Berita

Gde Siriana/Net

Politik

Penjabat Gubernur Jawa Barat: Tugas Khusus Mengamankan Pilkada?

SELASA, 19 JUNI 2018 | 09:59 WIB | OLEH: GDE SIRIANA

PENUNJUKAN Komisaris Jenderal Mochamad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat oleh Mendagri Tjahjo Kumolo jelas-jelas melanggar UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI pasal 28 ayat 3, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Jabatan Komjen Iriawan di Lemhanas tidak serta merta melepaskan keanggotaannya di Polri yang masih aktif.

Pasal 28 ayat 3 itu juga tidak mempersoalkan apakah anggota Polri menjabat jabatan struktural atau tidak di Polri, artinya berlaku untuk semua agggota Polri.


Ini mematahkan argumen Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar yang menjadikan tidak menjabat struktural di Polri sebagai alasan mengangkat Komjen Iriawan sebagai Pejabat Gunernur Jawa Barat.

Jadi secara normatif, norma Lemhanas tidak menggugurkan norma kepolisian yang melekat pada Komjen Iriawan.

Jangan salahkan publik jika memiliki kecurigaan yang kuat pada setiap kebijakan atau keputusan publik yang berpotensi melanggar UU dan peraturan.

Apalagi sejak bulan Februari Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan tentang pembatalan usulan soal anggota Polri menjadi Penjabat (Pj) Gubernur.

Wiranto juga tidak menyatakan apakah anggota Polri memiliki jabatan struktural atau tidak di Polri, tetapi semua anggota Polri.

Dalam hal ini, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku sependapat dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.

Kapolri Tito juga pernah mengatakan bahwa situasi saat ini rawan dipolitisasi sehingga dia dan Wiranto sepakat mengambil langkah pembatalan usulan.

Apa yang telah diputuskan Mendagri tanpa mempertimbangkan pandangan Menkopolhukam dan Kapolri jelas mengundang kecurigaan publik.

Ada kecenderungan ini perilaku akal-akalan dan memiliki tugas khusus untuk mengamankan kepentingan rezim di Jawa Barat.

Publik dalam hal ini dapat ajukan ke PTUN, tetapi bisa saja prosesnya lebih lama dari hasil Pilkada Jawa Barat.

Pemerintah sebagai pengguna sistem seharusnya dapat menjaga dan memelihara sistem bukan sebaliknya membelokkan sistem untuk kepentingan kekuasaan. [***]

Penulis adalah Direktur Eksekutif Local Government Strategic Studies (Logoss)

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Tiga Jaksa di Banten Diberhentikan Usai jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59

Bakamla Kukuhkan Pengawak HSC 32-05 Tingkatkan Keamanan Maritim

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45

Ketum HAPPI: Tata Kelola Sempadan Harus Pantai Kuat dan Berkeadilan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05

11 Pejabat Baru Pemprov DKI Dituntut Bekerja Cepat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51

Koperasi dan Sistem Ekonomi Alternatif

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24

KN Pulau Dana-323 Bawa 92,2 Ton Bantuan ke Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50

Mutu Pangan SPPG Wongkaditi Barat Jawab Keraguan Publik

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25

Korban Bencana yang Ogah Tinggal di Huntara Bakal Dikasih Duit Segini

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59

Relawan Pertamina Jemput Bola

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42

Pramono dan Bang Doel Doakan Persija Kembali Juara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25

Selengkapnya