Berita

Fredrich Yunadi/Net

Hukum

TUNTUTAN FREDRICH YUNADI

Jaksa KPK Abaikan Fakta Hukum

JUMAT, 01 JUNI 2018 | 23:42 WIB | LAPORAN:

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) yang menangani perkara merintangi penyidikan kasus korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (KTP-El) dengan terdakwa Frederich Yunadi dikritik.

Jaksa KPK dalam memberikan tuntutan dinilai tidak mempertimbangkan kedudukan Fredrich sebagai advokat penegak hukum yang sedang menjalankan profesi pembelaan.

"UU 18/2003 menyebutkan hak imunitas penegak hukum melekat di advokat, sehingga advokat tidak termasuk yang dimaksud dalam Pasal 21 UU 31/1999," ujar kuasa hukum Fredrich, Khairil Poloan di Jakarta, Jumat (1/6).

Fredrich Yunadi dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut jaksa, dia terbukti menghalangi proses hukum yang dilakukan penyidik KPK terhadap tersangka mantan Ketua DPR Setya Novanto. Selain itu, Fredrich juga dituntut membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Khairil menjelaskan, tuduhan kliennya menghalangi penyidikan dan  rekayasa, juga tidak terbukti pada saat hearing di persidangan. Faktanya, penyidikan, penuntutan dan vonis terhadap Setya Novanto juga lancar-lancar saja, hingga dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, 24 April 2018 lalu.

"Faktanya Setya Novanto dirawat di RSM Permata Hijau satu malam dan di rawat di bawah supervisi tim  dokter KPK  selama  3 hari 2 malam di RSCM, ini membuktikan SN memang mengalami kecelakaan dan perlu dirawat," jelasnya.

"Faktanya  Hilman Matauch (pengemudi), mobil fortuner yang membawa SN telah menjadi tersangka di Polda Metro Jaya dan berkas sudah P21," sambung Khairil.

Dia menambahkan, KPK semestinya bisa menunggu hingga sidang kecelakaan mobil diputus. Mereka juga seharusnya bisa menunggu putusan Majelis Peradi sebelum menyematkan status tersangka ke Fredrich Yunadi.

"KPK bertindak diluar kewenangannya yang khusus menangani perkara yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Tuduhan yang dikenakan kepada FY masuk wilayah hukum pidana umum," demikian Khairil. [sam]  

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Prabowo-Gibran Perlu Buat Kabinet Zaken

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:00

Dahnil Jamin Pemerintahan Prabowo Jaga Kebebasan Pers

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:57

Dibantu China, Pakistan Sukses Luncurkan Misi Bulan Pertama

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:46

Prajurit Marinir Bersama Warga di Sebatik Gotong Royong Renovasi Gereja

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:36

Sakit Hati Usai Berkencan Jadi Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Pemerintah: Internet Garapan Elon Musk Menjangkau Titik Buta

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Bamsoet Minta Pemerintah Transparan Soal Vaksin AstraZeneca

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:16

DPR Imbau Masyarakat Tak Tergiur Investasi Bunga Besar

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:06

Hakim MK Singgung Kekalahan Timnas U-23 dalam Sidang Sengketa Pileg

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:53

Polisi Tangkap 2.100 Demonstran Pro-Palestina di Kampus-kampus AS

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:19

Selengkapnya