Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
PERJALANAN pertama penÂcari Tuhan (salik, jamaknya: suluk) ialah meninggalkan paradigma wujud materi (al-nasy'at al-maddiyah) yang kemudian disebut al-khalq, menuju kepada wujud yang bersifat bathiniyah, dan pada puncaknya "menyatu" dengan Tuhan (al-Haq). Jika seseorang henÂdak mencapai puncak pencarian maka harus meninggalkan sesuatu yang bersifat materi (al-wujud al-maddiyah) ke sesuatu yang bersiÂfat batin (al-wujud al-haqqani). Wujud terakhir ini sebuah maqam spiritual di mana para saÂlik berada di puncak keikhlasan sebagai hamÂba sehingga tidak ada lagi sifat-sifat egoisme (ananiyyah) dan keakuan (inniyyah) di dalam dirinya. Ia tidak lagi hidup di dalam cengkeraÂman nafsu dan keinginan yang bersifat thabi’i, tetapi sudah menembus hijab-hijab awam. Tidak ada lagi urusan dengan dosa-dosa dan kemaksiyatan karena ia sudah lama berpaling dari daya tarik nafsu biologis. Ia tidak lagi meÂlihat sesuatu apapun dari berbagai wujud yang ada selain hanya Dia (al-Haq). Ia menyaksikan segala sesuatu semuanya indah dan baik. Ia tidak lagi menyaksikan sedikitpun keburukan tampak pada segala sesuatu, karena itu ekÂspresi wajahnya selalu penuh dengan senyum dan keceriaan.
Ia tidak menyisakan sedikit pun benci dan dendam di dalam dirinya karena ia sadar terhÂadap hakekat segala kenyataan. Cintanya suÂdah memenuhi seluruh relung-relung jiwanya sehingga tidak tersisa sedikit pun ruang untuk membenci siapapun, sepeti yang pernah dilonÂtarkan Rabi’ah al-Adawiyah ketika ia ditanya seseorang: "Apakah engkau benci kepada SetÂan?" Ia jawab: "Tidak, cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong dalam diriku untuk rasa benci kepada setan". Para salik di maqam ini sudah mulai menyadari bahwa sesÂungguhnya keberadaan wujud meteri ini hanya satu (al-wahdah/the oneness), meskipun terÂdiri atas berbagai bentuk dan jenis sehingga tampak kelihatan banyak sekali (al-katsrah/ the manyness). Mereka juga menyadari bahÂwa pergerakan dan mobilitas berbagai materi wujud itu tidak lagi melalui proses tajafi sebaÂgaimana pandangan mata awam melihatnya, melainkan sudah melihat ada kekuatan tajalli pada segala bentuk dan dan jenis makhluk. (Tajafi dan Tajalli sudah dibahas dalam artikel mendatang).
Hijab atau tantangan paling berat bagi para salik di maqam awal ini ialah keberadaan keanekaragaman makhluk. Selama orang masih terkecoh menyaksikan keberanekaraÂgaman (al-katsrah/the manyness) maka sulit untuk menyaksikan keseragaman (al-wahdah/ the oneness). Para salik di maqam ini harus mampu meninggalkan cara pandang pluralitas alam menjadi singularitas alam. Dengan kata lain, bagaimana mengubah paradigma "yang banyak" menjadi "yang satu". Yang banyak ini pada hakekatnya satu dan yang satu itu pada hakekatnya Dia Yang Maha Esa (Allahu Ahad). Jika para salik dalam level ini sudah mampu menembus hijab-hijab tersebut, maka pada saatnya meraka akan meningkat lagi, tidak sekedar melihat yang banyak itu satu (al-wahÂdah/the oneness) tetapi sudah mampu meÂnyaksikan yang satu itu menjadi Esa (al-Ahad/ the One), yaitu Hakekat dari segala hakekat dan Yang Memberi Bekas terhadap segala hakekat (al-mu’atstsir al-haqiqiy).
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00
Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03
Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02
UPDATE
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06
Senin, 15 Desember 2025 | 23:34
Senin, 15 Desember 2025 | 23:34
Senin, 15 Desember 2025 | 23:10
Senin, 15 Desember 2025 | 23:07