Syafruddin Arsyad Temenggung/Net
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) menyoroti audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 25 Agustus 2017 dalam eksepsi yang dibacakan tim kuasa hukum.
Menurut Syafruddin audit yang dipakai KPK untuk menyeretnya ke pengadilan menyimpang dari ketentuan dan standar yang seharusnya.
"Laporan Audit Investigatif BPK 2017 tidak memenuhi standar pemeriksaan keuangan yangdiatur oleh BPK sendiri, yaitu Peraturan BPK No. 1 Tahun 2017, khususnya butir 21 sampai dengan 26" ujar Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Syafruddin saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta, Senin (21/5).
Dalam peraturan BPK itu, sambung Yusril dinyatakan bahwa suatu laporan audit harus memiliki pihak yang diperiksa atau yang bertanggung jawab (auditee) serta harus menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari sumber pertama atau hasil keterangan lisan/tertulis dari pihak yang diperiksa (auditee).
Adapun Laporan Audit Investigatif BPK 2017 tersebut tidak ada satu pun auditee dari pihak yang diperiksa. Ditambah lagi data yang digunakan bukan data primer, melainkan data sekunder berupa bukti-bukti yang disodorkan oleh pihak penyidik KPK.
Menurut Yusril dalam Laporan Audit Investigatif BPK 2017 yang disertakan sebagai lampiran dalam surat dakwaan jaksa penuntut KPK, pada bagian Bab II angka enam mengenai Batasan Pemeriksaan, dengan jelas disebutkan bahwa pemeriksaan investigatif BPK hanya mendasarkan sebatas pada bukti-bukti yangdiperoleh melalui penyidik KPK.
"Di dalam Laporan Audit Investigatif tersebut banyak dan berulangkali memakai istilah "dugaan" atau "diduga", bukan berdasarkan data yang sudah dapat dipastikan kebenarannya," ujar Yusril.
Dalam eksepsinya, Syafruddin juga mempertanyakan, pemeriksa BPK dapat melakukan pemeriksaan secara independen, objektif, dan profesional dalam meneliti bukti pemeriksaan, yang diatur dalam Peraturan BPK No.1/2017 butir 14 jika proses pemeriksaan tanpa adanya pihak yang diperiksa (auditee) dan data yang digunakan hanya sebatas pada data sekunder yang diperoleh dari penyidik KPK.
Syafruddin juga mengungkapkan adanya pertentangan antara laporan audit investigatif BPK 2017 yang menyatakan adanya kerugian negara dengan laporan audit BPK tertanggal 30 November 2006 yang menyimpulkan tidak ada kerugian negara.
Audit BPK 2006 ini menyatakan bahwa Surat Keterangan Lunas layak diberikan kepada pemegang saham BDNI karena telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian Master Settlement And Acquisition Agreement (MSAA) dan perubahan�"perubahannya serta telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2002.
Ia juga menunjuk Laporan Audit BPK 2002 yang pada pokoknya menyatakan MSAA telah Final Closing pada tanggal 25 Mei 1999 dengan adanya Release and Discharge.
[nes]