Setelah gagal melenggang ke DPR lewat Partai Hanura pada Pemilu 2014 lalu, di Pemilu 2019 Yusuf kini mendaftar seÂbagai bacaleg PDIP. Munculnya Yusuf Supendi dalam daftar baÂcaleg PDIP cukup mengejutkan kader PKS. Di dunia maya, neÂtizen menyerang pilihan politik Yusuf. Lantas apa pertimbangan Yusuf sehingga memilih PDIP sebagai kendaraan politiknya? Apakah basis massa Yusuf yang notabenenya masih 'berbau' PKS dan Islam kanan akan turut menyokongnya meski dia nyaleg lewat PDI Perjuangan? Berikut penuturan Yusuf Supendi:
Sudah sejauh mana proses pendaftaran Anda sebagai caleg PDIP?
Saya sudah mendaftarkan diri ke KPU. Kabarnya saya sudah mendapatkan nomor urut. Di Dapil ini nanti saya juga akan bersama politisi lainnya yang tahun sebelumnya sudah meÂnang di sini.
Di Pemilu 2014 lalu saat nyaleg lewat Partai Hanura Anda gagal, sekarang sebesar apa optimisme Anda nyaleg lagi melalui PDIP? Banyak teman-teman memÂinta saya aktif lagi dalam politik. Saya melihat potensi yang saya miliki. Basis sosial, Insya Allah saya memiliki jaringan sosial, bukan politisi karbitan dan instan. Ya misalnya saja pada Pemilu 2004, saya kampanye selama 34 hari, Alhamdulillah meraih sekitar 85 ribu suara. Akhirnya mengantarkan dua anggota DPR Fraksi PKS dari Dapil IV Kota dan Kabaputen Bogor. Di Komisi III DPR, Alhamdulillah saya merupakan peraih suara terbanyak urutan keempat dari 48 anggota DPR.
Itu pertimbangan politiknya, kalau dari sisi agamanya apa yang menjadi pertimbangan Anda? Sejalan dengan pandangan Imam Qurtubi, saya meyakini bahwa salah satu misi Rasulullah SAW diutus ke dunia adalah mewujudkan abdan robaniÂyyan, yakni hamba yang mapan dalam ilmu pengetahuan dan mengusai perpolitikan. Jadi pandangan seperti itu memang sudah dijelaskan oleh Imam Qurtubi disaat beliau menjelasÂkan Surat Ali Imran ayat 79 dan menjadikan dasar saya untuk terus berkiprah di dunia pioliÂtik sebagaimana disampaikan rekan-rekan saya. Jadi saya diÂpandang masih memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan demi kemaslahatan atau kebaikan agama, bangsa dan negara. Jadi saya juga bertanya ke beberapa orang bagaimana kalau saya maju kembali menjadi caleg. Diantaranya ada yang bilang, 'ya bagus itu, toh kiai kan memang orang politik, ya sudah pantas jika ikut politik lagi,'.
Lantas kenapa Anda memiÂlih PDI Perjuangan sebagai kendaran politik? Ini kan soal pilihan politik, pilihan hati nurani dan ijtihad haluan politik. Saya meminta bantuan kepada peneliti untuk mengkaji peta politik dan reÂalitisnya di Kabupaten Bogor. Khususnya di Dapil V Jawa Barat di daerah asal saya. Saya sendiri berupaya mencermati dinamika politik nasional, saya berkonsultasi dengan sejumlah pengacara, sejumlah jamaah di Dapil V Jabar. Lalu kalau dari keluarga, terutama ibunda yang saya banggakan dan saya muliaÂkan ibu Hj. Jumraeni yang sudah berusia 94 tahun, Alhamdulillah beliau telah merestui. Maka mantaplah pilihan dan ijtihad politik saya bergabung dengan PDI Perjuangan.
Bisa Anda ceritakan baÂgaimana prosesnya hingga Anda bisa menjadi bacaleg PDIP? Jadi setelah saya mendapÂatkan restu dari ibunda, pada tanggal 9 Mei 2018 lalu, saya komunikasi dengan Pak TB Hasanuddin, Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, beliau katakan, ‘saya sangat senang akang bersedia merapat karena saya ditugaskan untuk mencari orang potensial.’ Nah setelah beberapa hari dari itu, tepatnya tanggal 12 Mei, saya bertemu dengan Pak Hasto. Lalu saya bertanya kepada Pak Sekjen, apakah saya bisa diterima meraÂpat ke PDI Perjuangan? Lalu Pak Sekjen langsung menjawab, 'saya bukannya senang, tapi sangat bahagia akang bersedia merapat ke PDI Perjuangan'. Terus pada tanggal 9 Juli 2018, saya bertemu Pak Hasto, secara resmi saya dibuatkan kartu tanda anggota PDI Perjuangan dan secara lengkap saya seÂrahkan persyaratan menjadi bacaleg DPR dari Dapil V Jabar, Dan menurut Pak Hasto, Ibu Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum partai sudah oke, Alhamdulillah. Alhamdulillah PDI Perjuangan menerima saya dengan baik dan menjadikan saya sebagai bakal calon angÂgota legislatif Dapil V Jabar, Kabupaten Bogor. Untuk itu saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Tetapi sebagai tokoh muslim dan bekas pendiri Partai Keadilan, mengapa Anda memilih menjadi caleg dari PDI-Perjuangan? Saya amati di lapangan dan membaca laporan riset bahwa pemilih PDI Perjuangan itu 70 persen adalah kaum santri, muslim yang taat beragama. Maka dengan dasar itu, tepatlah jika saya bergabung dengan partai ini.
Tapi saat ini banyak kaÂlangan Islam menilai PDI Perjuangan sebagai partai yang anti Islam. Bagaimana itu? Nah, akan halnya belakanÂgan tahun ini PDI Perjuangan dipersepsikan sebagai partai anti Islam dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI), partai setan itu merupakan tantangan bagi saya bersama rekan-rekan untuk mengubah persepsi itu. Saya yakin dapat berjuang denÂgan mengoreksi persepsi keliru tersebut melalui penyebaran inÂformasi yang tepat dan perilaku politik yang mengedepankan kemaslahatan agama, bangsa dan negara. Namun saya yakin, saya tidak akan kesetanan.
Jika memang itu fakta nyata bukan mitos dengan dukungan alat bukti yang kuat dan akuÂrat, setiap warga negara yang memiliki legal standing berhak melakukan proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Jika isu itu menjadi persepsi tanpa bukti, maka itu adalah hoax. Itu adalah tindakan keji dan dosa hukumnya, perbuatan dosa tersebut wajib ditinggalkan oleh setiap warga negara yang baik. ***