Berita

Bisnis

Kesepakatan Pemerintah-Freeport Bukan Prestasi!

MINGGU, 15 JULI 2018 | 22:13 WIB | LAPORAN: SORAYA NOVIKA

Kesepakatan Pemerintah Indonesia via Inalum mendapat saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% bukan sebuah prestasi.

"Tak ada prestasi, karena saham tersebut harus beli. Itu mekanisme pasar biasa," Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah melalui pesan elektronik, Minggu (14/7).

Menurut Fahri, keuntungan PTFI di bawah rezim Kontrak Karya (KK) Undang UndangPokok Pertambangan yang kini dikoreksi oleh UU Minerba, sudah lebih dari cukup bahwa pelepasan saham PTFI ke pemerintah tidak harus jual beli dan serahkan begitu saja. Melainkan cukup dikelola sendiri.


"Negara berdaulat tidak selayaknya meletakkan diri serendah itu, atau membungkuk serendah perseroan. Ini sangatlah memalukan," cetusnya seraya mengingatkan dengan kasus divestasi Newmont, dimana utang membuat daerah tak dapat apa-apa dan akhirnya harus dijual lagi.

Bahkan sekarang, tambah politisi dari PKS itu lagi, akan dibeli lagi oleh perusahaan asing pasca IPO. Jadi, kata Fahri, dimana letak kedaulatan divestasi.

"Kita baru tahu kalau telah kita ditipu. Begitu pula hal dengan Freeport, bahwa kesepakatan dengan PTFI membuat FI untung dua hal secara langsung. Pertama, bisa eksport konsentrat, kedua mendapat jaminan perpanjangan operasi dan tak perlu bayar kerugian negara," katanya.

"Semua ini keuntungan seketika kaum kapitalis itu. Padahal menurut UU Minerba, ekspor konsentrat bisa dilakukan jika PTFI, kontrak karyanya diubah jadi IUP dan harus membangun smelter di Indonesia (khususnya Papua). Sekarang bagaimana?" tambahnya.

Disampaikan Fahri, perubahan rezim KK menjadi IUP (Ijin Usaha Pertambangan), bangun smelter, divestasi saham, perubahan besaran royalti dan luas wilayah penambangan adalah untuk mematuhi UU Minerba, bukan perpanjangan KK.

"Ini nego apa? Mestinya, pembahasan perpanjangan KK dilakukan oleh pemerintahan terpilih tahun 2019, atau 2 tahun sebelum KK berakhir (2021). Apa yang diburu? Rakyat itu berhak tahu apakah ini ada hubungan dengan pemilu atau dukungan negara tertentu?" katanya.

Mastinya, lanjut Fahri lagi, semua itu harus dilakukan dengan disesuaikan dengan UU Minerba. Sebab jika tidak, bisa timbulkan kerugian negara.

"Silahkan KPK menyuruh BPK mengaudit secara menyeluruh, kalau berani terbuka sekalian deh," tantangnya.[dem]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya