Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un masuk dalam daftar calon favorit penerima Nobel Perdamaian.
Begitu kata salah satu bookmakers ternama Inggris, Coral jelang akhir pekan ini. Trump dan Kim memiliki 2/1 peluang untuk memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini. Mereka berada di depan Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi, Aktivis Saudi, Raif Badawi, Paus Fransiskus, dan calon pemenang lainnya.
Fox News mengabarkan bahwa berlangsungnya KTT antar-Korea bersejarah kemarin (Jumat, 27/4) yang berhasil dan berujung pada kesepakatan untuk secara resmi mengakhiri Perang Korea menjadi permulaan yang mengarah pada hal tersebut.
Terlebih, Kim dijadwalkan untuk bertemu dengan Trump bulan depan atau di awal Juni. Pencapaian bersejarah semacam ini tentu layak diapresiasi. Hadiah Nobel Perdamaian bisa menjadi salah satu bentuk apresiasi tersebut.
Kendati demikian, memang tidak dapat dipungkiri bahwa masih perlu waktu untuk membuktikan hasil nyata KTT tersebut dan apakah semua pihak yang terlibat komitmen menjalani kesepakatan yang dibuat bersama atau terjadi perubahan di tengah jalan.
Namun sikap keras Presiden Trump terhadap nuklir Korea Utara dan keberhasilannya memenangkan persetujuan sanksi ekonomi internasional terhadap Korea Utara di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah melumpuhkan perekonomian negara jelas berhasil melampaui harapan dalam mendorong Kim ke meja perundingan.
Selain itu, kesediaan Trump untuk mengadakan pertemuan puncak yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Kim dalam beberapa minggu mendatang, memberikan inisiatif bagi Kim untuk menghentikan uji coba senjata nuklir, menutup tempat uji coba bawah tanah, dan mengakhiri uji coba rudal jarak jauh.
Di tahun 2009 lalu, Barack Obama yang menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada saat itu diketahui pernah memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian untuk memberikan pidato yang baik dan memiliki rencana besar untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih damai.
Kemudian pada 2015, mantan sekretaris Institut Nobel, bahkan mengakui bahwa hadiah prestisius diberikan secara prematur kepada Presiden Obama.
"Banyak pendukung Obama percaya itu adalah kesalahan," tulis Geir Lundestad dalam memoarnya.
"Karena itu tidak mencapai apa yang diharapkan panitia," sambungnya.
Sebaliknya, Trump memiliki pencapaian konkret untuk masa awal kepemimpinannya dengan KTT antar Korea dan pertemuan dengan Kim beberapa pekan ke depan.
Jika pembicaraan Trump dan Kim berjalan lancar seperti halnya pertemuan puncak hari Jumat kemarin, maka kedua pemimpin negara itu seharusnya memiliki potensi besar untuk menyabet Hadiah Nobel Perdamaian.
[mel]