Berita

TM Mangunsong/Net

Politik

DPR Tidak Peka Dukung Mantan Koruptor Jadi Caleg

JUMAT, 25 MEI 2018 | 14:19 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

. Kesepakatan Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menolak usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melarang mantan terpidana korupsi maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) di Pemilu 2019 mendapat kritikan tajam.

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) RBA menilai DPR, pemerintah dan Bawaslu tidak sensitif terhadap fakta bahwa korupsi telah menyengsarakan rakyat.

"Kami dukung langkah KPU melarang eks koruptor nyaleg. Meraka yang mendukung caleg eks koruptor berarti melawan akal sehat," kata Ketua Peradi RBA Cabang Jakarta Pusat TM. Mangunsong dalam keterangannya, Jumat (25/5).


Korupsi, kata Mangunsong, adalah extraordinary crime (kejahatan luar biasa), sehingga untuk memberantasnya pun harus dilakukan dengan cara-cara luar biasa pula.

"Usulan KPU yang melarang eks koruptor nyaleg adalah terobosan luar biasa, yang perlu diapresiasi, dan bagian dari melawan korupsi dengan cara luar biasa pula," tegas Managing Partner Law Firm TM Mangunsong & Partner ini.

Bahkan Mangunsong menyatakan bila perlu ada sanksi yang lebih tegas lagi kepada eks koruptor berupa pemiskinan dan saksi sosial lain yang membuat malu para koruptor tersebut, di samping mencabut hak politik mereka.

Mangunsong menegaskan, korupsi harus diperangi dengan segala cara, jangan malah diberi ruang kepada koruptor. "Hal itu jelas tidak memberi edukasi yang baik bagi masyarakat untuk malu melakukan korupsi," tukasnya.

Oleh karena itu Mangunsong sangat menyayangkan DPR, pemerintah dan Bawaslu yang tidak peka bahwa korupsi adalah musuh bersama atau common enemy, sehingga untuk melawannya pun harus melibatkan semua komponen bangsa, salah satunya KPU.

"Ini untuk menciptakan detterent effect (efek jera), jangan sampai mereka yang pernah korupsi diberi panggung lagi untuk kemungkinan melakukan korupsi lagi. Juga untuk menciptakan terapi kejut (shock teraphy) bagi calon koruptor lainnya, supaya terbayang bahwa jika melakukan korupsi maka ke depan tak bisa ikut pemilu lagi," jelasnya.

DPR, pemerintah dan Bawaslu, menurut Mangunsong, tidak perlu mempertanyakan dasar hukum pelarangan eks koruptor nyaleg, karena dasar hukumnya Peraturan KPU itu sendiri, dan bila mau dasar hukum yang lebih tinggi lagi, yaitu UU 7/2017 tentang Pemilu. Berdasarkan UU Pemilu, pelarangan caleg bekas napi koruptor bisa dilakukan lewat PKPU.

KPU mencantumkan larangan bagi eks narapidana korupsi nyaleg, baik untuk DPR RI maupun DPRD dalam Pemilu 2019, dalam Rancangan PKPU tentang Kampanye, khususnya Pasal 8 ayat (1) huruf j. "Dalam UU Pemilu, pasal yang mengatur syarat untuk nyaleg kan salah satunya bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lalu, apa rinciannya? Tidak melakukan tindakan tercela. Apa rinciannya? Salah satunya ya tidak melakukan korupsi itu," lanjut dia.

"Masih banyak putra-putri bangsa yang patut jadi wakil rakyat, mengapa harus eks koruptor? " tambah Mangunsong.

Dia mengakui, Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu menyebutkan seorang caleg yang akan maju tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan merupakan mantan terpidana.

"Pasal ini ambigu dengan pasal lainnya, sehingga pasal yang memuat frasa 'bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa' harus dikedepankan, dan pasal yang memuat frasa 'kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan merupakan mantan terpidana' harus dikesampingkan. Ini kalau kita mau menjadikan korupsi sebagai musuh bersama, karena telah menyengsarakan rakyat," paparnya.

Mangunsong pun mengutip data, sejak berlakunya era otonomi daerah tahun 2004 hingga kini, jumlah kepala daerah yang ditangkap karena korupsi lebih dari 365 orang, sedangkan jumlah anggota DPR RI dan DPRD yang terlibat korupsi lebih dari 3.600 orang. Mengutip data Indonesia Corruption Watch (ICW), tahun 2017 ini saja, kerugian negata akibat korupsi mencapai Rp 6,5 triliun.

Terlepas apakah pada akhirnya DPR, pemerintah dan Bawaslu menyetujui larangan eks koruptor nyaleg atau menolak, Mangunsong menyarankan KPU tetap keukeuh pada keputusannya. "Kalau mereka akan menggugat, silakan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi. Kami para advokat siap mendampingi KPU di MK," tutupnya. [rus]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ajukan Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:05

Prabowo Diminta Ambil Alih Perpol 10/2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:00

BNPB Kebut Penanganan Bencana di Pedalaman Aceh

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:32

Tren Mantan Pejabat Digugat Cerai

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:09

KPID DKI Dituntut Kontrol Mental dan Akhlak Penonton Televisi

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:01

Periksa Pohon Rawan Tumbang

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:40

Dua Oknum Polisi Pengeroyok Mata Elang Dipecat, Empat Demosi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:13

Andi Azwan Cs Diusir dalam Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:01

Walikota Jakbar Iin Mutmainnah Pernah Jadi SPG

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:31

Ini Tanggapan Direktur PT SRM soal 15 WN China Serang Prajurit TNI

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:09

Selengkapnya