Berita

Dunia

Ditusuk Usai Pulang Sekolah, 7 Anak Sekolah Tewas

SABTU, 28 APRIL 2018 | 08:48 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Sebanyak tujuh anak tewas dan 12 lainnya terluka ketika secara tiba-tiba ditusuk oleh seorang pria dalam perjalanan pulang dari sekolah di China utara pekan ini.

Kantor keamanan umum Kabupaten Mizhi di provinsi Shaanxi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pelaku adalah seorang pria berusia 28 tahun bernama Zhao dari desa Zhaojiashan. Dia ditangkap tak lama setelah kejadian. Sedangkan anak-anak yang terluka dibawa ke rumah sakit.

Akibat serangan itu, lima anak perempuan dan dua anak laki-laki tewas. Sedangkan 12 orang terluka yang terdiri dari sembilan anak perempua dan tiga anak laki-laki.


Usia anak-anak tidak diungkapkan, tetapi anak sekolah menengah di China biasanya berusia antara 12 dan 15 tahun.

Tersangka mengatakan kepada pihak berwenang bahwa dia telah ditindas ketika dia masih menjadi murid di sekolah. Karena itulah dia membenci teman-teman sekelasnya dan memutuskan untuk menggunakan pisau belati untuk membunuh orang pada hari Jumat kemarin (27/4).

Penikaman massal tidak jarang terjadi di Tiongkok. Pada bulan Februari, seorang pria membunuh seorang wanita dan melukai 12 lainnya di sebuah pusat perbelanjaan Beijing yang sibuk.

Pada Mei tahun lalu, seorang pria dengan masalah kesehatan mental menewaskan dua orang dan melukai 18 lainnya di provinsi Guizhou barat-selatan.

Penyerang juga semakin menarget anak sekolah. Pada Januari 2017, seorang pria bersenjata dengan pisau dapur melukai 11 anak di taman kanak-kanak di daerah otonomi Guangxi Zhuang.

Pada Februari 2016, seorang penyerang melukai 10 anak di Haikou, di provinsi selatan pulau Hainan, sebelum bunuh diri.

Otoritas China telah meningkatkan keamanan di sekitar sekolah dan juru kampanye telah menyerukan lebih banyak penelitian tentang penyebab tindakan tersebut.

Kejahatan yang kejam telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir ketika ekonomi negara itu telah meledak dan kesenjangan kesetaraan kekayaan telah meningkat.

Studi juga menunjukkan peningkatan masalah kesehatan mental, dengan beberapa terkait dengan stres karena laju kehidupan menjadi lebih cepat dan sistem pendukung menurun. Demikian seperti dimuat The Guardian. [mel]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya