Berita

Yuddy Chrisnandi/Net

Politik

Sahabat Karib Dan Kawan Dalam Politik

Ditulis untuk Buku Sahabat Saya Yuddy Chrisnandi Dalam Rangka Memperingati Hari Ulang Tahun ke-50
SENIN, 30 APRIL 2018 | 12:17 WIB | OLEH: JOHAN O. SILALAHI

PERJALANAN hidup Kita umat manusia memang tidak ada yang bisa mengatur, kecuali Tuhan Yang Maha Kuasa. Selalu ada banyak drama dalam kehidupan. Seperti perjalanan menyusuri wilayah pegunungan, ada yang menanjak naik, dan ada yang meluncur turun. Ada banyak tikungan, ada banyak jurang yang menghadang. Ada banyak juga tempat perhentian sejenak, untuk Kita bisa menarik nafas panjang.

Perjalanan hidup Saya dengan sahabat karib Saya Yuddy Chrisnandi, menggambarkan kehidupan nyata Kita umat manusia. Mengalir seperti air. Pasang dan surut. Mengikuti aliran kehidupan. Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, harus dijalani dengan tetap selalu bersyukur pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Masih lekat dalam ingatan, perbincangan Saya dengan sahabat baik Saya Keke Soeryokusumo, model senior papan atas di negeri Kita, yang juga pendiri Looks Model.

Saat itu Keke bercerita, baru selesai membaca buku karya seorang penulis Amerika, “Leader is an Actor”. Keke mengingatkan Saya bahwa ‘sekolah akting’ yang baru didirikannya dengan sahabat Kami Mas Didi Petet (Almarhum), bisa ikut berperan ‘memoles’ para calon pemimpin bangsa. Keke berupaya meyakinkan Saya, sangat ideal jika para calon pemimpin bangsa mengikuti pelatihan di ‘sekolah akting’ mereka. Agar bisa siap dan peka dalam menghadapi semua situasi kehidupan sebagai pemimpin kelak.

Pikiran Saya saat itu langsung terhubung dengan sahabat Saya Yuddy Chrisnandi, yang sedang mempersiapkan diri mengikuti Konvensi Calon Presiden yang diselenggarakan oleh KH Salahuddin Wahid dan Buya Syafii Maarif bersama Dewan Integritas Bangsa.

Harus Saya akui salah satu kelebihan sahabat Saya Yuddy Chrisnandi ini, sangat terbuka terhadap masukan dan saran. Seketika Yuddy setuju dengan saran Saya untuk segera mengikuti pelatihan ‘Leader’s gesture & performance’ dari Mas Didi Petet (Almarhum). Kelak ternyata tidak sia-sia pelatihan untuk calon pemimpin yang diberikan oleh Mas Didi Petet (Almarhum). Di kemudian hari ternyata Yuddy Chrisnandi mendapatkan amanah menjadi salah seorang pemimpin bangsa dan negara Kita, sebagai salah seorang Menteri dalam Kabinet Kerja yang dibentuk Presiden Jokowi pada awal masa pemerintahannya di tahun 2014.

Ada satu peristiwa monumental yang tidak akan terlupakan seumur hidup, antara Saya dengan sahabat karib Saya Yuddy Chrisnandi, yaitu saat Saya mempertemukan dan mendamaikan Yuddy Chrisnandi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada penghujung masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tahun 2009.

Saat itu, takdir dan perjalanan sejarah ternyata memisahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Saya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Situasi politik ketika itu sedang hangat, bahkan cenderung memanas. Analisis dan prediksi yang selalu Saya sampaikan pada Wakil Presiden Jusuf Kalla akhirnya terbukti. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berpisah dan harus berhadapan sebagai sesama Calon Presiden dalam Pemilihan Presiden tahun 2009.

Sebagai salah seorang yang sangat dekat, selalu membantu dan setia mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika itu, Saya harus berpikir keras dan mengatur strategi dan siasat, bagaimana supaya Wakil Presiden Jusuf Kalla bisa bertarung ‘head to head’ dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ‘incumbent’.

Saya merekomendasikan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, untuk merangkul sebanyak-banyaknya tokoh nasional dan siapapun yang bisa ikut membantu menjadi ‘vote getter’. Karena lawan yang dihadapi sangat berat. Masih ditambah dengan ‘jebakan politik’ saat itu, Jusuf Kalla dipaksa dengan terburu-buru dalam waktu yang sangat singkat, suka tidak suka dan mau tidak mau, harus maju mencalonkan diri sebagai Calon Presiden. Karena jabatan dan posisi Jusuf Kalla saat itu adalah Wakil Presiden Republik Indonesia merangkap sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Logika politiknya ketika itu, bagaimana agar seluruh kader Golkar serta khususnya para calon anggota DPR dari Partai Golkar, tetap solid serta memiliki rasa percaya diri yang tinggi, untuk menghadapi Pemilu Legislatif dan kemudian Pemilihan Presiden tahun 2009.

Salah satu permintaan dan saran yang sangat monumental dari Saya saat itu kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, Saya merekomendasikan agar ditarik untuk bergabung salah satu anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar yang telah sekian lama sangat vokal dan selalu keras menentangnya, yakni Yuddy Chrisnandi.

Tidak akan pernah terlupakan Saya, seperti apa raut muka dan kagetnya Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat Kami berbincang berdua di rumah dinas Wakil Presiden Republik Indonesia di Jalan Diponegoro ketika itu. Saya bersyukur karena Wakil Presiden Jusuf Kalla akhirnya setuju untuk segera memanggil Yuddy Chrisnandi. Dalam pertemuan itu, hanya ada Kami bertiga. Saya menjadi saksi pertemuan dan perdamaian keduanya di rumah dinas Wakil Presiden Republik Indonesia. Sejak itu, sahabat karib Saya Yuddy Chrisnandi menjadi sahabat dekat dan resmi menjadi bagian dari tim inti Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Paska Pemilihan Presiden 2009, tidak lama kemudian Partai Golkar menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) di Pekanbaru, Riau. Sahabat Saya Yuddy Chrisnandi meminta dukungan Saya untuk maju mencalonkan diri menjadi salah seorang calon Ketua Umum Golkar. Ada dua tokoh senior Golkar yang bertarung ‘keras’ dan berpeluang besar, yaitu Bang Ical (Aburizal Bakrie) dan Bang Surya Paloh.

Karena salah satu bakat dan karunia khusus dari Tuhan Yang Maha Kuasa pada Saya adalah dalam hal menyusun strategi dan taktik (siasat), seketika Saya mendapatkan gambaran lompatan besar bagi sahabat Saya Yuddy Chrisnandi.

Sebagai bagian dari strategi dan taktik, Saya menyetujui sahabat Saya Yuddy Chrisnandi mencalonkan diri sebagai salah satu calon Ketua Umum Golkar. Misinya hanya untuk ‘bargaining position’. Perhitungan Saya, siapapun yang akan terpilih menjadi Ketua Umum Golkar dalam Munas saat itu, setidaknya Yuddy Chrisnandi akan diberi posisi penting sebagai salah seorang Wakil Ketua Umum Golkar. Atau yang terburuk, Yuddy akan dipilih menjadi salah seorang Ketua DPP Partai Golkar.

Persis sebelum dilakukannya pemilihan suara (voting) untuk menentukan ketua umum golkar terpilih, dari ruangan kaca VVIP di atas ruang sidang saat itu, Kami bertiga sudah bulat bersepakat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Yuddy Chrisnandi. Yuddy Chrisnandi akan memainkan ‘drama 1 babak’ sebelum pemilihan, dengan meminta waktu khusus kepada seluruh peserta Munas Golkar, untuk menyampaikan ‘pidato pengunduran diri’ sebagai salah seorang calon Ketua Umum Golkar.

Itu bagian dari taktik agar Yuddy Chrisnandi tidak ‘kehilangan muka’ saat berlangsungnya acara puncak Munas Partai Golkar di Pekanbaru. Taktik yang Saya sampaikan dalam kesepakatan Kami bertiga dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu, Yuddy Chrisnandi harus berhasil membuat kaget dan terkesima seluruh peserta Munas Golkar, khususnya kedua calon kuat Ketua Umum Golkar saat itu, yaitu Aburizal Bakrie dan Surya Paloh.

Pokok penting pidato pengunduran diri Yuddy Chrisnandi yakni, Yuddy Chrisnandi memilih mundur dengan terhormat. Yuddy meminta kepada siapapun pendukungnya, pemilik suara dalam Munas Golkar dari seluruh Indonesia, dibebaskan untuk memberikan suaranya kepada kedua alternatif tokoh senior Golkar yang menjadi calon kuat Ketua Umum Golkar saat itu.

Logikanya, tidak ada seorangpun yang tahu pasti sesungguhnya seberapa besar kekuatan suara untuk Yuddy Chrisnandi dalam Munas Golkar saat itu. Tapi karena jiwa besarnya Yuddy mau mundur, tentunya siapapun yang akan memenangkan pertarungan itu dan terpilih menjadi ketua umum Golkar, akan lebih mudah baginya untuk memperjuangkan Yuddy Chrisnandi menjadi salah seorang Wakil Ketua Umum.

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga sangat senang dan mendukung sepenuhnya strategi dan siasat tersebut. Tentunya juga, akan lebih mudah bagi Wakil Presiden Jusuf Kalla pada saat menyerahkan posisi dan jabatan Ketua Umum Golkar kepada Aburizal Bakrie atau Surya Paloh, sambil membisikkan agar Yuddy Chrisnandi yang sudah berjiwa besar mau mundur dan membebaskan pendukungnya untuk memberikan suaranya kepada kedua calon kuat ketua umum Golkar saat itu, diberikan posisi kehormatan sebagai wakil ketua Umum Golkar.

Hanya sayangnya ternyata kemudian, takdir dan sejarah mencatat lain. Sampai sekarang, hanya Yuddy Chrisnandi dan Tuhan Yang Maha Kuasa yang tahu, mengapa akhirnya malam itu Yuddy Chrisnandi sama sekali tidak menjalankan semua strategi dan siasat yang sudah Kami sepakati bertiga, persis sesaat sebelum dimulainya pemungutan suara pemilihan Ketua Umum Golkar.

Tidak lama setelah Munas Golkar di Pekanbaru, Yuddy Chrisnandi mengajak Saya bertemu. Ternyata Yuddy mau mundur dari Partai Golkar. Saya meminta Yuddy untuk mempertimbangkan dengan matang dan teliti, sebelum memutuskan untuk mundur dari Partai Golkar. Pada satu ketika, ada ‘pesan’ dalam benak Saya yang memberi petunjuk, agar Yuddy jangan keluar dari Kuning (Golkar).

Secepatnya Saya beritahu Yuddy tentang ‘pesan’ agar tidak keluar dari kuning. Untuk meyakinkan Yuddy dan meredam niatnya untuk keluar dari Partai Golkar, Saya menawarkan pada Yuddy supaya Saya bisa mengatur segera pertemuan Kami bertiga dengan Bang Ical (Aburizal Bakrie) sebagai ketua umum Golkar yang baru.

Begitu Yuddy menyatakan kesediaannya untuk Saya bawa bertemu dengan Bang Ical, secepatnya Saya menelepon Bang Ical dan mengatur pertemuan keesokan harinya. Sungguh Saya tidak menyangka, ternyata dalam pertemuan tersebut, Yuddy Chrisnandi betul-betul menyampaikan niatnya untuk keluar dari Golkar. Yuddy menyampaikan permohonan pamit kepada Ketua Umum Golkar saat itu juga.

Ini kedua kalinya secara berurutan dengan Munas Golkar di Pekanbaru, sahabat Saya Yuddy Chrisnandi memilih jalannya sendiri, yang sangat bertolak belakang dengan saran, pandangan dan ‘petunjuk’ yang Saya sampaikan padanya. Bagi ‘Anak Medan’ seperti Saya yang terkenal dengan kesetiakawanannya, kawan akan tetap selalu jadi kawan selamanya. Walaupun Saya sempat kaget dan kecewa karena Yuddy Chrisnandi sudah memutuskan langkah yang berbeda dengan saran dan rekomendasi Saya, sampai kapanpun, Yuddy tetaplah sahabat karib Saya.

Ternyata, takdir dan perjalanan kehidupan mempertemukan Kami lagi dalam Pemilihan Presiden tahun 2014 lalu. Setelah mundur dari Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi bergabung dengan Partai Hanura yang dipimpin oleh seorang senior dan sahabat dekat Kami, mantan Panglima TNI dan Menko Polhukam Jenderal (Purn) Wiranto. Persahabatan Saya dengan Jenderal (Purn) Wiranto semakin dekat, karena Saya adalah salah seorang yang merekomendasikan pada Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tahun 2009, untuk memilih Jenderal (Purn) Wiranto menjadi pendampingnya dalam Pemilihan Presiden Tahun 2009 lalu.

Sebagai salah seorang pelaku sejarah ketika itu, sudah saatnya Saya bisa mulai membuka sedikit demi sedikit kesaksian tentang perjalanan sejarah bangsa dan negara Kita. Sesungguhnya pilihan pertama bagi Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk maju dalam Pemilihan Presiden 2009 adalah berpasangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Memang rekomendasi strategis dan taktis dari Saya kepada Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden dan Ketua Umum Golkar pada masa itu, jika mau maju sebagai Calon Presiden berhadapan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla harus memilih dan berpasangan dengan Calon Wakil Presiden seorang purnawirawan Jenderal yang berasal dari etnis Jawa.

