Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Jiwa Kebangsaan Pancasila Datang Dari Ajaran Islam, Bukan Dari Puisi Kampungan

SENIN, 02 APRIL 2018 | 21:42 WIB | OLEH: TEUKU GANDAWAN

SEMAKIN paham Anda tentang Islam, maka semakin besar peluang Anda paham tentang Pancasila. Saya tekankan kata paham karena Anda tidak perlu menjadi Islam atau beragama Islam untuk paham tentang Islam. Semakin benci Anda kepada Islam, maka semakin besar kemungkinan Anda membenci Pancasila. Itulah kenapa Komunisme bukan hanya benci Pancasila tapi juga benci Islam. Demikian pula Demokrasi Barat, tidak akan pernah paham Demokrasi Pancasila, karena mereka enggan memahami Islam.

Kenapa demikian? Karena Pancasila diambil dari sendi-sendi ajaran Islam, yang oleh para penyusun ideologi negara ini diposisikan sebagai konsep bernegara dengan tidak memaksakan Islam sebagai dasar negara. Kenapa demikian hebat kompromi itu dilakukan? Karena para penyusun ideologi ini sangat toleran dan sangat ingin agar kita (suku dari Sabang hingga Merauke) ada dalam satu kesatuan negara. Karenanya, tanpa harus mengorbankan ajaran Islam sedikitpun, disusunlah gagasan bertoleransi dan berdemokrasi yang disebut Pancasila.

Jadi jiwa toleransi umat Islam itu sudah ada sejak dahulu kala, jauh sebelum negara ini berdiri dan disebut NKRI. Bukan baru dipikirkan oleh politisi kampungan saat ini atau anak muda kemarin sore atau pemikir demokrasi kebablasan atau pemikir agama kelas kampung. Jiwa toleransi itu sudah ada sejak dulu dan disetujui oleh mayoritas Umat Islam Indonesia baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Tidak ada upaya atau kehendak dari kaum mayoritas untuk menyingkirkan kaum minoritas dari negeri ini. Mayoritas muslimnya ingin terus hidup berdampingan penuh damai dengan semua pihak.

Jadi kalau ada pihak-pihak yang berlagak menjelaskan tentang pancasila, tapi bukan beranjak dari nilai-nilai Islam, dapat dipastikan pasti akan melenceng jauh dan malah akan kebablasan menjelaskan demokrasi barat, demokrasi liberal, demokrasi plural, demokrasi syiah, demokrasi agama non-islam dan seterusnya. Itu kenapa di negara ini, ada pihak-pihak yang secara sembunyi-sembunyi atau secara terbuka coba-coba berbicara nilai-nilai baru. Karena apa? Karena mereka ingin mengganti Pancasila. Kenapa mereka merasa perlu mengganti Pancasila? Karena Pancasila terlalu Islami dan terlalu toleran.

Depok, 2 April 2018 12.40.
#StrategiIndonesia#JagaPersatuanIndonesia
 
Penulis adalah Direktur Eksekutif Strategi Indonesia.


Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

PDIP Minta Seluruh Kader Banteng Tenang

Kamis, 20 Februari 2025 | 23:23

Megawati Instruksikan Kepala Daerah dari PDIP Tunda Retret ke Magelang

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:43

Wujudkan Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan, Pemerintah Luncurkan FAST Programme

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:27

Trump Gak Ada Obat, IHSG Terseret Merah

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:26

Uchok: Erick Thohir Akali Prabowo soal Danantara

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:24

Hasto Ditahan, Megawati Tidak Menunjuk Plt Sekjen PDIP

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:21

Resmi Pimpin Banten, Andra Soni-Dimyati Diingatkan Jangan Korupsi

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:18

KPK Tahan Hasto, PDIP: Operasi Politik Mengawut-awut Partai

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:17

Hasto Ditahan, PDIP: KPK Dikendalikan dari Luar Melalui AKBP Rossa

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:16

Adityawarman Adil Apresiasi BSF CGM 2025: Gambaran Kekayaan Budaya Kota Bogor

Kamis, 20 Februari 2025 | 21:56

Selengkapnya