Berita

Maqdir Ismail/Net

Hukum

Advokat: Ada Inkonsistensi Audit BPK Di Kasus BLBI

KAMIS, 05 JULI 2018 | 07:25 WIB | LAPORAN:

Tim Kuasa Hukum Sjamsul Nursalim Maqdir Ismail menyesalkan dakwaan terhadap Syafruddin Arsjad
Temenggung (SAT) disesatkan ke masalah penyelesaian kewajiban BLBI oleh pemilik saham BDNI Sjamsul Nursalim (SN).

Menurut Maqdir sejatinya BLBI BDNI sudah tuntas 20 tahun silam melalui penandatanganan Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) atau Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) antara pemerintah (BPPN) dan SN.


Maqdir menjelaskan bersamaan dengan closing MSAA pada tanggal 25 Mei 1999, BPPN dan Menteri Keuangan menerbitkan Surat Release and Discharge (R&D) untuk kliennya.

Dalam kalusal tersebut jelas menyatakan bahwa dengan telah diselesaikannya seluruh kewajiban oleh SN yang tercantum dalam
MSAA pemerintah membebaskan dan melepaskan SN, Bank BDNI, Direktur-Direktur dan Komisaris-Komisarisnya dari setiap kewajiban lebih lanjut untuk pembayaran BLBI; pemerintah mengakui dan setuju tidak akan memulai atau melakukan tuntutan hukum apapun atau menjalankan hak hukum apapun yang dimiliki, bilamana ada, terhadap SN, Bank BDNI, para komisaris dan direkturnya, serta pejabat lainnya atas segala hal berkaitan dengan BLBI.

"Pada tanggal yang bersamaan, pemerintah dalam Akta Notaris Nomor 48, tanggal 25 Mei 1999 ditandatangani oleh Ketua BPPN dan SN, menegaskan bahwa SN telah memenuhi seluruh kewajiban dan pemerintah telah memberikan surat R&D kepada SN," jelas Maqdir dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/7).

Magdir menambahkan utang petambak yang telah diperhitungkan dan diselesaikan melalui perjanjian MSAA 20 tahun yang lalu, tidak sepantasnya dipermasalahkan kembali dalam sidang perkara korupsi penerbita SKL BLBI dengan terdakwa Syafruddin.

Ia menilai hal tersebut tidak relevan lantaran dalam MSAA
yang ditandatangani dan ditutup saat Glenn Yusuf menjabat sebagai ketua BPPN menjelaskan jikalau dikemudian hari ada perselisihan atau klaim harus dibicarakan oleh para pihak, dan apabila tidak terjadi kesepakatan maka perselisihan harus diselesaikan melalui pengadilan perdata.

"Sebelum adanya keputusan pengadilan berarti tidak ada misrepresentasi," terang Maqdir.

Maqdir juga heran setelah 20 tahun MSAA ditandatangani dan tidak pernah ada keputusan pengadilan yang menyatakan terdapat misrepresentasi dalam perjanjian MSAA, belakangan di persidangan Syafruddin jaksa KPK mengungkit dan mengatakan adanya
misrepresentasi.

Maqdir curiga cara-cara tersebut bertujuan membentuk opini masyarakat untuk menyudutkan pihak tertentu. Padahal BPK dalam Laporan Audit Investigasi atas Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham PT BDNI tanggal 31 Mei 2002, menyatakan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh, BPK-RI berpendapat bahwa PKPS BDNI telah Closing tanggal 25 Mei 1999.

Dalam laporan BPK tahun 2006 dalam rangka pemeriksaan atas laporan pelaksanaan tugas BPPN tanggal 30 Nopember 2006, juga menyatakan BPK berpendapat bahwa SKL tersebut layak diberikan kepada pemilik saham BDNI, karena pemilik saham telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian MSAA dan perubahan perubahannya serta telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002.

"Perkara ini menjadi janggal dan terkesan dipaksakan lantaran pada tahun 2017 atas permintaan KPK, BPK mengeluarkan laporan Audit Investigasi," ujar Maqdir.

Maqdir Ismail menyatakan laporan Audit 2002 dan 2006 sejalan dan konsisten satu sama lain, namun audit 2017 sama sekali bertolak belakang dengan kedua audit terdahulu. Padahal yang menerbitkan semua audit tersebut adalah institusi yang sama. Ini menyangkut reputasi dan kredibilitas BPK.
 
Belum lagi adanya pertentangan dalam aturan BPK terkait bukti yang diaudit. Hal ini tertuang pada halaman 13 Bab II angka 6 laporan BPK tersebut, berjudul Batasan Pemeriksaan dinyatakan pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara ini berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh melalui penyidik KPK sampai dengan tanggal 25 Agustus 2017.

"Artinya itu data sekunder bukan data primer dan tidak ada yang diperiksa (auditee). Hal ini bertentangan dengan peraturan BPK sendiri. Dan kini laporan investigasi tersebut dipergunakan sebagai dasar dakwaan kasus SAT. Dimana independensi dan keadilannya?" pungkas Maqdir. [nes]
 

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya