tanpa barang bukti yang cukup, hanya berdasarkan katanya Sekjen ESDM Waryono atas perintah menteri dan hal itu telah dibantah. Tuduhan itu tidak terbukti," klaim Jero.
Selain itu, Jero mengatakan, tidak ada laporan kerugiaan negara dari pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengÂgunaan Dana Operasional Menteri (DOM) dan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 268/PMK.05/2014 yang mengatur DOM boleh digunakan menteri secara lumsum.
"Jadi laporan BPK salah, Permenkeu 2003 sudah dicabut dengan Permenkeu 2014 tentang penggunaan DOM," ucapnya.
Menurut Jero, Permenkeu baru memperbolehkan DOM 80 persen diambil secara lumsum dan pertanggungjawaban hanya dengan menggunakan tandatanganberupa kuitansi.
"Saya hanya mengambil 20-25 persen sesuai hak. Jadi, tidak ada niat memperkaya diri dari jatah DOM, dan tidak pernah saya habiskan, apalagi tidak ada kerugian negara," tampiknya.
Jero menambahkan, dalam kesaksian di persidangan, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) juga menyebutkan dirinya telah menggunakan DOM sesuai aturan yang ada.
"Mengacu Undang-undang Administarsi Negara, kalau ada kesalahan administrasi, tidak bisa dipidana," kritiknya.
Lebih lanjut, Jero menamÂbahkan bawa instruksi Presiden Jokowi mengenai kebijakan disÂkresi dan kesalahan administrasi juga tidak bisa dikenakan pidana. Dia lantas mencontohkan pengÂgunaan DOM untuk membeli bunga duka saat Gus Dur dan ibu Ainun Habibie wafat serta tiket untuk istrinya saat mendampÂinginya tugas menteri. "Hal ini dimasukkan unsur pidana. Ini sangat dicari kesalahan saya dan tidak logis," keluhnya.
Terkait kasus gratifikasi, Jero menyatakan, acara di Hotel Darmawangsa, Jakarta Selatan bukan acara ulang tahun, namunpeluncuran buku 10 tokoh. Acara tersebut juga dihadiri Presiden saat itu Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres Boediono, Jusuf Kalla dan bekas Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan paramenteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB). "Acara ini tidak bisa disebut gratifikasi dan tidak terbukti," tandasnya.
Presiden SBY, lanjut dia, juga pernah membuat kesaksikan meringankan dengan cara tertuÂlis dan dibaca majelis hakim. "Beliau juga bersaksi merinÂgankan, tidak masuk akal dan aneh bila hakim mengabaikan kesaksian beliau yang notabene Presiden dan Wapres saat itu," ucapnya.
Minta Dibebaskan Karena Tak Ada Kerugian Negara Pihak Jero Wacik menilai, terdapat kekeliruan hakim yang dianggap semakin memperkuat permohonan PK tersebut.
"Dengan adanya kekhilaÂfan hakim serta novum yang kami ajukan, mohon Majelis Hakim Agung yang mulia agar memutuskan menerima permohonan PK dan memÂbatalkan putusan kasasi MA," pintanya.
Kuasa hukum Jero Wacik, Sugiyono menambahkan, kliennya juga tidak terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan penuntut umum, dan meminta hakim membebaskan kliennya dari semua tuntutan hukum serta mengembalikan seluruh harta pemohon karena tidak ada kerugian keuangan negara dalam perkara kliennya.
"Jadi, hakim harus membebasÂkan karena semua tuduhan tidak terbukti," tandasnya.
Usai menyimak pembacaan permohonan, Ketua Majelis Hakim, Muhammad Arifin lantas menanyakan bukti dan saksi yang diajukan pemohon.
"Apakah bukti-bukti dan saksi sudah siap dihadirkan hari ini?" tanya Hakim Arifin.
Sugiyono mengaku, bukti-bukti dan saksi untuk saat ini belum siap dihadirkan.
"Minggu depan Yang Mulia kami siap hadirkan bukti-bukti, satu saksi dan satu ahli ke penÂgadilan," janji Sugiyono.
Namun, permintaan terseÂbut ditanggapi oleh JPU yang meminta agar sidang diundur selama dua minggu karena tim jaksa sedang banyak sidang di luar kota.
Akhirnya, majelis hakim menyetujui permintaan jaksa dan melanjutkan persidangandengan agenda pemeriksaan bukti dan saksi, Senin, 6 Agustus 2018. "Dengan ini sidang kami tutup," ucap Arifin. ***