Berita

Publika

Nelayan Tiongkok Dituding Jadi Intelijen Di Perairan Indonesia

SENIN, 04 JUNI 2018 | 10:35 WIB | LAPORAN:

. Front Nelayan Indonesia (FNI) menyebutkan keberadaan nelayan proxy China benar adanya. Mereka melakukan konfrontasi terhadap wilayah kedaulatan laut Indonesia yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan.

"Mungkin saja rakyat kaget bahwa China menjadikan nelayan sebagai intelijen dan proxy maritim. Tugasnya memberi informasi penting berbagai aktivitas nelayan antar negara, stok ikan, geografis, letak garis laut dan potensi pulau-pulau negara lain," terang Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto Samawa dalam keterangannya, Senin (4/6).

Rusdianto mengutip Zhang, bahwa Presiden Xi Jinping sebelum bertemu Presiden Joko Widodo pada tahun 2015, menyarankan nelayan untuk tidak hanya memancing dan menangkap ikan saja, tetapi juga menyebar ke seluruh laut negara-negara yang bekerjasama dengan pemerintah China untuk mengumpulkan informasi potensi pulau-pulau, samudera dan mendukung pembangunan pulau dan terumbu karang, kemudian akan diintegrasikan dalam kebijakan jalur silk road.


"Lebih lanjut Zhang katakan untuk menegakkan klaimnya China terhadap sembilan garis putus-putus Laut China Selatan, maka kebijakan negara menggunakan dan peralat nelayannya sebagai proxy dan memberikan mereka dukungan finansial dan politik untuk kegiatan memancing mereka di perairan yang diperebutkan," ujar Rusdianto.

Menurutnya, salah satu contoh kasus proxy terhadap Indonesia yakni pada 19 Maret 2016, kapal nelayan Tiongkok, Kway Fey, dipegang oleh nelayan/orang Indonesia sebagai kapal patroli tetapi kegiatannya juga menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Setelah memeriksa kapal di Pulau Bunguran, kemudian ditangkap 8 anggota ABK dan menyita kapal tersebut.

Dan menurut keterangan Supriyanto (2016), pada saat yang sama, kapal penjaga Laut Cina Selatan lainnya juga bermunculan di sekitarnya memasuki wilayah Indonesia yang dilengkapi dengan beberapa pucuk senjata. Kemudian, Angkatan Laut Indonesia memutuskan untuk mengusir mereka kembali ke perairan Laut China dan Angkatan Laut pun meninggalkan Kway Fey. Namun, ABK dan petugas penjaga Laut Cina menaiki perahu nelayan dan mengarahkannya menjauh dari Perairan Indonesia.

"Padahal kapal-kapal Tiongkok sebelumnya telah dituduh memancing dan menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Insiden ini sebenarnya, tidak biasa terjadi. Namun, diduga nelayan-nelayan China di Laut China Selatan itu memang di driver untuk menjadi proxy bertujuan melakukan propaganda dan agitasi untuk menguasai perairan Indonesia," sebut Rusdianto.

Jelas dia, bagaimana mungkin nelayan-nelayan asal China itu begitu berani mendekati dan bahkan masuk perairan Indonesia tanpa didriver oleh pemerintahannya. Sebenarnya, dapat dibaca keinginan China secara luas, yakni untuk menekan pemerintah Indonesia agar Program Maritim Silk Road (MSR) dijalankan secara maksimal.

Indonesia melemah dari sisi kedaulatan karena bisa dipermainkan begitu saja. Bayangkan saja, nelayan-nelayan China yang driver proxy itu melakukan penangkapan ikan ilegal, mengambil data kepulauan, mencuri sumber informasi laut Indonesia, dan mengidentifikasi karakter keamanan yang ada di sana. Betapa miris dan sayang sekali kedaulatan negara bisa diacak-acak seperti itu.

"Tentu penyebabnya karena pemimpin Indonesia lemah dalam segala apapun, termasuk diplomasi internasionalnya dalam mengamankan wilayah laut sebagai benteng kedaulatan," pungkas Rusdianto. [rus]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya