Kasus tanah yang terjadi di Indonesia belakangan semakin kusut penanganannya.
Kasus yang berkekuatan hukum tetap, bahkan masih terkatung-katung eksekusinya. Karena itu diperlukan revolusi mental para pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Salah satu contohnya adalah kasus No.523/Pdt-G/2001/PN.Jkt.Sel, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Namun hingga kini tidak dilaksanakan keputusan tersebut oleh pemerintah.
"Kami sudah ke Kementerian Keuangan, sudah dijelaskan bahwa BPN selama ini tidak mengajukan usulan ganti rugi atas kasus No.523/Pdt-G/2001/PN.Jkt.Sel. Padahal sejak 2013 sudah inkrah putusannya," ujar kuasa hukum ahli waris, RM Wahjoe A.Setiadi kepada wartawan, Sabtu (7/4).
Menurut Wahyu, selama ini pihaknya tidak mendapatkan surat pemberitahuan terkait masalah tersebut dari BPN. Selasa (3/4) lalu, pihaknya mendatangi BPN. Namun, jawabannya tidak sesuai dengan yang di harapkan.
"Saya dipimpong kanan kiri. Jawaban BPN karena banyak yang mengaku-ngaku sebagai kuasa hukum ahli waris. Kalau kerja BPN bener tinggal lihat website Mahkamah Agung sudah jelas itu siapa. Mudah tolak mereka," terang dia.
Oleh karena itu, dia tak ragu menyebut ada mafia tanah di BPN. Apalagi, semua pegawai BPN dalam kasus otorita kuningan saat ini menjadi pejabat di BPN pusat.
"Tersendat-sendatnya kasus ini menciderai Nawacitra Pak Jokowi tentang penegakkan hukum. Kasihan pak Jokowi karena nila setitik rusak Nawacitranya," jelasnya.
Wahjoe berharap, Presiden Jokowi membenahi BPN dan mengawasi serta memerintahkan agar proses hukum kasus ini dilaksanakan sungguh-sungguh.
[wid]