Tidak terima masuk daftar hitam (blacklist), PT Kapima Rencanatama mensomasi Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (CKTRP) Provinsi DKI Jakarta.
Somasi ini dilayangkan lantaran hingga saat ini Dinas CKTRP DKI belum juga melaksanakan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor: 971/VIII/ARB-BANI/2017 tanggal 19 Maret 2018.
"Berdasarkan putusan BANI, dinas CKTRP Pemprov DKI memiliki kewajiban melakukan pembayaran kepada kami sebesar Rp. 867.281.700," kata Direktur Utama PT Kapima Rencatama, Djosi Djohar dalam keterangannya baru-baru ini seperti dimuat RMOLJabar.
Djosi merinci pembayaran tersebut meliputi prestasi pekerjaan pendataan dan otomasi P4T di wilayah Jakarta Timur tanggal 5 Agustus 2015 sebesar Rp. 825.640.200 dan biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter sebesar Rp. 41.641.500.
Diceritakan, asal muasal sengketa dengan Dinas CKTRP atau dulu bernama Dinas Penataan Kota berawal saat PT Kapima Rencatama mendapatkan Paket Pekerjaan Kontrak dan Otomasi P4T di wilayah Jakarta Timur sebesar Rp. 1.279.700.000.
Pembayaran pekerjaan berdasarkan empat tahap angsuran yakni I sebesar 20 persen dari harga kontrak, angsuran II sebesar 30 persen, angsuran III sebesar 25 persen dan angsuran IV sebesar 25 persen dari harga kontrak.
Waktu pelaksanaan pekerjaan disepakati selama empat bulan mulai 5 Agustus - 4 Desember 2015 di 8 kelurahan yakni Cipayung, Pondok Rangon, Setu, Cilangkap, Munjul, Bambu Apus, Lubang Buaya dan Ceger.
"Permasalahan sebenarnya mulai muncul, karena saat kami mengajukan pencairan untuk termin I lengkap dengan berkas progres pekerjaan, Dinas CKTRP menolak membayar dengan alasan pembayaran tak lagi dibayarkan berdasarkan progres pekerjaan namun harus berdasarkan azas manfaat," kata Djosi.
Djosi menambahkan, istilah azas manfaat ini baru dicantumkan dalam Berita Acara Kesepakatan perpanjangan tanggal 4 Desember 2015, ketika PT Kapima Rencanatama mengalami keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
Saat perpanjangan jangka waktu perpanjangan kontrak berakhir tanggal 14 Desember 2015, bobot pekerjaan yang diserahkan oleh PT Kapima mencapai 93 persen, namun pihak Dinas CKTRP menilai progres pekerjaan hanya 50 persen.
Dinas CKTRP hanya bersedia membayar 50 persen dari nilai kontrak ditambah pemberian sanksi kepada PT Kapima berupa pencantuman dalam daftar hitam atau
blacklist.
Tanggal 15 Desember, Dinas CKTRP kemudian memutus kontrak dengan surat nomor: 5777/089.51 perihal pemutusan kontrak pekerjaan pendataan dan otomasi P4T dan memberikan sanksi daftar hitam tanggal 18 Desember.
"Jelas sangat merugikan. Kami hanya dibayar 50 persen kemudian dimasukkan dalam daftar hitam, lebih baik tak dibayar sama sekali. Kami tak mau tandatangani berita acara serah terima hasil pekerjaan itu dan mengajukan surat penolakan kepada APIP Pemprov DKI Jakarts. Kami tak diberikan kesempatan untuk membela diri sama sekali, tak diperiksa, tahu-tahu masuk blacklist," bebernya.
Djosi juga menuturkan, penyebab keterlambatan yang dialaminya karena Dinas CKTRP tak memenuhi kewajibannya memberikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan PT Kapima, seperti salah satunya adalah software sistem aplikasi otomasi P4T berikut pelatihannya.
Ketiadaan software inilah, tegas Djosi, yang membuat pihaknya hanya dapat menyelesaikan pekerjaannya 93 persen.
Dengan itikad baik untuk menyelesaikan pekerjaan, PT Kapima kemudian melakukan kerja sama dengan pihak lain yang memiliki software tersebut.
Dan pekerjan tersebut akhirnya dapat dituntaskan dalam waktu 49 hari keterlambatan, kemudian diserahkan ke staf APIP Pemprov DKI pada tanggal 22 Januari 2016 lantaran Dinas CKTRP tak bersedia menerima hasil pekerjaan PT Kapima.
"Dalam putusan BANI telah jelas disebutkan bahwa Dinas CKTRP telah salah memberikan sanksi pemutusan perjanjian kerja atau kontrak berdasarkan Perpres No. 70 tahun 2012, karena mestinya mengacu pada Perpres No. 4 tahun 2015," ujar dia.
Tak hanya itu, kata Djosi, pihaknya juga mendapat pem-blacklist-an kedua pada Januari 2017 untuk subjek dan objek yang sama.
Terkait itu, akhirnya ia membawa kasus ini ke PTUN dan sekarang masih berproses di Kasasi Mahkamah Agung.
Rencananya, kuasa hukum PT Kapima Rabu (6/6) akan melayangkan surat ke PN Jakarta Pusat yang isinya permohonan agar segera mengeksekusi keputusan BANI pada Pemprov DKI Jakarta.
"Kita tunggu hasil keputusan kasasi MA, apakah sejalan dengan pengadilan di bawahnya atau sejalan dengan keputusan BANI," tandasnya.
[wid]