Berita

Maruarar Siahaan/Net

Wawancara

WAWANCARA

Maruarar Siahaan: Yang Terpenting, Apakah Pengganti Ibu Maria Harus Perempuan Lagi?

KAMIS, 19 APRIL 2018 | 08:40 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Presiden Jokowi baru sa­ja menunjuk Panitia Seleksi (Pansel) Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mencari peng­ganti hakim Maria Farida, yang akan habis masa jabatannya pada 13 Agustus 2018. Keputusan pe­nunjukan Pansel tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 71 Tahun 2018. Bekas wakil ketua MK Harjono memimpin pansel ini. Ia dibantu bekas hakim MK Maruarar Siahaan, wakil ketua Komisi Yudisial Sukma Violetta, Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Zainal Arifin Mochtar, dan bekas Anggota Satgas Kepresidenan Pemberantasan Mafia Hukum Mas Achmad Santosa. Berikut penuturan Anggota Pansel Hakim MK Maruarar Siahaan kepada Rakyat Merdeka.

Kapan pendaftaran bagi bakal calon hakim MK akan dibuka?

Belum tahu, kami belum ra­pat. Nantilah, kami saja belum merancang kapan pertemuan pertama. Mungkin minggu depanlah. Biar kami bertemu dulu untuk bahas bagaimana nanti rencananya. Sekarang baru dicari waktu yang tepat supaya bisa kumpul.


Belum ada omongan soal tahapan-tahapan seleksi yang akan dilalui oleh para bakal calon nantinya?
Belum, kami kan belum kumpul. Sesudah kumpul baru dirancang dia mekanismenya, batasan-batasan dan lain se­bagainya. Minggu depanlah mungkin.

Kalau untuk hakim MK, biasanya latar belakang pen­didikan apa saja yang bisa diterima?
Biasanya kan dia sarjana hu­kum, pengalaman kerja sekian hukum di bidang hukum. Saya kira sudah standarlah itu. Yang penting bahwa sekarang per­tanyaan orang itu apakah harus perempuan? Karena kan peng­ganti Bu Maria. Tapi kami juga belum kami tetapkan, karena kan belum ketemu. Kami saja belum bertemu Kementerian Sekretaris Negara untuk merumuskan apa-apa yang diinginkan.

Kalau dari latar belakang lainnya, seperti aktivis LSM yang mahfum mengenai hu­kum bagaimana?
Ya bisa saja kalau dia memi­liki latar belakang pendidikan yang memenuhi syarat kan. Persyaratan itu terbuka bagi masyarakat luas, selama dia memenuhi syarat tentunya. Contohnya dia harus warga negara Indonesia kan kalau mau daftar.

Lalu apa kriteria lainnya?

Paling yang pertama itu integ­ritas. Itu yang paling penting.Yang kedua terpenting ada­lah sifat kenegarawanan. Kenegarawanan itu bagaimana seseorang tidak memihak kepentingan suatu golongan, atau orang-orang yang men­jadi bagian dari dia. Tetapi bagaimana dia melihat sebagai bagian dari persoalan bangsa. Bagaimana dia melihat kehidu­pan konstitusi dalam berbangsa dan bernegara. Dia harus sudah selesai dengan dirinya, karena seorang negarawan itu dalam melihat persoalan bangsa harus dengan kearifan, dia bisa menye­lesaikan masalahnya menurut konstitusi, di tengah kehidu­pan berbangsa yang majemuk. Mencari kenegarawanan ini yang paling sulit.

Berarti kenegarawanan itu maksudnya tidak memi­hak dan bisa melaksanakan amanat konstitusi dengan baik?
Iya, itu makanya paling sulit dirumuskan. Paling sulit dicari bentuk konkretnya. Bagaimana kita mencari seorang yang bisa begitu, ketika kehidupan kita ini begitu beragam dalam latar belakang sosial dan agama. Dia harus bisa mengeluarkan gagasan-gagasan yang bisa membawa Indonesia itu lebih baik.

Selain kenegarawanan, apakahada syarat khusus lainnya?
Ya paling sudah jelaslah dia harus memahami konstitusi. Bagaimana dia menerjemahkan konstitusi dalam kehidupan bernegara.

Nantinya pansel hakim MK hanya akan menunggu orang mendaftar, atau akan aktif mencari kandidat juga?

Saya belum bisa cerita seka­rang. Tapi biasanya nanti setelah dirumuskan, diumumkan ter­lebih dahulu apa saja persyara­tannya, di lihat dulu bagaimana responnya. Tentu saja kalau dalam keadaan tidak terlalu banyak orang yang mendaftar, kami akan melakukan pencarian secara aktif bagi orang-orang yang dipandang mampu. Karena orang yang pintar itu memang kadang tidak mau melamar. Makanya harus dicari.

Tadi Anda bilang ada yang mempertanyakan, apakah penggantinya harus perem­puan juga. Nah, kalau menu­rut Anda bagaimana?

Kalau saya tidak bisa memu­tuskan begitu, karena yang kami cari itu kan hakim MK. Kalau memang kandidat wanitanya tidak ada yang memiliki kom­petensi memadai, maka tidak bisa dikatakan laki-laki tidak boleh. Diskriminasi itu. ***

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

Makan Bergizi Gratis Ibarat Es Teh

Jumat, 14 Februari 2025 | 07:44

UPDATE

Pemerintah Diminta Tempuh Dialog Tanggapi Tagar Indonesia Gelap

Senin, 24 Februari 2025 | 17:31

Rekan Indonesia Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Senin, 24 Februari 2025 | 17:24

Ini Dokumen Ekstradisi Paulus Tannos yang Dikirim ke Pemerintah Singapura

Senin, 24 Februari 2025 | 17:23

Pilkada Tasikmalaya Diulang, Asep-Cecep Puji Keberanian Hakim MK

Senin, 24 Februari 2025 | 17:15

Tetap Menteri Investasi, Rosan Rangkap Jabatan jadi Bos Danantara

Senin, 24 Februari 2025 | 17:06

Doa Buat Almarhum Renville Menggema saat Pembukaan Kongres Demokrat

Senin, 24 Februari 2025 | 16:58

Hampir Semua Kepala Daerah PDIP Ikut Retret Kecuali Gubernur Bali

Senin, 24 Februari 2025 | 16:50

Kemenag Beberkan Lima Poin Penting Perbaikan UU Haji

Senin, 24 Februari 2025 | 16:38

Kita Sayang Prabowo: Audit Forensik Depkeu dan BUMN, FDI akan Masuk Demi Masa Depan Indonesia

Senin, 24 Februari 2025 | 16:27

Wamen Christina: Kita Doakan Danantara Berjalan Lancar

Senin, 24 Februari 2025 | 16:16

Selengkapnya