Dalam suatu pertemuan terbatas dengan seluruh elite tertinggi di Partai Golkar serta beberapa orang kepercayaan lingkaran 1 (satu) dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, direkomendasikan agar Jusuf Kalla berpasangan dengan Prabowo Subianto. Hasil survei dalam beberapa paruh waktu, juga menunjukkan bahwa ‘trend elektabilitas’ keduanya jika berpasangan, terus meningkat dan dianggap prospektif jika berhadapan dengan Calon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian, dalam pembicaraan bersejarah empat mata Saya dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika itu, Jusuf Kalla meminta waktu 1 (satu) minggu untuk mengumpulkan informasi A1 serta meminta pertimbangan yang matang dari semua sumber.

Akhirnya Kami sepakat memutuskan bahwa pasangan Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto tidak mungkin untuk ditindaklanjuti. Kemudian setelah itu, muncul alternatif pilihan kedua yang juga potensial untuk mendampingi sebagai Calon Wakil Presiden bagi Jusuf Kalla, yakni Jenderal (Purn) Endriarto Sutarto. Pada akhirnya, alternatif pilihan kedua ini juga ternyata tidak memungkinkan untuk ditindaklanjuti. Perjalanan sejarah bangsa dan negara Kita akhirnya mencatat bahwa dalam Pemilihan Presiden tahun 2009, ada 3 (tiga) pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang bertarung, yaitu pasangan Jusuf Kalla-Wiranto, berhadapan dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, serta pasangan Megawati-Prabowo Subianto.

Perjalanan sejarah itu membuat komunikasi dan persahabatan Saya dengan Ketua Umum Partai Hanura Jenderal (Purn) Wiranto semakin erat dan dalam. Ternyata, kisah sejarah di masa lalu itu juga yang membuat Saya bisa ikut berperan mempengaruhi dan mengingatkan Ketua Umum Partai Hanura Jenderal (Purn) Wiranto, untuk ikut bergabung dalam partai koalisi pendukung Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Jokowi-Jusuf Kalla. Sejak awal penggalangan Jokowi-Jusuf Kalla, Saya terus menerus koordinasi dan menyampaikan perkembangan pada Jenderal (Purn) Wiranto, bahwa kelak Jokowi akan berpasangan dengan Jusuf Kalla, dan Insya Allah akan memenangkan Pemilihan Presiden tahun 2014.

Melalui telepon selular Saya juga ketika itu, sahabat baik Saya mantan Menteri Perindustrian Saleh Husin menelepon dan menyampaikan bahwa Ketua Umum Hanura Jenderal (Purn) Wiranto mau berbicara langsung dengan Jusuf Kalla. Saya memberikan telepon seluler Saya kepada Jusuf Kalla, ikut mendengarkan dan menjadi saksi sejarah saat Jenderal (Purn) Wiranto menyampaikan bahwa Partai Hanura secara resmi bergabung dalam koalisi Partai Politik pendukung Capres dan Cawapres Jokowi-Jusuf Kalla. Sungguh Saya tidak pernah menyangka bahwa pada akhirnya nanti, kegigihan Saya untuk terus mengingatkan dan mempengaruhi Ketua Umum Hanura Jenderal (Purn) Wiranto untuk ikut bergabung dalam koalisi Partai Politik pendukung Jokowi-Jusuf Kalla, ternyata kemudian akan mengantarkan sahabat karib Saya Yuddy Chrisnandi mendapatkan amanah menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Sebagai bagian dari pembagian kekuasaan dalam politik, sahabat Saya Yuddy Chrisnandi menjadi Menteri dalam Kabinet Kerja sebagai representasi dan mewakili Partai Hanura. Bahkan tidak hanya itu, ternyata ikut juga mendapat amanah sebagai Menteri Perindustrian dalam Kabinet Kerja tersebut, sahabat karib Saya lainnya saat menempuh pendidikan di Lemhannas RI pada tahun 2006, yaitu Saleh Husin. Sungguh menjadi pengalaman dan pelajaran hidup bagi Saya, bahwa takdir kehidupan dan garis tangan Kita sepenuhnya menjadi kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Ketika itu, Saya hanya bisa terpana menonton di layar televisi pelantikan para sahabat karib Saya menjadi Menteri dalam Kabinet Kerja. Setelah perjuangan panjang tidak kenal menyerah dan tidak kenal lelah, membantu memenangkan Jokowi-Jusuf Kalla dalam Pemilihan Presiden pada tahun 2014 lalu.

