TGB Muhammad Zainul Madji/Net
Manuver politik yang dilakuÂkan Tuan Guru Bajang, menduÂkung Jokowi untuk melanjutkan kepemimpinannya di periode kedua membuat elite Partai Demokrat gerah. Pasalnya Majdi sampai saat ini masih tercatat sebagai anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat. Langkah Majdi ini dianggap melampui kebijakan partai, mengingat Partai Demokrat hingga kini belum memutuskan apakah akan mendukung Jokowi atau tidak. Ancaman sanksi mengincar Majdi.
Lantas bagaimana Majdi menanganggapi kemungkinan adanya sanksi partai? Berikut penjelasan TGB Muhammad Zainul Madji:
Langkah Anda mendukungJokowi dianggap offside oleh elite Partai Demokrat. Sebelum memutuskan menduÂkung Jokowi apakah Anda menyadari akan ada sankÂsinya?Setahu saya, sepahaman saÂya tidak pernah ada larangan untuk menyuarakan aspirasi apalagi aspirasi tersebut saya awali dengan ‘ini aspirasi saya pribadi’ dan sebenarnya saya juga meminta waktu bertemu kepada Bapak Ketua Umum (Susilo Bambang Yudhoyono, SBY) tetapi mungkin karena beliau banyak sekali kesibukan sehingga sampai sekarang belum ada kesempatan.
Berarti sejauh ini Anda beÂlum pernah bertemu dengan SBY?Secara resmi belum. Tetapi kan semua bisa melihat sikap saya itu dalam pernyataan terbuka.
Sebelum memutuskan menÂdukung Jokowi, apakah Anda tidak ingin berkonsultasi terÂlebih dulu dengan SBY?Saya sudah minta waktu untuk bertemu dengan SBY sejak akhir bulan Mei, tetapi belum ada.
Lalu dengan kondisi saat ini apakah Anda siap jika nanti diganjar sanksi oleh Dewan Kehormatan Partai Demokrat?Mengenai sanksi saya engÂgak tahu, karena pada malam hari setelah pertemuan majelis tinggi yang saya tidak diundang itu, disampaikan oleh Pak Amir Syamsuddin bahwa saya tetap (kader) dan tidak ada sanksi apapun. Jadi itu yang disamÂpaikan kepada saya. Kalau ada pernyataan dari pimpinan partai yang lain dan itu bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh Pak Amir kepada saya, ya jangan tanyakan kepada saÂya, tanyakanlah kepada yang mengeluarkan statement.
Menurut Anda siapa yang pantas mendampingi Jokowi?Menurut saya sih banyak analisa, banyak pandangan bagaimana agar komplementatif satu dengan yang lain bisa melengÂkapi, terus ada pertimbangan kewilayahan, latar belakang dan banyak sekali. Tetapi tetap kepemimpinan nasional itu kan satu, presiden dan wakil presiden itu adalah dwitunggal, jadi harus ada kecocokan, ada keterimaan satu sama lain dan adanya kenyamanan.
Menurut Anda lebih baik diuÂmumkan secepatnya atau nanti di akhir waktu pendaftaran?Ya itu terserah dari pandangan bapak presiden dan kita serahkan sepenuhnya.
Beberapa survei memasukÂkan nama Anda dalam bursa cawapres Jokowi, tanggapan Anda?Kan sudah beberapa kali saya tegaskan, bahwa statement saya itu pribadi. Kedua berdasarkan kecermatan terhadap pelaksanaan beliau selama empat tahun, itu baÂsisnya. Jadi tidak pernah bicara jaÂbatan apapun sekarang. Saya pikir suatu kehormatan ya bagi siapa pun dari kesadaran, keterbatasan, kemampuan secara individu tetapi siapapun anak bangsa, jangankan posisi itu, dalam posisi apapun untuk negara yang kita cintai ini. Seperti saya masih sebagai gubernur, ya tentu ini sebagai kehormatan. Saya juga membaca dari berita teman-teman, terus di dalamnya masuk nama kita, ya itu syukuri saja, Alhamdulillah.
Banyak kalangan menilai manuver politik Anda sebagai upaya mencari kursi jabatan. Di medsos langkah Anda banÂyak dicemooh?Itu risiko. Jangankan statemen seperti ini ya, di dalam konteks saya sebagai gubernur di dalam menyusun suatu kebijakan pasti ada pro kontranya. Selama kita memutuskan sesuatu berdasarkan keyakinan kita, kan ada sistem nilai saya, ada sistem obyekÂtivitas saya, manfaat dan mudÂhoratnya lebih besar seperti apa. Kalau kita sudah putuskan segala sesuatu berdasarkan itu siap saja, apapun itu risikonya.
Kabarnya Anda sudah bertemu Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan. Apa saja yang dibicarakan? Ada satu acara yang memperÂtemukan saya dengan beliau, saÂya kemudian menyampaikan keÂpada beliau tentang perkembanÂgan pembangunan. Kebetulan kan beliau juga incase dalam menyelesaikan permasalahan Mandalika, khususnya 100 hekÂtare lebih lahan yang terhambat clear and cleannya selama 30 tahun. Saya menyampaikan keÂpada beliau tentang Mandalika mengenai perkembangan-perkembangannya.
Bener nih tak ada pembicarÂaan cawapres Jokowi. Lantas mengapa setelah bertemu Luhut, Anda mengeluarkan imbauan agar tidak mengguÂnakan ayat-ayat perang dalam pilpres nanti?Nah jadi dari situ lalu beliau menanyakan tentang berita-berita yang ada. Ini bukan curhat lho, saya hanya menyampaikan. Yang saya sampaikan itu rasÂanya normatif, ajakan untuk menghadirkan wacana pilpres yang lebih sehatlah, tidak perlu didominasi sentimental priÂmordial, lebih kepada tarung gagasan. Jangan menggunakan ayat perang, karena kita tidak lagi berperang, kita ini kan anak-anak bangsa satu sama lain.
Kedua, dukungan saya kepada Pak Jokowi untuk melanjutÂkan kepemimpinan di periode kedua.
Dari pertemuan itu apakah ada sinyal kemungkinan Anda menjadi cawapres, untuk nanÂti dibawa dan disampaikan kepada Jokowi?Enggak ada itu bawa-bawaan. Pak Luhut itu kan menteri seÂnior. Kemudian beliau Menko Maritim, salah satunya pariwisaÂta. Beliau juga mendapat tugas untuk menyelesaikan kawasan wisata, salah satunya kawasan Mandalika. Inti yang kami biÂcarakan, ya beliau mendukung untuk peningkatan kawasan Mandalika.
Belakangan ini Anda sering melakukan safari politik ke beberapa tokoh, sebenarnya apa tujuannya?Sebenarnya kalau dicermati setiap pertemuan saya itu seÂlalu bersama Gubernur NTB terpilih, pertemuan dengan Pak Surya Paloh, Pak Airlangga, Pak Said Aqil Siradj. Kenapa saya bersama gubernur terpilih? Sebenarnya pesannya adalah terima kasih kepada beliau-beÂliau, dengan kepemimpinan beÂliau dengan organisasi masing-masing, baik politik, organisasi membantu pembangunan NTB selama ini. Sekaligus seiring dengan akan bergantinya guÂbernur NTB, ‘ini loh gubernur terpilih’. Lalu kemudian yang lain-lain, agar kita bisa terus berkontribusi untuk bangsa.
Terakhir, jika Anda diminta jadi cawapres Jokowi dan munÂdur dari Partai Demokrat?Saya tetap pada posisi atau putusan saya untuk mendukung Pak Jokowi. Kalau ada risiko atas pilihan itu, ya saya akan hadapi. ***