Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
ISLAM membumi untuk melangitkan manusia. IsÂlam bagian dari agama-agama anak cucu Ibrahim, yang biasa disebut al-din al-samawi. Agama yang kitab sucinya diturunkan dari langit kemudian dituÂrunkan ke bumi dalam dua proses penurunan, yang dikenal dengan cara al-inzal dan al-tanzil (penjelasannya dapat dibaca dalam rangkaian kolom penulis di ediÂsi Dialog Jum'at, Harian Republika). Sebagai agama langit yang diturunan ke bumi untuk dijadikan petunjuk kepada manusia sebagai sasaran agama tersebut, sudah barangtentu melalui proses tawar menawar antara sang subyek (agama) dengan sang objek (manuÂsia). Konsekuensi manusia diciptakan dengan seperangkat kecerdasannya, maka mereka dibekali dengan sikap kritis untuk mempertahankan eksistensi dirinya, termasuk bersikap kritis terhadap ajaran-ajaran agama langit itu. Istimewanya ialah Allah Swt memahami keÂnyataan ini. Buktinya, setiap kitab suci-Nya diturunkan dengan cara berangsur-angsur (tadrij), menyedikitkan beban (taqlil al-taklif), dan mengeliminir kesulitan ('adam al-haraj). Ini membuktikan bahwa agama langit turun ke bumi mengalami proses "pembumian". AlÂlah Swt yang memiliki kekuatan "kun fa yakun" tidak serentak ajaran agama-Nya dipaksakan kepada hamba-Nya yang sangat dhaif. PadaÂhal, tak satu pun hambanya yang bisa menoÂlak seluruh ajaran agama-Nya jika ia menghÂendaki-Nya. Ini bukan berarti tuhan mengalah terhadap manusia, tetapi menjadi bukti betaÂpa Tuhan memanusiakan manusia atau betaÂpa Tuhan menekankan dirinya sebagai Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Membumikan ajaran agama Tuhan mengandung konsekuensi bahwa manusia pada satu sisi memiliki potensi, otoritas, dan kapasitas tertentu yang juga semuanya berasal dari-Nya, tetapi sisi lain manusia memiliki kekurangan yang prinsip sehingga mereka memerlukan bimbingan agar tidak jatuh terjerumus dengan kelemahan fundamental yang melekat pada dirinya. Manusia dalam pandangan Islam buÂkan antroposentris, yang serba manusia, buÂkan juga teosentris yang serba Tuhan, tetapi manusia menurut Prof. S.H. Nasr sebagai teoÂmorfis, yaitu makhluk yang memiliki berbagai kelebihan tetapi memiliki kelemahan melekat pada dirinya sehingga masih tetap membutuhÂkan petunjuk Tuhan. Karena itu, diturunkan keÂpadanya wahyu (Kitab) dan para Nabi untuk menjelaskan sekaligus mencontohkan pengaÂmalan petunjuk itu.
Tidaklah sepantasnya kalangan manusia memaksakan kehendaknya agar manusia lain mengikuti petunjuk-Nya. Allah Swt tidak melakukannya dan para Nabi-Nya pun tidak melakukannya. Bahkan Allah Swt menegasÂkan: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepaÂda orang yang dikehendaki-Nya, (Q.S. al- Qashash/28:56). Dalam ayat lain Allah Swt menyindir orang-orang yang melampaui kaÂpasitasnya, mau memaksakan keinginannya untuk dan atas nama agama: Dan jikalau TuÂhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia suÂpaya mereka menjadi orang-orang yang beriÂman semuanya? (Q.S. Yunus/10:99).
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00
Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03
Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02
UPDATE
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06
Senin, 15 Desember 2025 | 23:34
Senin, 15 Desember 2025 | 23:34
Senin, 15 Desember 2025 | 23:10
Senin, 15 Desember 2025 | 23:07