Saat Yuddy Chrisnandi dilantik menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, sejujurnya hati Saya bercampur aduk, antara senang dan sedih. Senang karena sahabat karib Saya Yuddy Chrisnandi sudah dipercaya dan diberi amanah oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi Menteri. Ada rasa sedih, karena Kami sudah berjuang bersama-sama bahu membahu membantu pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla, tapi Saya masih tertinggal dan berada di luar pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Apalagi jika mengingat di masa lalu, karena sejak dini Saya sudah ikut membantu memenangkan Jokowi dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012, dan berlanjut hingga membantu memenangkan Jokowi-Jusuf Kalla dalam Pemilihan Presiden 2014. Akhirnya Saya dipaksa harus bisa menerima realitas kehidupan, yang selalu Saya yakini bersama sahabat Saya Yuddy Chrisnandi, bahwa setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Saya harus menerima kenyataan hidup, bahwa ternyata masanya Saya tidak sama dengan masanya sahabat karib Saya Yuddy Chrisnandi.

Perjalanan hidup Kita sebagai manusia, memang tidak pernah ada yang persis sama dengan harapan dan rencana Kita. Kemudian ternyata garis tangan sahabat karib Saya Yuddy Chrisnandi, tidak bisa purna bhakti menyelesaikan tugasnya sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Pada kesempatan ini, Saya harus menyampaikan kesaksian, bahwa hampir saja terjadi peristiwa yang unik dan langka diantara Kami berdua sebagai sahabat karib. Sebelum reshuffle kabinet yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, memang sudah santer beredar kabar dan berita di berbagai media, bahwa sahabat karib Saya Yuddy Chrisnandi kemungkinan besar termasuk salah seorang Menteri yang akan ikut dalam ‘reshuffle kabinet’ yang akan segera dilakukan oleh Presiden Jokowi. Pada suatu kesempatan setelah sholat Jumat di Mesjid Istana Wakil Presiden, Saya terlibat dalam pembicaraan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Memang sudah menjadi kebiasaan Wakil Presiden Jusuf Kalla jika sholat Jumat di Mesjid Istana Wapres di Jalan Kebon Sirih, Jusuf Kalla selalu menyempatkan diri berbincang-bincang dulu beberapa saat dengan para sahabat dekat yang baru selesai sholat Jumat, sambil duduk bersila membentuk lingkaran di dekat Mimbar Mesjid. Saya yang kebetulan posisi duduknya tepat di sebelah Jusuf Kalla, sempat berbisik-bisik dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait akan adanya ‘reshuffle kabinet’ oleh Presiden Jokowi.

Dalam kesempatan itu, Saya sampaikan secara realistis kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, bahwa Saya siap menjadi Menteri apapun yang dipercayakan oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Saya. Dengan tambahan masukan dari Saya kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu, jika sampai terjadi sahabat Saya Yuddy Chrisnandi ternyata digeser menjadi Menteri bidang lain, maka Saya siap untuk menggantikan sahabat Saya Yuddy Chrisnandi mengisi pos Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Ketika itu Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan pada Saya, akan membahasnya dengan Presiden Jokowi dalam kesempatan pertama jika diajak untuk membahas ‘reshuffle kabinet’.

Ternyata di kemudian hari, rencana dan niat baik tersebut belum menjadi kenyataan, karena takdir dan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa berkata lain. Tidak terjadi peristiwa bersejarah antara Kami berdua yang bersahabat karib.

Sebagai epilog dan penutup kisah persahabatan Saya dan Yuddy Chrisnandi, ternyata paska reshuffle kabinet setelah melepas jabatan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, sahabat karib Saya Yuddy Chrisnandi diberi amanah oleh Presiden Jokowi menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Ukraina.

Kemudian tidak lama setelah itu, ‘pesan’ yang dahulu pernah Saya dapatkan dan sudah Saya sampaikan berkali-kali pada Yuddy Chrisnandi menjadi kenyataan. Yuddy memutuskan untuk meninggalkan Partai Hanura dan memilih untuk kembali ke Partai Golkar. Sungguh Saya takjub pada kekuasaan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa. Ternyata benar terbukti ‘pesan’ yang Saya terima, agar Yuddy tidak meninggalkan Kuning (Golkar). Akhirnya sahabat karib Saya Yuddy Chrisnandi, memilih kembali dan untuk seterusnya menetap di Partai Golkar. Partai Politik yang telah membesarkannya dan mematangkannya dalam percaturan politik bangsa dan negara Kita. [***]

Penulis adalah pendiri negarawan Indonesia


Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya